Mohon tunggu...
Agustian Deny Ardiansyah
Agustian Deny Ardiansyah Mohon Tunggu... Guru - Guru yang tinggal di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Setiap tulisan yang saya tulis dan memiliki nilai manfaat pada blog kompasiana ini, pahalanya saya berikan kepada Alm. Ayah saya (Bapak Salamun)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Skripsi Tidak Wajib, Akankah Budaya Akademik Kampus Pudar?

3 September 2023   21:56 Diperbarui: 7 September 2023   15:43 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seri Webinar Mendikbud Nadiem Makarim saat peluncuran Merdeka Belajar Episode 26. Sumber: Kemdikbudristek Via Kompas.com

Kemendikbudristek melalui Mentri Nadim Anwar Makarim pada peluncuran merdeka belajar episode 26: transformasi standar nasional dan akreditasi pendidikan tinggi menyatakan bahwa skripsi tidak wajib dibuat oleh mahasiswa sarjana strata-1 atau S1.

Skripsi tersebut kata mentri Nadim Anwar Makarim dapat diganti menjadi prototipe atau proyek yang dilakukan oleh mahasiswa dengan disesuaikan pada bidang keilmuan masing-masing program studi di setiap universitas di Indonesia.

Sehingga tugas akhir mahasisiswa menjadi lebih fleksibel dan mudah diaplikasikan pada konteks nyata dilapangan tanpa mengurangi pembuatan laporan tulis terkait protetaip atau projek yang dibuat oleh mahasiswa strata 1 atau S1.

Dasar Skripsi Tidak Wajib Bagi Mahasiswa

Dasar skripsi tidak wajib dibuat oleh mahasiswa S1 adalah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Peraturan tersebut mengatur tentang mahasiswa tidak wajib membuat skripsi baik pada universitas yang program studinya telah menerapkan kurikulum berbasis prototipe atau proyek maupun bentuk lain juga bagi universitas yang belum menerapkan kurikulum tersebut.

Intinya, peraturan tersebut menyatakan bahwa skripsi benar-benar tidak wajib dibuat oleh mahasiswa yang akan menyelesaikan program pendidikan Strata 1 atau S1 pada semua program studi di universitas yang ada di Indonesia.

Uniknya, pembuatan prototipe atau proyek tersebut bisa dilakukan mahasiswa baik secara individu atau kelompok, yang mana hal itu sangat berbeda dengan skripsi yang harus dibuat secara individu oleh mahasiswa.

Manfaat Menulis Skripsi Yang Pernah Saya Rasakan

Sebagai seorang yang pernah menjadi mahasiswa, tentunya membuat skripsi adalah suatu hal lumrah yang harus saya lewati sebagai syarat lulus S1 kala itu (Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Muhamamdiyah Surakarta).

Pada waktu itu judul skripsi yang saya angkat adalah terkait kesiapsiagaan SMA Negeri 1 Prambanan dalam menghadapi bencana gempabumi, hasil dari skripsi tersebut selain analisa terkait kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana gempabumi.

Skripsi yang saya buat tersebut juga menghasilkan peta rawan bencana gempabumi di Kacamatan Prambanan yang di dalamnya mencakup analisa terkait pemetaan daerah yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kesiapsiagaan gempabumi selain di sekolah.

Selain itu, skripsi tersebut juga menghasilkan rencana yang bisa diaplikasikan oleh sekolah dalam kaitan kesiapsiagaan bencana gempabumi sehingga dapat melatih semua warga sekolah untuk siap mengahdapi bencana gempabumi jika sewaktu-waktu terjadi.

Bahkan skrispi yang saya buat tersebut diapresiasi dengan diterbitkan oleh jurnal Pendidikan Geografi: Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi Univesitas Negeri Malang pada Tahun 2017.

Adapun manfaat yang saya dapat dengan menulis skripsi 1) membuat saya terbiasa untuk membuat penelitian ilmiah yang komperhensif, 2) membiasakan saya menulis dengan baik, 3) menumbuhkan sikap berfikir kritis, 4) mampu menangkap permasalahan yang terjadi disekitar kita dan mencari solusinya serta 5) membiasakan membaca berbagai litelatur.

Skripsi Tidak Wajib Dan Pudarnya Budaya Akademik Kampus

Tidak dapat dipungkiri bahwa skripsi adalah salah satu jalan bagi mahasiswa untuk melakukan sebuah penelitian yang komperhensif dan analitik  terkait suatu masalah yang kemudian bisa menjadi solusi akan masalah tersebut.

Sehingga ketika seorang mahasiswa membuat sebuah skripsi, secara otomatis budaya akademik di kampus akan berjalan sebagaimana seharusnya.

Karena dalam skripsi memuat unsur-unsur seperti latar belakang, dasar teori, identifikasi masalah, analisa dan solusi sehingga mahasiswa mampu menjawab tantangan atas masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat secara akademik.

Belum ketika hasil skrispi tersebut dialihwahanakan menjadi sebuah jurnal, buku atau film dokumenter yang kemudian akan lebih banyak dibaca dan dilihat oleh khalayak ramai sehingga bisa menjadi sumber litelatur dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Bahkan hasil dari skripsi tersebut menurut saya bisa lebih luas daripada prototipe atau proyek yang diamanatkan oleh kemendikbudristek melalui mentri Nadim Anwar Makarim, karena skripsi tidak hanya memunculkan teori namun juga produk intelektual baik itu prototipe atau proyek.

Misalnya, ketika kawan saya membuat media pembelajaran berbasis argumen reality pada pembelajaran di kelas bagi siswa dengan langkah dan alur penelitian skripsi. Skripsi tersebut bukan hanya membuat prototipe tapi produk media pembelajaran.  

Sehingga ketika skripsi tidak wajib atau dihilangkan, budaya akademik kampus terkait berfikir kritis bagi mahasiswa lama-kelamaan akan pudar (bukan hilang) terlebih ketika tugas akhir mahasiswa S2 dan S3 tidak harus di masukan di sebuah jurnal terakreditasi bagi S2 dan Jurnal Internasional bereputasi bagi S3.

Maka jika hal itu terjadi, bisa saja budaya akademik di kampus akan benar-benar pudar (bukan hilang) karena mahasiswa S1, S2 dan S3 kehilangan semangat keilmuan dari sebuah kegaiatan penelitian yang dilakukan sebagai bukti akademik untuk  ditelaah oleh banyak orang. 

Terlebih jika penelitian tersebut dapat menjadi dasar ilmu, referensi atau diaplikasikan untuk memberi solusi pada permasalahan tertentu, jika hal tersebut benar-benar terjadi apakah tidak memberi dampak pada pudarnya (bukan hilang) budaya akademik di kampus?. 

Kendati begitu, apa yang telah diputuskan oleh kemendikbudristek sebagai pemegang tertinggi dalam kaitan pendidikan di Indonesia harus tetap kita taati dan jalankan dengan dasar keilmuan dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Salam Skripsi Tidak Wajib, Salam Tidak Harus Menerbitkan Jurnal.

Bangka Selatan, 3 September 2023

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun