Bahkan negara-negara seperti Tiongkok, Korea Selatan, Hongkong, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, Australia, Rusia, Taiwan dan Malaysia mulai menghentikan dan melakukan pembatasan produk laut Jepang setelah pelepasan limbah nuklir Fukusima ke Samudra Pasifik.
Pernyataan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Seperti yang saya baca pada portal cnnindonesia.com yang dimuat pada (25/08/2023), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa sangat kecil dampak limbah nuklir Fukusima yang dibuang ke Samudra Pasifik mencemari laut Indonesia.
Hal itu karena arus laut Fukusima akan lebih mengarah ke timur yang berarti menuju ke arah Amerika Serikat atau benua Amerika kendati ke arah selatan atau menuju ke laut Indonesia.
Bahkan jikapun menuju ke Laut Indonesia, kadar tritium yang terdapat pada limbah nuklir Fukusima tersebut tinggal setengahnya (karena adanya waktu paruh tritium) yang kemudian membuat kadar tritium tersebut dapat diabaikan untuk mengancam ekosistem dan manusia.
Sebagai Negara Maritim Indonesia Patut Khawatir
Indonesia merupakan salah satu negara maritim dunia karena terletak dipersilangan dua samudra besar yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Letak tersebut selain menjadikan Indonesia sebagai negara dengan potensi laut yang besar juga merupakan negara dengan ancaman paling serius terkait pembuangan limbah nuklir Fukusima ke Samudra Pasifik.
Hal itu terjadi karena bisa saja sewaktu-waktu limbah nuklir Fukusima yang dibuang ke Samudra Pasifik dapat menjangkau perairan Indonesia sehingga dapat menjadi masalah bukan hanya pada ekosistem laut namun juga pada manusianya.
Terlebih adanya akumulasi isotop negatif (tritium) berbahaya yang secara bertahap (30 tahun) akan mencamari lautan, sehingga secara perlahan mengkotaminasi biota laut yang ada di Samudra Pasifik termasuk laut Indonesia dan dunia.
Selain itu, sebagai negara maritim Indonesia patut khawatir karena masih melakukan impor garam dari negara-negara yang secara langsung atau tidak langsung terkonkesi dengan Samudra Pasifik (Australia dan Tiongkok) sehingga perlu dilakukan pengetatan produk dari negara-negara tersebut.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya