Mohon tunggu...
Sam Nugroho
Sam Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Notulis, typist, penulis konten, blogger

Simple Life Simple Problem

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terciptanya Ruang Literasi yang Ramah dari Rumah dengan Dukungan Akses Tanpa Batas

4 November 2021   18:36 Diperbarui: 4 November 2021   18:42 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan membanjirnya disinformasi konten dan tayangan terutama di laman sosial media, mustahil dengan mudahnya dapat terkendali. Apalagi ketika pandemi melanda negeri ini, banyak sekali konten yang bermuatan informasi yang tidak jelas hingga berujung menyesatkan. Tak jarang malah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Hal ini diperparah dengan rendahnya budaya membaca di tanah air. Mengutip artikel dari kominfo.go.id bahwa UNESCO menyebutkan Indonesia berada di urutan kedua terbawah terkait literasi dunia. Hal ini menunjukkan minat baca orang Indonesia masih di bawah rata-rata. 

Menurut sumber data, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya sebesar 0,001%. Wow! Jangankan 1 persen ya, 0,1% pun tidak. Itu artinya, dari 1000 orang Indonesia, hanya ada 1 orang yang rajin membaca. Miris ya?

Tambah pula menurut riset yang berbeda dalam World's Most Literate Nations Ranked pada tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand dan hanya setingkat di atas Bostwana. Padahal, dari segi penilaian prasarana untuk mendukung kegiatan membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa lho.

Hal ini tak sejalan dengan fakta jika Indonesia merupakan negara dengan pengguna aktif ponsel pintar terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Malahan berdasarkan data wearesocial per Januari 2017 yang mengungkapkan orang Indonesia tahan menatap layar gawai berjam-jam dalam sehari. Tak heran dalam hal berisik di media sosial Indonesia didapuk menempati posisi ke 5 dunia. Wkwk

Sudah malas membaca buku, tapi mampu menatap layar gawai selama 9 jam, ditambah paling berisik di media sosial. Ngga heran jika masyarakat Indonesia mudah sekali terpapar informasi yang bersifat hoax (berita bohong), fake news (berita palsu) dan false news (berita yang salah). 

Seringkali mereka menelan mentah-mentah begitu saja informasi yang diterima tanpa kroscek terlebih dahulu. Informasi yang mereka konsumsi hanya berasal dari medsos saja. Padahal kebanyakan konten tersebut hanya berupa opini, fitnah bahkan cenderung provokasi yang berdampak pada polarisasi.

Pentingnya Literasi Medsos

Masyarakat cenderung mencari pembenaran ketimbang kebenaran itu sendiri. Stop sampai di sini, jangan sampai gayung bersambut ke anak cucu kita nanti. Oleh sebab itulah dibutuhkan upaya literasi dari rumah yang lebih ramah. Budaya literasi dapat dimulai dari hal yang terkecil yaitu di rumah. 

Peran orang tua menjadi penting untuk memberikan kontribusi terutama literasi dalam bermedia sosial khususnya pada anak. Literasi medsos bertujuan untuk mendidik anak agar bertindak dengan bijak sebagai pengguna informasi.

Seperti misalnya anak diajarkan etika ketika hendak mengunggah status. Sejak dini dibimbing dalam menyaring informasi yang ingin di sharing. Mengingatkan mereka perlu adanya akurasi dan validasi dari sumber yang lebih terpercaya sebelum dikonfirmasi. 

Berani berkata tidak dan menolak jika mendapati informasi berantai yang tidak benar dan cenderung tendensius. Emosi anak terutama di kalangan remaja mudah sekali goyah jika dijejali segala sesuatu yang memacu adrenalin.

Mendampingi mereka untuk menghapus konten yang kurang bermanfaat atau tidak ramah dengan seusianya merupakan langkah yang bijak agar mereka dapat memilah dan memilih nilai-nilai positif bagi diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya. 

