Mohon tunggu...
Agustian Deny Ardiansyah
Agustian Deny Ardiansyah Mohon Tunggu... Guru - Guru yang tinggal di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Setiap tulisan yang saya tulis dan memiliki nilai manfaat pada blog kompasiana ini, pahalanya saya berikan kepada Alm. Ayah saya (Bapak Salamun)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pak Guru Zaharman: Mengorbankan Pengelihatannya Untuk Mendidik

4 Agustus 2023   15:36 Diperbarui: 5 Agustus 2023   07:09 2534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dunia pendidikan tak lepas dari para pengajar alias guru, para pejuang tulus tanpa tanda jasa yang mencerdaskan kehidupan bangsa"

(Ki Hajar Dewantar)

Siang itu ketika akan bersiap melaksanakan shalat zuhur berjamaah di sekolah, hati ini tersentak kaget dengan sebuah foto yang dikirim oleh seorang guru dari SMA Negeri 7 Rejang Lebong.

Foto itu memperlihatkan kondisi yang menggetarkan jiwa, dalam foto itu terlihat seorang guru dengan mata kanan bermandikan darah sedang terbaring di sebuah kasur dorong rumah sakit.

Saking penasaran, setelah sholat zuhur saya bertanya tentang apa yang terjadi pada guru tersebut.

Ternyata foto tersebut menggambarkan sosok guru olahraga bernama Pak Zaharman berusia 58 tahun dari SMA Negeri 7 Rejang Lebong.

Pak Zaharman terbaring dengan kondisi seperti itu karena pengabdianya dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru.

Ya, guru mana yang ingin anak didiknya gagal?, guru mana yang ingin anak didiknya terjun pada hal-hal negatif?, guru mana yang ingin anak didiknya melenceng jauh dari norma-norma baik yang diyakini oleh masyarakat.

Pastinya tidak ada dan tidak mungkin ada, seorang guru diajarkan untuk peka terhadap hal-hal yang dilakukan siswa sehingga mampu mengarahkan siswa pada hal positif yang memberi manfaat untuk diri siswa.

Oleh karena itu ketika Pak Zaharman melihat seorang siswanya merokok di lingkungan sekolah, dengan nalar pendidik yang ada di hatinya, beliau menegur dan memperingatkan siswa untuk tidak melakukan hal itu.

Sangat wajar dan normal bagi seorang guru yang melakukan hal itu, karena sesaui dengan ituisi hatinya nuraninya.  

Tidak normal jika hal itu tidak digubris atau dibiarkan.

Dan bilapun seorang guru marah dan melakukan sebuah kontak fisik maka kontak fisik itu tidak dilakukan untuk menyakiti siswa, karena kontak itu adalah untuk menyadarkan siswa bahwa hal yang dilakukanya salah.

Tidak lantas memendam dalam-dalam teguran itu dan melaporkan kepada orangtua tentang apa yang terjadi.

Saya masih ingat saat kelas VI (enam) ketika kaki saya di gibas penggaris kayu oleh guru dan menangis.

Kemudian saya pulang melapor kepada orantua, bukannya kasihan, respon orantua adalah memberi hukuman tambahan dengan kata-kata magis dan mejewer telinga ini sampai merah.

Bahkan berhari-hari berikutnya masih sering dimarahi karena kejadian tersebut.

Kembali pada kejadi Pak Zaharman, orangtua yang peka adalah orangtua yang kooperatif dengan sekolah dimana tidak sertamerta hanya mendengar dari satu pihak tentang kejadian yang terjadi pada anaknya di sekolah langsung marah dan naik pitam.

Bahkan orangtua juga harus menimbang apa yang dilakukan anaknya berimplikasi baik atau sebaliknya sehingga orangtua harus mengkonfirmasi terlebih dahulu.

Kemudian baru memberikan rekasi bukan dengan amarah datang ke sekolah dan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya di lakukan disebuah institusi pendidikan.

Ketika mendapat laporan dari anaknya, orangtua yang merasa anaknya disakiti tersebut datang dan mencari Pak Zaharman kemudian melakukan tindakan penganianyaan dengan membidik mata beliau dengan menggunakan ketapel yang dibawanya.

Yang kemudian membuat mata sebalah kanan Pak Zaharman mengalami pendaharahan hebat dan hingga saat ini masih dalam kondisi tidak bisa dibuka (terancam buta). 

Dimasa pensiun Pak Zaharman yang tersisa 2 tahun lagi, rasanya layak bila disematkan kata "pahlawan pendidikan" baginya, karena jauh sebelum itu, masa muda Pak Zaharman telah dihabiskan untuk bergumal dengan dunia pendidikan di Rejang Lebong, Bengkulu.

Terimakasih Pak Zaharman atas dedikasi dan pengabdianmu tanpa batas dalam mendidik dan mengajar anak didikmu.

Benar apa yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara "guru adalah para pejuang tulus tanpa tanda jasa yang mencerdaskan kehidupan bangsa".

Doa terbaik dari saya guru di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung untuk Pak Zaharman guru olahraga SMA Negeri 7 Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

Terimakasih atas pengabdian dan dedikasimu untuk dunia pendidikan.

Hidup Guru, Solidaritas Yes.

Bangka Selatan, 4 Agustus 2023

Catatan:

Kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh orangtua siswa kepada pak Zaharahman terjadi pada 1 agustus 2023 di SMA Negeri 7, Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

Semoga pelaku segera ditangkap dan mendapatkan hukuman yang setimpal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun