Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Penanganan Banjir Rob di Banjarmasin

12 Juni 2022   05:25 Diperbarui: 12 Juni 2022   05:50 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koran B Post (dokpri) 

MENCEGAH TENGGELAMNYA KOTA BANJARMASIN

Oleh : Nugroho Dwi Priyohadi*

Belum lama berselang, pada pertengah Mei  2022 ini kita dikagetkan dengan jebolnya tanggul kawasan Berikat kawasan industry Pelabuhan di Semarang Jawa Tengah. Rendaman yang menyapu kawasan sekitar dikabarkan sampai mencapai ketinggian di atas 1 meter. Alhamdulillah, kerjasama bahu membahu antara pemda, Tim SAR, operasional pekerja pelabuhan, BUMN, dan pemangku kepentingan, sehingga solusi dapat dilakukan sangat cepat. Bahkan Dolly Sistem yang diterapkan lama oleh Pelabuhan Tanjung Emas, dikenal mengadopsi system pengendalian rob dan banjir dengan teknologi dari Port of Rotterdam, Belanda.

Tidaklah mengherankan bahwa rob yang terjadi 23 Mei, dalam hitungan jam, langsung bisa dikendalikan sehingga stagnasi layanan operasi bongkar muat petikemas di Terminal Petikemas Semarang hanya terhenti selama 21 jam. Selanjutnya berangsur pulih dan membaik.

Lantas bagaimana masa depan potensi dan risiko rob di tanah air kita, wabil khusus Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan?

Sebagaimana diwartakan banyak media dan jurnal penelitian, ada 15 wilayah perairan dan pesisir Indonesia yang berpotensi disapu banjir rob, tidak hanya Semarang namun juga Aceh, Sumatra Utara, Sumatera Barat, Lampung, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jateng, Jatim, Bali, Maluku, dan khususnya Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Timur.

Artinya semua provinsi Kalimantan berisiko akan tenggelam. Belajar dari sejarah dan pengamatan, risiko tenggelamnya Kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan jauh lebih urgen untuk dipikirkan dan dicarikan solusi sejak dini. Apalagi case to case, rendaman rob sering dijumpai di sudut-sudut kota atau jalan rayat di sekitar Banjarmasin dan kota lain di Kalimantan. Maka kita terutama juga perlu belajar dari banjir rob di Semarang yang rutin terjadi dan kadang ditemui hentakan musibah sebagaimana terjadi pada bulan Mei yang lalu itu.

KARAKTERISTIK BERBEDA

Sekarang mari kita coba bandingkan antara Semarang dan Banjarmasin. Meski sama-sama dalam ancaman rob dan banjir, namun sejatinya ada karakteristik problem yang berbeda di antara kedua kota ini.

Semarang dikenal dengan banyak kejadian instrusi air laut dan penurunan permukaan tanah. Penulis berada dalam jejaring relasi kepelabuhanan, baik di Kalimantan maupun di Jawad an kawasan Indonesia lainnya. Semarang, sempat mendapatkan fatwa dari Pemerintah Kolonial Belanda ketika itu, bahwa lingkungan alam pesisirnya tidak kondusif untuk bisnis pelabuhan atau bongkar muat barang, ketika itu.

Maka tidak heran, jika jaman kolonial pelabuhan yang maju adalah Tanjung Priuk di Batavia Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Kajian teknik sipil dan manajemen kepelabuhanan menunjukkan bahwa struktur tanah yang selalu rutin mengalami penurunan, bukanlah tempat ideal untuk bongkar muat barang pelabuhan. Setelah teknologi dolly system (teknik memompa air rob ke laut) ditemukan dan pengendalian rob dikembangkan, pelahan tapi pasti Semarang berkembang menjadi terminal pelabuhan yang maju pesat.

Namun ancaman rob dan intrusi air laut yang menyebabkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) terus terjadi setiap tahun yang mencapai rerata 10 cm setiap tahun. Jelas ini menjadi tantangan tersendiri, sehingga peneliti masih perlu untuk melanjutkan teknologi penanganan dan penanggulangan rob di Semarang.

Berbeda dengan Semarang yang risiko banjir rob karena permukaan tanah daratan yang semakin turun, di Banjarmasin malah sebaliknya adanya penaikan permukaan tanah. Sayangnya, tanah yang naik di Banjarmasin itu bukanlah tanah daratan, melainkan perairan alias sedimentasi yang cukup parah di berbagai sudut sungai besar, anak sungai, hingga cucu cicit sungai likuk likuk sungai sampai ke tengah pemukiman warga.

Silakan dikroscek di lapangan. Semua papan infomasi nama sungai, diikuti oleh data panjang sungai, lebar sungai, dan nama sungai tentu saja. Namun tidak ada informasi terkait kedalaman dan perkiraan kecepatan alur sungainya dan debit air.

Hal ini selain karena pendataan memang lebih mudah mengukur panjang dan lebar, juga karena pengukuran kedalaman sungai, apalagi anak cucu cicit sungai, sangat langka dilakukan.

Pengukuran dan perawatan kedalaman sungai hanya ada di alur pelayaran komersial yang dilakukan oleh BUMN bekerja sama dengan pihak swasta dengan teknologi kapal pemeliharaan kedalaman (dredging technology). Padahal ancaman sedimentasi tidak hanya di alur pelayaran komersial, justru di banyak anak cucu cicit sungai, urat nadi sungai pelayaran rakyat, sangat rentan terhadap sedimentasi.

Sedimentasi ini disebabkan faktor alamiah semacam erosi, dan juga faktor non alamiah yakni polusi tanah dari pertambangan dan riak gelombang pemicu sedimentasi. Belum lagi sampah dari rumah tangga yang bisa jadi jumlahnya tidak sebanyak residu dari pertambangan, namun tetap turut menyumbang sedimentasi perairan Banjarmasin.

Perbedaan karakteristik antara Semarang dan Banjarmasin ini mewajibkan pemangku kepentingan agar melakukan tindakan yang lebih tepat dalam rangka pencegahan dan penanganan banjir rob di Banjarmasin. Jika di Semarang lebih focus kepada pemompaan air ke laut (dolly system), dan pencegahan intrusi air laut dengan memperketat aturan ekspolitasi air tanah, maka di Banjarmasin dapat lebih focus kepada pemeliharaan kedalaman sungai termasuk anak cucu cicit sungai, dan menyiapkan teknologi kapal keruk untuk menjamin kedalaman sungai dapat dilewati limpahan air laut pasang atau rob.

PERLUNYA TINDAKAN PENCEGAHAN

Dengan demikian, setidaknya para pemangku kepentingan dapat melakukan 3 langkah utama untuk mencegah tenggelamnya Kota Banjarmasin.

Pertama, tindakan pencegahan. Pencegahan ini berarti bagaimana caranya agar sedimentasi dapat dicegah dengan cara semua data sungai wajib mencantumkan kedalaman alur sungai. Baik itu sungai besar, maupun sungai kecil sampai ke dalam jaringan sungai alur pelayaran rakyat.  Semua wajib mencantumkan informasi kedalaman (depth of water), sehingga setiap tahun ada data yang bisa dibaca diinterpretasi, apakah sedimentasi bergerak cepat, atau masih dalam batas kewajaran.

Juga akan diketahui di hulu atau hilir sungai mana yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi. Hal ini penting sekaligus mengedukasi warga untuk sensitive terhadap data persungaian. Banjarmasin kota seribu sungai, sudah seharusnya juga seribu data sungai, alias komprehensif terpadu lengkap baik kedalaman, panjang, lebar, dan mitigasi risikonya.

Kedua, tindakan sosialisasi di semua lini pendidikan. Kita percaya semakin banyak orang peduli lingkungan, sehingga sudah selayaknya kita juga bangga dengan perolehan Penghargaan Kalpataru oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia yang juga diterimakan pada bulan Mei 2022.

Senyampang momentum yang indah ini, disamping warta musibah di Semarang terkait banjir rob, , maka sosialisasi gerakan cinta lingkungan hidup perlu terus digencarkan, sekaligus sosialisasi arti penting data sungai sehingga semua warga dapat melakukan pencegahan dan penanganan sedimentasi sungai.

Ketiga, tindakan aksi berbasis teknologi masa depan. Mau tidak mau, sudah selayaknya Pemda baik Tingkat I maupun II, mengalokasikan anggaran untuk pengerukan kedalaman sungai secara kontinyu. Bukan musiman dan bukan incidental. Di sebagian sudut Sungai Martapura memang sudah ada kapal keruk (dredging vessel) skala kecil untuk pemeliharaan dan pembersihan sampah sungai.

Namun sudah saatnya dikembangkan dengan ketersediaan kapal keruk yang beroperasi rutin, tidak hanya yang sudah ada di alur pelayaran Sungai Barito untuk moda angkutan batubara, melainkan juga untuk menjamin kedalaman sungai yang mengalir membelah kota desa sampai hutan di pedalaman Kalimantan Selatan.

Dengan demikian, kita berharap kedalaman sungai akan semakin terpelihara, dan Kota Banjarmasin akan tercegah dari risiko tenggelam akibat rob dan banjir. (***)

------------

Dr. Nugroho Dwi Priyohadi, MSc., alumnus Port Management WMU Swedia dan Doktor Psikologi Industri dari Universitas Airlangga, Dosen STIAMAK Barunawati Surabaya.

artikel ini telah tayang di Banjarmasin Post Edisi Cetak tanggal 11 Juni 2022.

Silakan dikutip dengan sitasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun