Pendidikan Guru Penggerak (PGP) angkatan 6 telah berakhir.
Tak terasa kegiatanKetika  menulis catatan ini, waktu menunjukan pukul 01:03 WIB pada Jum'at, 22 Juni 2023.
Tak terkira pembelajaran dan pengajaran yang Saya dapatkan melalui kegiatan PGP Tersebut.
Materi, keluarga baru, diskusi yang membangun, kritik - saran.
Utamanya adalah mengembangkan diri kita dalam kaitan pembelajaran atau pengelolaan iklim pendidikan yang menghamba pada murid.
Sebelum mendapat gelontoran materi dari PGP, apa yang Saya sebut belajar sangat berbeda dengan difinisi belajar setelah mengikuti PGP.
Mencatat, berdiskusi, melakukan presentasi, taya - jawab, menggunakan metode ini, metode itu dengan lembaran admistrasi yang berjilid-jilid.
Dengan harapan bisa membentuk murid sesuai yang kita harap-harapkan, belum lagi ekspektasi kita terhadap pembelajaran yang kita lakukan.
Inginya seperti ini, hasilnya seperti itu, kadang tidak nyambung, bahkan terkesan sangat tidak relevan, sekian lama mengajar murid tak kunjung dapat nilai yang diharapkan.
Lebih-lebih menempatkan pembelajaran yang kita lakukan seperti memperlakukan koran.
"Habis dibaca dijadikan bungkus makanan" tidak memiliki makna.
Bagaimana tidak!.
Berbulan bulan kita mengajar, mengejakan PAS, PTS atau uji kompetensi lainnya dengan waktu yang sangat singkat dan dengan hasil yang tidak memuaskan.
Dalam hati kecil apa yang salah dengan pelajaran yang Saya lakukan?, apa yang kurang?, nilai-nilai saja harus didongkrak, dinaikan dan dikatrol.
Waktu itu Saya selalu berorientasi pada diri dan lebih banyak menyalahkan murid karena tidak belajar atau tidak mendengarkan apa yang  ajarkan kepada mereka.
Orientasi itu kemudian perlahan terkikis melalui Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang  Saya ikuti.
Pada pembelajaran modul 1, Saya langsung tersentak karena dalam materi Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional - Ki Hajar Dewantara, laku pendidikan tidaklah seperti yang Saya kerjakan selama ini.
Pendidikan lebih menekankan pada bagaimana kita bisa mengimplementasi apa yang menjadi jantung pendidikan itu sendiri.
Yaitu, "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani".
Ternyata guru bukanlah figur utama dalam pengajaran namun murid-lah yang menjadi pemeran utama.
Guru hanya sebagai fasilitator sedang murid sebagai kreator untuk menciptakan pembelajaranya.
Maka, sesuailah filosofi tersebut.
Guru hanya menuntun dengan memberi contoh, mendorong, dan motivasi.
Hal itu dilakukan karena murid sudah memiliki lakunya masing-masing sedangkan tugas kita hanya menebalkannya.
Sehingga dalam konsep itu, muncul kesadaran pada diri Saya, bahwa pembelajaran haruslah menghamba pada murid.
Maksudnya adalah bagaimana pembelajaran yang memfasilitasi murid untuk menjadi kreator dan aktor, dengan dilandasi pada pendidikan yang mengembangkan kodrat anak yaitu kodrat zaman dan kodrat alam.
Terlebih ketika Saya beranjak pada modul selanjutnya.
Utamanya pada pembelajaran guru harus memiliki nilai, peran, visi dan mampu untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi murid untuk tumbuh-kembangnya di sekolah.
Dimulai dari nilai dan peran guru penggerak, Saya belajar.
Selama ini Saya tidak memahami betul nilai dan peran Saya sebagai guru, kecuali pada skala profesionalisme yang harus dimiliki seorang guru.
Ternyata pemahaman itu masih sangat jauh.
Berbekal pada pembelajaran yang Saya alami, Saya memahami bahwa seorang guru memiliki nilai dan peran yang ada dalam dirinya.
Nilai itu mencakup nilai mandiri, inovatif, berpihak pada murid, koloboratif serta reflektif.
Sedangkan peran, menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong koloborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, serta menggerakan komunitas praktisi.
Dari situ kemudian merubah pemikiran Saya tentang apa itu guru?.
Guru bukan hanya seorang yang tugasnya membuat administrasi, datang, mengajar, buat penilaian, sudah.
Guru memiliki nilai dan peran yang sudah ada dalam dirinya, namun tidak pernah ditekan tombol aktifnya.
Olehkarena itu, hari ini tombol itu Saya tekan, sehingga Saya  punya pandangan visi yang berbeda terhadap pembelajaran yang saya lakukan.
Visi itu selain dihiasi oleh nilai dan peran kita sebagai guru juga diisi dengan nilai-nilai dari profil pelajar pancasila (mandiri, kreatif, berbineka global, gotong-royong, bernalar kritis, dan beriman bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia).
Visi tersebut juga diharapkan memiliki kaitan yang erat dengan road map tujuan pendididikan Indonesia.
Lebih dari itu, visi yang kita pegang tersebut mampu menjadi pengingat diri untuk memfasilitasi pembelajaran yang berpihak pada murid. (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H