Selama ini dalam kaitan pendisplinan siswa di sekolah pasti pernah mendengar kalimat razia cukur rambut, razia potong rambut atau razia rambut.
Hal itu biasa dilakukan karena memang disetiap sekolah memiliki aturan tentang panjang rambut atau warna rambut yang berbeda-beda dan harus siswa taati, namun umumnya sama.
Beberapa hari ini istilah razia cukur rambut menjadi viral di media sosial dan bahkan menimbulkan berbagai pertanyaan seperti, apa urgensi cukur rambut?, apa korelasi cukur rambut degan kecerdasan? atau di era merdeka belajar seperti saat ini masih aja mengurusi cukur rambut?.
Menurut saya sendiri, yang menjadikan hal itu viral bukan soal razia cukur rambutnya, namun cara yang dilakukan saat melakukan cukur rambut, ada yang hanya dipotong sedikit, di kurangi atau bahkan diplontos.
Jika cukur rambutnya seperti yang dilakukan oleh tukang cukur di salon rambut, mungkin tidak akan menjadi viral yang negatif, bahkan orangtua akan senang saat melihat anaknya pulang sekolah.
Variasi cara itulah yang menurut saya menimbulkan polemik dan perdebatan tentang urgensi razia cukur rambut ketika dilakukan oleh guru di sekolah. Â
Sebagai seorang guru memang hal itu sering terjadi, bahkan disalah satu sekolah di daerah kami ada orangtua yang mendatangi sekolah dengan membawa parang, karena rambut anaknya dipotong oleh guru.
Atau ketika salah satu guru memotong rambut siswa di sekolah dan kemudian orangtua protes melalui whatsapp wali murid  dan anak yang kemudian dipindahkan oleh orangtuanya gara-gara rambutnya dipotong oleh guru.
Hal semacam itu sering terjadi di lingkungan sekolah karena diyakini dengan melakukan pendisiplinan dengan cara razia potong rambut bisa membuat siswa  jera dan tidak mengulangi masalah terkait aturan rambut di sekolah.
Namun kenyataannya, setiap dilakukan razia cukur rambut di sekolah selalu ada siswa yang terjaring dan harus dicukur atau dipotong rambutnya, bukan satu atau dua orang siswa, tetapi banyak.
Hal itu memberi arti bahwa, "razia cukur rambut" tidak serta merta memberikan efek jera dan pendisiplinan bagi siswa, karena setiap dilakukan razia cukur rambut di sekolah selalu ada siswa yang tertangkap dan dilakukan penindakan.
Namun, setelah saya mengikuti program pendidikan guru penggerak angkatan 6 dan mendapat materi tentang coaching, paradigma tentang cara-cara pendisplinan utamnya razia cukur rambut dan lainnya perlahan-lahan berubah.
Dimana razia cukur rambut tidak harus dilakukan secara sporadis dengan langsung mencukur atau memotong rambut siswa yang melanggar aturan, namun dengan diskusi interaktif sehingga siswa memiliki kesadaran diri untuk mau menaati aturan sekolah yang telah dibuat.
Coaching adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru (coache) untuk membantu siswa (coachee) mengatasi masalah atau hambatan yang dialaminya.
Hal itu dilakukan agar siswa (coachee) mampu menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya berdasarkan cara yang diungkapkannya.
Pada saat coacing, guru (coache) harus dapat menjadi mitra yang mampu meberdayakan dan mengoptimalakan siswa (coachee) dengan cara menghadirkan dirinya secara penuh dalam kegiatan tersebut.
Kehadiran penuh itu dilakukan guru (coache) melalui pertanyaan berbobot dan lebih banyak mendengarkan sehingga mampu menggali potensi siswa (coachee) dalam suatu proses coaching.
Selain itu, untuk menghasilkan proses coaching yang berhasil, seorang guru (coache), harus menerapkan alur TIRTA dalam pelaksanaanya.
Sehingga siswa mampu menggali kesadaran dan potensinya untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukanya dan kembali pada hal-hal positif sesuai dengan aturan yang diterapkan sekolah.
Hal itu dilakukan dengan cara:
1. Membuat Tujuan (T)
Hal itu dilakukan guru (coache) kepada siswa (coachee) yang dicoacing tentang tujuan dari pembahasan yang akan dibicirakan, dimana tujuan tersebut diutarakan oleh siswa (coachee).
Sifat guru (coache) hanya menayakan seperti apa rencana pertemuan ini?, atau apa tujuan dengan adanya pertemuan yang kita lakukan hari ini?.
Sehingga dari penentuan tujuan tersebut, siswa (coachee) mampu mengutarakan apa yang ingin dicapai dalam aktifitas coaching tersebut.
Bila tujuanya terkait dengan rambut, berarti dalam coaching tersebut siswa (coachee) membuat tujuan agar tidak terkena razia cukur rambut di sekolah. Â
2. Identifikasi (I)
Pada tahap ini guru (coache) melakukan identifikasi dengan menggali informasi terkait dengan masalah rambut yang terjadi dengan kemauan siswa (coachee) untuk menyelesaiakan masalah tersebut.
Hal itu dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seperti, kenapa kamu sering terkena razia cukur rambut di sekolah? atau apa yang membuatmu merasa sulit disiplin sehingga terus-terusan terkena razia cukur rambut di sekolah?.
Indetifikasi tersebut dilakukan agar siswa (coachee) mampu mengidentifikasi masalah yang di hadapinya dalam hal ini "terkena razia cukur rambut di sekolah" sehingga siswa bisa memberikan ide atau gagasan agar tidak kembali terkena razia rambut di sekolah.
3. Rencana Aksi (R)
Rencana aksi dalam kegiatan coaching merujuk pada rencana yang akan dibuat dari alternatif terkait ide atau gagasan yang siswa agar terhindar dari razia cukur rambut di sekolah.
Hal itu dilakukan dengan menggali pertanyaan kepada siswa (coachee) apa rencana yang akan kamu lakukan agar tidak terkena razia cukur rambut di sekolah? atau kira-kira kapan rencana itu akan kamu lakukan?.
Atau bila suatu hari kamu lupa terkait aturan rambut, hal apa yang akan kamu lakukan agar kamu bisa ingat tentang aturan rambut di sekolah tersebut?.
Dengan cara itu siswa (coachee) secara sadar akan memaparkan rencananya agar tidak terkena razia cukur rambut di sekolah.
4. Tanggung Jawab (Ta)
Tangging jawab merupakan alur tirta yang dilakukan dengan membuat komintmen antara guru (coache) dan siswa (coachee) terhadap rencana aksi yang dibuat.
Hal itu dapat digali dengan membuat pertanyaa, kira-kira bagaimana komitmenmu terhadap rencana aksi yang telah kamu buat? Atau bila suatu hari kamu lupa terkait aturan rambut di sekolah, siapa yang dapat membantumu  untuk menjaga komitmen tersebut ?.
Dalam pertanyaan tersebut sehingga siswa akan menjawab semisal, dengan memberitahu orangtua jika rambutnya sudah panjang atau meminta guru untuk mengingtkanya sehingga ada waktu bagi siswa untuk merapikan rambutnya.
Dengan hal itu maka siswa akan memiliki tanggungjawab dan kesadaran dalam dirinya karena siswa (coachee) memiliki komitmen dan tanggungjawab untuk tidak terkena razia cukur rambut di sekolah atas inisiasi dan gagasan darinya.
Coaching yang dilakukan dengan tepat dapat membuat siswa mengatasi masalah yang dihadapinya secara sadar dan mandiri (tanpa paksaan) sehingga diharapan mampu untuk bertanggungjawab atas apa yang menjadi komitmenya karena berasal dari apa yang diusulkannya.
Hal itu juga dapat menjadi solusi dan membereskan masalah razia cukur rambut  di sekolah.Â
Salam Humanis, Salam Coaching Untuk Mengatasi Masalah Rambut.
Bangka Selatan, 10 September 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H