Alhamdulillah barusan lewat kami melakukan reuni dan silaturahmi. Setelah waktu magrib, kami berkumpul dan berdiskusi banyak hal.
Ya sebenarnya mengobrol saja. Namun karena suasana Ramadhan, ada kisah-kisah yang dibagi sehingga diharapkan ada butiran hikmah yang semoga punya arti.
Seperti kisah ini. Saya alhamdulillah naik haji pada tahun 2014. Ya sudah berjalan untuk posisi Maret 2023 ini sekitar 9 tahun. Waduh, lama juga ya. Maka komunitas kami ada yang namanya Album 14 Kota Yogyakarta. Singkatan dari Alumni Haji Bina Umat Tahun 2014.
Kisah haji saya bagi di sini semata tujuan silaturahmi. Nek dianggep pamer ya sudahlah, boleh saja namanya pikiran orang. Sama halnya kalau saya menyampaikan opini, juga dianggap pamer.
Yang penting semoga bermanfaat.
Sebagian jamaah haji itu, ada yang diberi kesempatan bisa mencium Hajr Aswad, ada yang tidak. Hajr Aswad sendiri dalam riwayat adalah batu terakhir yang digunakan untuk melengkapi bangunan Kabah.
Diletakkan di pojok Kabah, desain batu dibungkus dengan pelindung logam semacam aluminium terlindungi.
Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, "Wahai batu, seandainya aku tidak pernah melihat Rasulullah Muhammad SAW mencium engkau, maka tidak akan pernah kulakukan untuk itu. Aku hanya meniru apa yang dilakukan oleh Rasulullah."
Demikian motivasi jamaah haji ketika berusaha mencium batu hitam tersebut.
Sangking banyaknya orang mau mencium Hajr Aswad, maka berjubelan orang, bahkan berebutan.
Bahkan konon ada calo-calo di sekitar yang mau menjual jasa menolong orang agar bisa mencium Hajr Aswad.
Ada-ada saja.
Nah, alhamdulillah saya dan istri mendapatkan kesempatan mencium Hajr Aswad dalam sebuah "kebetulan". Kebetulan bagi manusia, namun sejatinya memang sudah ditakdirkan ada kesempatan tersebut.
Menjelang shalat dhuhur berjamaah, lingkungan Kabah disterilkan oleh Asykar penjaga keamanan. Semua berbaris rapi untuk mendirikan shalat dhuhur.
Pas kami ada di depan hajr Aswad.
"Hajr Aswad...", teriak saya sambil melihat Asykar.
"Indonesia....? " tanya Asykar.
Entah wajah saya yang Ngindonesia atau memang mereka hapal dengan model fisik Indonesia, alhamdulillah akhirnya saya diberi kesempatan mencium Hajr Aswad. Bersama dengan istri.
Begitu selesei, shalat dhuhur segera didirikan dan kami juga segera berbenah shalat berjamaah.
Sementara itu, ada teman haji saya yang "tidak mampu" mencium Hajr Aswad.
Di balik semua, saya menduga bahwa memang bagi yang ingin mampu mencium Hajr Aswad, harus berniat sebelum berangkat haji atau umroh.
"Bismillah, semoga Allah memudahkan saya mencium Hajr Aswad, "demikian niat saya ketika itu.
Alhamdulillah, bisa kesampaian.
Sementara teman saya yang "tidak mampu" mencium Hajr Aswad, rupanya memang dari rumah juga tidak berniat mampu mencium batu hitam tersebut.
"Kalau bisa syukur, kalau enggak kan bisa melambaikan tangan dari jauh", ujar teman saya.
Jadi, akhirnya benar bahwa ia hanya mampu melambaikan tangan.
Moralitas cerita: niatkan yang kuat untuk mampu mencium Hajr Aswad, insya Allah akan terkabul.
Demikian halnya, dalam banyak hal bahkan semua, niat yang kuat adalah salah satu kunci berhasilnya sebuah misi dan visi.
Selamat Ramadhan. (29.03.2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H