Membiasakan anak untuk bertutur kata dan bersikap dengan sopan terutama saat sedang mengakses sosmed juga mutlak diperlukan. Boleh bebas untuk berpendapat, tapi harus santun dengan lawan bicaranya.

Selain itu, orang tua sebaiknya lebih proaktif memeriksa gawai yang dipegang oleh anaknya. Apabila ditemukan tanda-tanda aneh, para orang tua harus segera menasihati mereka. 

Apalagi banyak di rumah bukan berarti menjadi lengah. Pengawasan tetap dilakukan ketika anak mulai mengakses sosial media. Kuncinya adalah kontrol keluarga menjadi hal penting agar anak tetap bijak bermedsos.

Ruang Literasi Ramah dari Rumah

Dengan jumlah pengguna internet yang semakin pesat tentu saja cara kita bernavigasi di jagat maya berperan penting agar tidak berdampak buruk di kemudian hari. Apalagi selama pandemi baik itu para pendidik dan peserta didik dipaksa untuk menyesuaikan dengan kondisi dalam melakukan semua kegiatan berbasis daring. Di era kebiasaan baru seperti sekarang ini kita dituntut untuk lebih pandai terutama jadi lebih cakap digital terutama dalam hal literasi.

Nah, untuk mendukung kemahiran kita berliterasi dengan segudang aktivitas tanpa batas selama di rumah perlu adanya koneksi internet yang dapat diandalkan. Tak henti-hentinya IndiHome sebagai layanan internetnya Indonesia kembali menghadirkan kemudahan dan kenyamanan dalam mengakses dan menyebarluaskan informasi serta mendukung kegiatan kita sehari-hari. 

Saya baru tahu ternyata ada lho paket yang dikhususkan untuk pelajar, pengajar dan bahkan para jurnalis. Kalau begini proses belajar dan mengajar semakin semangat dong?

Paket spesial ini terbilang hemat karena telah dilengkapi akses IndiHome study. Dengan adanya dukungan internet tanpa batas dan stabil turut pula mendukung kegiatan belajar mengajar maupun pekerjaan yang lebih ideal meski lagi-lagi masih dari rumah. Sama seperti paket-paket sebelumnya untuk melengkapi kebutuhan para pelanggannya, IndiHome menyediakan pelayanan selama 24 jam dalam seminggu baik dalam bentuk aduan maupun perbaikan.

Bagi yang ingin berlangganan kamu bisa mendaftarkan paket khusus pelajar, pengajar dan jurnalis dari IndiHome hanya dengan persyaratan mudah. Jika kamu adalah pelajar hanya dengan menunjukkan foto Kartu Keluarga, sedangkan khusus untuk para pengajar dengan mencantumkan bukti sebagai Guru atau Tenaga Kependidikan berupa Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang telah disahkan oleh Kemendikbud. Sementara untuk jurnalis cukup memperlihatkan foto kartu identitas jurnalis yang diterbitkan oleh perusahaan atau instansi yang bersangkutan.

Sudah sepatutnya kita memiliki kemampuan berpikir kritis dibarengi dengan pemikiran yang logis pula. Biasakan diri kita untuk belajar menetapkan skala prioritas dan berpikir lebih jauh ke depan. Agar energi tidak mubadzir dalam menanggapi hal-hal yang menguras emosi dan membuang waktu kita atau istilahnya unfaedah. Dengan begitu kita jadi peka dalam membedakan informasi antara yang fakta dan bohong, serta konten baik dan berbahaya.

Dukungan literasi digital yang baik diharapkan akan membangun budaya dalam bijak bermedia sosial. Tak pelak diperlukan upaya terus-menerus untuk terus membangun literasi digital agar tercipta ruang literasi yang semakin sehat. Pekerjaan rumah yang berat memang tapi jika bukan kita, siapa lagi yang mau peduli? Jika bukan sekarang saatnya, lalu kapan lagi?

Semoga bemanfaaat,

Salam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun