Mengarahkan Anak
Melihat anak yang kadang "berantakan" dalam bermain, ada baiknya orangtua peka terhadap maksud dan keinginan anak. Atau, dengan jeli membaca daya imajinasi anak, apa yang dimaui anak dengan alat permainannya.
Mungkin anak membayangkan diri sebagai seorang teknisi, sehingga suka membongkar alat permainannya. Namun bisa jadi, anak belum memiliki kontrol psikomotorik sehingga ia mengalami kesulitan untuk memperbaiki alat permainannya.
Bila anak tak mau dibantu untuk memperbaiki alat bermainnya, hendaknya orangtua tidak memaksa anak menyerahkan alat bermainnya karena anak sedang berproses untuk secara mandiri mengatasi masalah yang dihadapinya.
Arahan orangtua juga membantu anak menemukan alat bermain yang tepat, sesuai dengan keinginan atau imajinasi anak. Permainan berupa balok-balok kecil. Puzzle (gambar, patung, yang berasal dari rangkaian kayu atau kertas terpotong) merupakan alat bermain yang bermanfaat agar anak memiliki fungsi koordinasi dan kemampuan berpikir abstrak untuk divisualisasikan dalam bentuk rangkaian gambar atau miniatur patung.
Belajar Toleransi
Bila anak telah mampu bermain dalam sebuah tim kecil, maka anak pun akan terbimbing untuk mencapai kemampuan penyimpulan (inference) dan kemampuan peran kelompok. Anak belajar toleransi, koordinasi, dan berbagi dalam sebuah tim kecil.
Dalam permainan yang lebih kompleks, anak juga akan belajar untuk mencapai pemikiran relasional. Misalnya pengenalan terhadap konsep lebih tinggi, lebih pendek, lebih gelap, dan sebagainya.
Kecerdasan anak yang diperoleh melalui bermain tidak selalu tampak dalam kemampuan aktual (actual Competence), misalnya nilai rapor. Namun lebih tampak Pada kemampuan anak dalam memecahkan masalah-Masalah yang dihadapinya. Misalnya kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru.
Yang layak dijaga Orangtua adalah jangan sampai anak bermain dalam situasi yang membahayakan jiwanya, dan bukan mencegah anak bermain secara keseluruhan dan memaksanya menjadi "anak manis".