Penggalang dengan tingkatan ramu, rakit, terap. Penggalang ramu dengan esensi mampu meramu, menentukan bahan-bahan atau komposisi untuk membangun atau membuat sesuatu. Penggalang rakit mengkiaskan sejarah perjuangan bangsa setelah mencari ramuan atau cara atau bahan-bahan, kemudian dirakit atau disusun menjadi karya. Tingkat akhir yaitu penggalang terap dengan arti kiasan sesuatu yang dirakit atau disusun menjadi karya kemudian dapat diterapkan dalam pembangunan bangsa dan negara.
"Di penegak, tingkatan hanya dua, bantara dan laksana. Bantara diambil dari bahasa sanskerta berarti ajudan atau pengawal yang berarti penegak bantara di usia 15-20 mampu mengawal atau mendampingi sesuatu hal dengan baik, rapi dan tuntas. Lalu penegak laksana berarti mampu melaksanakan sesuatu hal, tidak hanya sebagai pengawal atau pengikut saja tapi mampu melaksanakan sesuatu sebagai pelaksana yang mandiri dan bekerja rapi dan tuntas.Â
Hal ini juga tergambarkan dalam giat penegak, peran pembina tidak begitu signifikan, tapi dalam pelaksanaan mengandalkan para personel atau anggota penegak di gugusdepan," tukasnya.
Dalam psikologi peserta didik, jelasnya, usia penegak ini juga termasuk usia remaja awal. Maka pendampingan untuk menemukan identitas diri menjadi penting, diharapkan dengan pendekatan pendidikan kepramukaan, peserta didik menempuh jalan yang positif dan membangun di masa mudanya tentu dengan aktivitas kepramukaan. "Maka tak heran jika pendidikan kepramukaan memberikan kesan mendalam dalam perjalanan hidup generasi muda, hal ini sejalan tujuan kepramukaan," imbuhnya.
Sementara, golongan pandega hanya memiliki satu tingkatan saja yang dimuat dalam syarat kecakapan umum (SKU) golongan pandega. Arti kiasan tingkatan pandega ini lebih kepada pembentukan karakter kepemimpinan, kematangan jiwa dan mental serta pengabdian masyarakat.Â
Dari semua golongan ini, dijelaskannya, tingkatan di dalamnya bisa diraih dengan menyelesaikan SKU pada golongan dan tingkatan tertentu. Setiap tingkatan diraih disertai tanda tingkat atau tanda kecakapan umum (TKU) atau dengan kiasan kepangkatan seperti balok kelopak bunga kelapa untuk siaga, mayang kelapa untuk penggalang dan tanda bahu untuk penegak dan pandega.
"Namun belakangan, informasi berkembang ada wacana untuk menambah dan mengembangkan kecakapan untuk golongan pandega, bahkan sudah disuarakan di tingkat nasional. Kalau saat ini hanya satu tingkatan pandega, ada rencana untuk menambah menjadi dua, yakni pandega muda dan pandega madya," tukasnya yang pernah menjabat sebagai pemangku adat putra, Racana Pandega H Adam Malik Pramuka UIN-SU.
Kiasan warna
Bukan pendidikan kepramukaan namanya jika tanpa makna pada setiap atribut dan kelengkapannya. Sama halnya dengan pemakaian warna di golongan dan tingkatan tersebut.Â
Siaga menggunakan warna hijau, penggalang merah, penegak kuning, pandega cokelat dan pembina hitam. Hijau melambangkan kesegaran hidup sesuatu yang sedang tumbuh dan siap dikembangkan. Merah, melambangkan kemeriahan hidup sesuatu yang sedang berkembang dan semangat, kuning dan kuning emas melambangkan kecerahan hidup yang menuju ke keagungan dan keluhuran budi.
Cokelat pada golongan pandega melambangkan kematangan jasmani dan rohani, kedewasaan dan keteguhan. Hal ini juga dimaksudkan kematangan dalam sosial masyarakat dan pengabdian. Dalam literasi lainnya, penggunaan warna dalam pendidikan kepramukaan ini diambil dari tanaman yang banyak ditumbuhkan di Indonesia yaitu kecambah atau taoge, Â merupakan tanaman dari kacang hijau.
"Warna-warna itu diambil dari daur atau siklus pertumbuhan kecambah. Mulai hijau, sejak awal biji dan tunas. Lalu kemerahan di bagian atas atau di daunnya. Setelah cukup usia, kecambah berubah dan menguning, setelah semakin tua warnanya berubah menjadi coklat kemudian menghitam," paparnya.