Aku hanya bisa menghela napas pelan ketika mendengar keributan itu lagi. Mereka seperti tak pernah bosan memperdengarkan suara yang lantang dan sedikit parau--karena pengaruh usia--kepada tetangga yang lain. Selalu saja beradu mulut. Apa saja bisa dijadikan bahan ribut.Â
Kemarin soal saluran air depan rumah mereka yang mampet. Tiga hari yang lalu soal daun-daun pohon jambu yang berguguran melewati batas pagar pemiliknya. Kali ini, soal kucing.Â
"Antiik ... kucing lu, nih, kebangetan banget kalo beol!" Teriakan itu mulai pecah terdengar. Dari balik pagar rumahku, aku bisa melihat Opa Tejo sedang membungkuk, membersihkan lantai garasinya.
Sesaat kemudian suara perempuan yang lebih cocok dipanggil nenek itu menyahut,"kenapa emang, kucing gue, Jo?" Terdengar santai seperti tak terjadi apa-apa, tapi siapa yang paham dengan apa yang dirasakannya.
"Elu, tuh, punya kucing gak dijaga! Abis nih, garasi gue, *ai semua!" cerca Opa Tejo sambil menyiram air satu ember ke arah jalan.
Sesaat terdengar hening. Entah apa yang dikerjakan Oma Antik, aku belum mendengar suaranya lagi. Opa Tejo lalu mengepel lantai garasinya yang bersebelahan persis dengan teras Oma Antik.Â
Sebenarnya namanya Cantika. Tetapi orang-orang sekitar sini biasanya memanggilnya 'Oma Antik'. Mungkin karena sesuai dengan perilakunya yang terkadang--bagiku--cukup eksentrik.Â
 Sedangkan lelaki tua yang biasa disapa 'Opa Tejo' ini kutaksir usianya sekitar tujuh puluhan. Pensiunan tentara, tak kalah eksentrik dari Oma Antik. Badannya masih tegap, kemana-mana selalu mengenakan kaca mata hitam model Ray-Ban Aviator.
Opa Tejo juga masih suka bepergian dengan jeep Land Rover tua miliknya yang juga masih terawat baik. Jika kehidupan sehari-hari Oma Antik terkesan anti sosial, kebalikan dengan Opa Tejo yang masih mau membaur dengan tetangga kanan-kirinya--meskipun sering terlihat tidak mau kalah, hanya sekadar ingin menunjukkan eksistensi. Maklum saja, Opa Tejo tinggal sendirian di rumahnya. Jadi, sebenarnya dia hanya perlu teman bicara.
"Kucing lu ada berapa, sih? Kalo gak sanggup miara, jangan banyak-banyak dong!" Opa Tejo mulai mengomel lagi.
"Sembarangan! Kucing gue, tuh, ya, sehari-hari di kandang semua. Emang lu yakin itu kucing gue yang_"