Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Financial

Masa Depan Dapen Pasca UU Nomor 4 Tahun 2023

12 April 2023   20:06 Diperbarui: 12 April 2023   20:24 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkontribusi pemikiran untuk masa depan yang lebih baik, rasanya baik-baik saja. Meskipun ada warning yang idealnya diwaspadai dan diantisipasi. Fokus bagaimana menjadikan warga senior (baca: Pensiunan) yang lebih sejahtera, adalah utama di balik produk regulasi yang pasti tujuan formalnya baik-baik saja.

Tulisan ini telah dimuat di Majalah Info Dana Pensiun Edisi Maret - April 2023, dan saya tayangkan lengkap di sini dengan tujuan sosialisasi. 

Silakan disimak dan mari diskusi.

-------------------------------------------------

Tantangan Dapen Pasca UU No. 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

Pengantar

Kemanakah roda organisasi Dapen di Indonesia ini berjalan? Apakah menuju kemajuan progresif, ataukah menuju kematian secara bertahap? Pasti jawaban optimistic akan mengarah bahwa tidak mungkin sebuah regulasi dirancang untuk menyiapkan prosesi kematian. Namun yang terbiasa dengan mitigasi risiko, sebuah kebijakan pasti ada dampak positif maupun negative.

Di luar konteks negative positif, mari kita  diskusikan sejanak kira-kira nasib Dana Pensiun selepas disahkan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Penulis mencatat setidaknya ada 5 (lima)  situasi masa depan Dapen terutama jika kita bandingkan dengan kondisi riil di lapangan.

  • Dapen versus Asuransi Penyedia Anuitas 

Bapak Arif Hartanto (2023) mencatat bahwa sejatinya kita perlu menyambut gembira atas UU ini. Sebab, UUPPSK mengatur masalah pembayaran manfaat pensiun, di mana Dapen tidak wajib lagi untuk membeli Anuitas dari Perusahaan Asuransi. Khususnya PPIP (Program Pensiun Iuran Pasti), ini menggembirakan sebab selain MP dapat dibayarkan secara lumpsum (Manfaat Pensiun Sekaligus), juga dapat dicicil bulanan sebagaimana formula Anuitas dan jadinya PPIP akan menjadi mirip Dapen PPMP dalam pembayaran MP Bulanan,  meskipun pembayarnya adalah tetap DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja).

Di sisi lain, jika Dapen adalah skema PPMP (Program Pensiun Manfaat Pasti), yang selama ini membayarkan secara langsung MP Bulanan, maka realitas di lapangan menunjukkan adanya fenomena pengakhiran kepesertaan Dapen (biasanya Mitra Pendiri mulai mundur satu satu), dan condong akan memindahkan pembayaran bulanannya ke Anuitas Asuransi.

Problem muncul ketika penetapan bunga aktuaris oleh Pendiri, jauh melebihi besaran pengembangan investasi di lapangan. Ketika pembayaran MP dipindahkan ke Anuitas, maka ada besaran lumpsum yang harus dibayarkan oleh Dapen, untuk pengakhiran kepesertaan Dana Pensiun. Kendala lagi-lagi di asumsi atau penetapan bunga aktuaris.

Dengan demikian, UU ini belum menjawab adanya penetapan besaran pengembangan investasi yang wajar, yang menjamin Dapen akan lebih nyaman membayarkan Manfaat Pensiun bulanan, baik melalui Anuitas maupun langsung oleh Dapen.

Sebagaimana diketahui, jika bunga aktuaris terkoreksi semakin rendah, sementara pengembangan investasi juga masih rendah, maka akan timbul risiko bagi Pendiri untuk membayarkan Iuran Tambahan yang semakin besar. Di sisi lain, bunga aktuaris yang tinggi akan "merepotkan" Dapen dalam mengejar target pengembangan investasi.

  • Dapen versus Pendiri dalam hal Ekualiti Tritmen 

Adakah equality threatment terhadap Dapen sebagai entitas organisasi dalam struktur organisasi Pendiri? 

Dapen adalah entitas independen, yang didirikan khusus oleh Pendiri dan Mitra Pendiri, untuk menjamin kesinambungan pembayaran Manfaat Pensiun secara tepat   guna, waktu, besaran,  dan tepat sasaran. Dapen, sejatinya, bukan organisasi profit yang diwajibkan untuk mendapatkan margin tertentu, atau target RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan) yang mewajibkan pertumbuhan revenue dan profit bagi anak perusahaan, atau sub holding dan afiliasi.

Namun dalam kenyataannya, Dapen tetap ditargetkan untuk mendapatkan pengembangan investasi sehingga tidak tergantung kepada iuran normal dan iuran tambahan.

Di sisi lain, standar kinerja dan system kompensasi (baca: remunerasi) sangat berbeda dengan anak perusahaan atau sub holding lainnya.

Sebagai missal, pada tahun 2023 ini masih ditemukan remunerasi Pengurus yang mengacu kepada Peraturan Dana Pensiun (PDP) yang disahkan pada tahun yang lama sekali. Penyesuaian dengan inflasi dan standar gaji peer group (organisasi sebaya), juga tidak ada evaluasi sama sekali.

Apakah selepas UU ini hal teknis juga akan menjadi perhatian sehingag semua akan bergerak progresif maju? Masih perlu jawaban lebih lanjut.

  • Kualitas SDM Dapen versus Pendiri 

Pernah penulis sampaikan adanya urgensi monostatus pegawai Dapen, dalam konteks adanya aspirasi agar kualitas SDM Daen juga akan mengimbangi kualitas SDM Pendiri. Dengan monostatus, maka Pengurus Dapen akan lebih fleksibel untuk mengadakan pembinaan, pelatihan, dan penyesuaian dalam hal pengukuran kinerja beserta system rewards dan punishment.

Dalam kenyataannya, sering dijumpai bahwa SDM Dapen kurang mendapatkan perhatian dari Pendiri. Lagi-lagi system remunerasi pegawai Dapen masih perlu banyak penyesuaian, bahkan ditemukenali karir pegawai Dapen belum ada celah untuk lintas organisasi (crossectional career) di antara anak perusahaan atau afiliasi Pendiri.

Tidak dipungkiri, banyak SDM Pendiri yang enggan ditempatkan di Dapen, karena banyak hal dimaksud. Sementara, tuntutan kinerja organisasi Dapen semakin tinggi.

Apakah UU terkini dimaksud juga akan dapat menjawab permasalahan ini? Masih penuh Tanya.

  • Siapakah Bapak Pembina Dapen? 

Sebenarnya siapakah Bapaknya Dapen itu? Apakah Kementrian BUMN, Kementrian Keuangan, atau Otoritas Jasa Keuangan? Dalam hal Laporan kinerja bulanan, triwulan, semester, selain Laporan ke Pendiri, selama ini juga kepada Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dus, sebenarnya dapat dikatakan bahwa Bapak Pembina Dapen adalah OJK. Dengan statemen beberapa waktu yang lalu bahwa Dapen sarang korupsi dan hanya 35% Dapen milik BUMN yang tertib administrasi, maka diadakan due diligence pemeriksaan tingkat kesehatan Dapen oleh Kementrian BUMN.

Inisiatif positif dari Kementrian BUMN ini layak disambut gembira, bahwa ternyata Dapen masih dianggap penting dan perlu "diselamatkan". Timbul pertanyaan, jadi selama ini Laporan ke OJK yang membuat klaster Dapen dalam Kelas IV, III, II, dan I itu apakah tidak menjadi referensi tingkat kesehatan Dapen? Semoga koordinasi akan semakin baik, sehingga data-data tersebut bisa saling mendukung untuk kroscek dan verifikasi.

Penerapan UU ini perlu juga menjawab tentang Bapak/Ibu Pembina Dapen, sehingga arus data dan informasi akan menjadi 1 pintu yang nilai tambahnya adalah data tidak berhamburan kepada banyak pihak.

Data yang berhamburan berisiko

  • Masihkah Dapen Diperlukan? 

Dapen sejatinya sangat diperlukan karena membantu negara "ngopeni" para pensiunan dengan pembayaran Manfaat Pensiun bulanan sampai pemilik hak habis. Sebab jika pensiunan berpulang, masih terbuka hak bagi janda/duda/anak, sesuai regulasi yang berjalan. Jika anak sudah berusia 21 tahun atau sudah bekerja atau maksimal 25 tahun namun belum bekerja/masih sekolah, maka hak masih diterimakan.

Ini semacam social security bagi keluarga Indonesia. Di sisi lain, ada opini berkembang bahwa Dapen bisa saja menghilang dari Indonesia karena eksistensinya telah digantikan oleh BPJS Jamsostek/Ketenagakerjaan. Adanya varian JHT (Jaminan Hari Tua), JP (Jaminan Pensiun), dan JK (Jaminan Kematian), sampai JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), adalah produk paling lengkap dari Dapen ala Jamsostek.

Pertanyaannya, mampukah  Jamsostek mengambil alih peran Dapen selama ini? Bagaimana dengan banjir data yang bahkan Dapen sendiri masih pelru banyak berbenah dari sisi otentifikasi dan validasi data kepesertaan secara berkesinambungan?

UU ini seharusnya menjadi proteksi atas keberadaan Dapen baik Swasta maupun BUMN, sehingga ke depan focus kepada peningkatan kesejahteraan senior citizenship (pensiunan) akan dapat semakin baik. UU ini juga membutuhkan sosialisasi lebih lanjut, sebab sebagian pengelola Dapen bahwa sambil bercanda berkata, "Jangan-jangan Dapen akan berubah menjadi Unit Pembayaran Manfaat Pensiunan saja, bukan sebagai entitas yang mandiri.".

Semoga kesejahteraan pensiunan kita semakin baik. Selamat Berpuasa Ramadhan, dan menyambut Iedul Fitri 1444 H. (***)

dikutip ulang 12 April 2023 Untuk Kompasiana. 

Oleh : Nugroho Dwi Priyohadi

Direktur Kepesertaan SDM dan Umum Dapen Pelindo

Dosen LB - UNS Solo & Unair Surabaya, NIDK di Stiamak Barunawati

Referensi :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun