Pilihan itu dibuat karena berbagai hal, selain karena faktor keluarga juga karena faktor putranya yang masih kecil sehingga beliau tak ingin melewatkan masa-masa emas bersamanya.
Pilihan yang saya bilang sangat syarat dengan pengabdian dan perlu saya contoh sebagai teladan.
Setiap hari Pak Dedy berangkat dari rumahnya ketika matahari baru akan menampakan dirinya di peraduan, kadang lebih pagi ketika hari senin karena agar tak terlewat untuk mengikuti upacara bendera.
Dengan motornya, beliau menyusuri setiap tikungan, tanjakan, track lurus serta desa demi desa untuk sampai pada titik awal penyebrangan.
Kira-kira hampir memakan waktu 45 menit agar bisa sampai pada titik pertama penyebrangan.
Yang setelahnya dilanjutkan dengan menggunakan kapal "lidah api" atau speed boat untuk menuju pulau tempat sekolah itu berada.
Perjalanan diatas laut dan menantang ombak itu dilakukan 10-20 menit tergantung pada cuaca, medan ombak dan ketenangan sang laut.
Bahkan ketika laut surut, kadangkala kapal "lidah api" atau speed boat yang ditumpanginya harus didorong dari titik terjauh surutnya air laut hingga ke pelabuhan.
Beliau pernah bertutur, "titik terjauh yang pernah Pak Dedy alami ketika mendorong kapal "lidah api" atau speed boat sampai ke pelabuhan adalah 1 km".
Perjuangan yang syarat dengan pengabdian bila dibandingkan dengan gaji, fasilitas atau jam ketika mengajar di sekolah yang hanya sampai jam 14.00 WIB.