Mohon tunggu...
Ahmad Nugraha Putra
Ahmad Nugraha Putra Mohon Tunggu... Jurnalis - Belajar nulis

Apa cuma saya, atau di luar sana tengah menggila...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memaknai Kiasan Tingkatan Kepramukaan

22 Agustus 2020   17:02 Diperbarui: 22 Agustus 2020   17:13 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ahmad Nugraha Putra

GERAKAN Pramuka sebagai organisasi kepanduan yang menjalankan pendidikan kepramukaan dinilai mempunyai sistem, jenjang, tahapan dan mekanisme yang kompleks. Maka pendidikan non-formal di luar lingkungan sekolah dan keluarga ini disebut-sebut sebagai pendidikan sepanjang hayat bagi setiap pramuka mulai dari golongan siaga, penggalang, penegak dan pendega hingga pembina.

Berdasarkan aturan di anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Gerakan Pramuka, keanggotaan secara umum terbagi dua yakni anggota muda dan anggota dewasa. Anggota muda atau peserta didik terbagi empat golongan yaitu siaga, penggalang, penegak dan pandega atau disingkat SGTD. 

Sementara anggota dewasa yaitu golongan pembina yaitu pramuka berusia 25 tahun ke atas atau sudah menikah. Pembagian golongan berdasarkan usia peserta. Menariknya, dalam tiap golongan ada tingkatan, tingkatan dimaksud sebagai tahapan pencapaian kompetensi tertentu bagi peserta didik yang dikiaskan dengan nilai-nilai luhur, budaya dan kepribadian.

"Sebagai pendidikan kepanduan yang kompleks, semua hal diatur dan menariknya mengambil kiasan dari nilai-nilai kebangsaan, sejarah perjuangan dan semacamnya dengan tujuan nilai kiasan tadi tercermin pada peserta didik. Dalam kepramukaan kiasan berfungsi untuk mendorong kreativitas, mental dan keterampilan pesdik dalam kegiatan kepramukaan hingga kehidupannya sehari hari. Maka penting bagi pramuka pada golongan tertentu memenuhi kompetensi tingkatan di dalamnya," jelas pembina pramuka asal Deliserdang, Roni Sunaria, SPd, Kamis (30/7).

Bab kiasan dasar punya tempat khusus dalam pendidikan kepramukaan. Karena dinilai mampu menumbuhkan rasa cinta Tanah Air, karena dilaksanakan atau diterapkan berdasarkan sejarah perjuangan dan budaya bangsa Indonesia. Kiasan dasar  diciptakan sedemikian rupa agar menarik, menantang dan sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi peserta didik. 

Nama SGTD pun diambil dari sejarah bangsa. "Pramuka siaga 7-10 tahun, diambil dari romantika perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda, yaitu masa 'menyiagakan' rakyat.
Masa ini awal dimulainya perjuangan baru yang ditandai dengan berdirinya pergerakan nasional Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908," urainya.

Begitu pun pramuka penggalang usia 11-15 tahun, kata penggalang dari ungkapan 'menggalang persatuan' yang berpuncak pada Sumpah Pemuda 1928. Lalu pramuka penegak usia 16-20 tahun diambil dari ungkapan 'menegakkan kemerdekaan' yang ditandai hari proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945. Pramuka pandega usia 21-25 dengan ungkapan 'memandegani' kemerdekaan. Istilah ini berarti mempelopori atau mengisi fase pembangunan bangsa setelah merdeka.

Makna tingkatan

Selain golongan SGTD, pendidikan kepramukaan juga memiliki tingkatan di dalamnya yang akan diulas terkait makna dan sasaran capaian dari kompetensi pesdik. "Yaitu golongan siaga dengan tingkatan mula, bantu, tata. Siaga mula mengkiaskan tingkat kecakapan awal yang harus dimiliki anak, siaga bantu mengkiaskan tingkatan kecakapan siaga yang bisa membantu pekerjaan-pekerjaan tertentu. 

Lalu siaga tata, berarti punya tingkat kecakapan sudah diikutsertakan untuk menata karya kesiagaan. Menata karya artinya menyusun dan mengatur pekerjaan dengan rapih dan bersih, ini karakter yang ditanamkan untuk pramuka siaga," paparnya.

Penggalang dengan tingkatan ramu, rakit, terap. Penggalang ramu dengan esensi mampu meramu, menentukan bahan-bahan atau komposisi untuk membangun atau membuat sesuatu. Penggalang rakit mengkiaskan sejarah perjuangan bangsa setelah mencari ramuan atau cara atau bahan-bahan, kemudian dirakit atau disusun menjadi karya. Tingkat akhir yaitu penggalang terap dengan arti kiasan sesuatu yang dirakit atau disusun menjadi karya kemudian dapat diterapkan dalam pembangunan bangsa dan negara.

"Di penegak, tingkatan hanya dua, bantara dan laksana. Bantara diambil dari bahasa sanskerta berarti ajudan atau pengawal yang berarti penegak bantara di usia 15-20 mampu mengawal atau mendampingi sesuatu hal dengan baik, rapi dan tuntas. Lalu penegak laksana berarti mampu melaksanakan sesuatu hal, tidak hanya sebagai pengawal atau pengikut saja tapi mampu melaksanakan sesuatu sebagai pelaksana yang mandiri dan bekerja rapi dan tuntas. 

Hal ini juga tergambarkan dalam giat penegak, peran pembina tidak begitu signifikan, tapi dalam pelaksanaan mengandalkan para personel atau anggota penegak di gugusdepan," tukasnya.

Dalam psikologi peserta didik, jelasnya, usia penegak ini juga termasuk usia remaja awal. Maka pendampingan untuk menemukan identitas diri menjadi penting, diharapkan dengan pendekatan pendidikan kepramukaan, peserta didik menempuh jalan yang positif dan membangun di masa mudanya tentu dengan aktivitas kepramukaan. "Maka tak heran jika pendidikan kepramukaan memberikan kesan mendalam dalam perjalanan hidup generasi muda, hal ini sejalan tujuan kepramukaan," imbuhnya.

Sementara, golongan pandega hanya memiliki satu tingkatan saja yang dimuat dalam syarat kecakapan umum (SKU) golongan pandega. Arti kiasan tingkatan pandega ini lebih kepada pembentukan karakter kepemimpinan, kematangan jiwa dan mental serta pengabdian masyarakat. 

Dari semua golongan ini, dijelaskannya, tingkatan di dalamnya bisa diraih dengan menyelesaikan SKU pada golongan dan tingkatan tertentu. Setiap tingkatan diraih disertai tanda tingkat atau tanda kecakapan umum (TKU) atau dengan kiasan kepangkatan seperti balok kelopak bunga kelapa untuk siaga, mayang kelapa untuk penggalang dan tanda bahu untuk penegak dan pandega.

"Namun belakangan, informasi berkembang ada wacana untuk menambah dan mengembangkan kecakapan untuk golongan pandega, bahkan sudah disuarakan di tingkat nasional. Kalau saat ini hanya satu tingkatan pandega, ada rencana untuk menambah menjadi dua, yakni pandega muda dan pandega madya," tukasnya yang pernah menjabat sebagai pemangku adat putra, Racana Pandega H Adam Malik Pramuka UIN-SU.

Kiasan warna
Bukan pendidikan kepramukaan namanya jika tanpa makna pada setiap atribut dan kelengkapannya. Sama halnya dengan pemakaian warna di golongan dan tingkatan tersebut. 

Siaga menggunakan warna hijau, penggalang merah, penegak kuning, pandega cokelat dan pembina hitam. Hijau melambangkan kesegaran hidup sesuatu yang sedang tumbuh dan siap dikembangkan. Merah, melambangkan kemeriahan hidup sesuatu yang sedang berkembang dan semangat, kuning dan kuning emas melambangkan kecerahan hidup yang menuju ke keagungan dan keluhuran budi.

Cokelat pada golongan pandega melambangkan kematangan jasmani dan rohani, kedewasaan dan keteguhan. Hal ini juga dimaksudkan kematangan dalam sosial masyarakat dan pengabdian. Dalam literasi lainnya, penggunaan warna dalam pendidikan kepramukaan ini diambil dari tanaman yang banyak ditumbuhkan di Indonesia yaitu kecambah atau taoge,  merupakan tanaman dari kacang hijau.

"Warna-warna itu diambil dari daur atau siklus pertumbuhan kecambah. Mulai hijau, sejak awal biji dan tunas. Lalu kemerahan di bagian atas atau di daunnya. Setelah cukup usia, kecambah berubah dan menguning, setelah semakin tua warnanya berubah menjadi coklat kemudian menghitam," paparnya.

Kiasan dasar meliputi kiasan warna dan nama-nama golongan hingga tingkatan, jelas Roni, merupakan alat dan sarana pendidikan kepramukaan bagi peserta didik. Maksud dan nilai yang terkandung di dalamnya diharapkan bisa ditanamkan hingga diterapkan pada karakter, mental, jiwa dan keterampilan serta kompetensi peserta didik  dalam kehidupan dan karirnya di dunia.

"Selain perkembangan zaman dan teknologi yang begitu deras, penting bagi pembina tetap memberikan kompetensi juga menanamkan nilai-nilai luhur dan budaya bangsa agar tidak lupa identitas sebagai orang Indonesia yang cinta tanah kelahirannya, religius, mandiri, bertanggung jawab, disiplin dan kreatif serta cinta alam," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun