Juga akan diketahui di hulu atau hilir sungai mana yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi. Hal ini penting sekaligus mengedukasi warga untuk sensitive terhadap data persungaian. Banjarmasin kota seribu sungai, sudah seharusnya juga seribu data sungai, alias komprehensif terpadu lengkap baik kedalaman, panjang, lebar, dan mitigasi risikonya.
Kedua, tindakan sosialisasi di semua lini pendidikan. Kita percaya semakin banyak orang peduli lingkungan, sehingga sudah selayaknya kita juga bangga dengan perolehan Penghargaan Kalpataru oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia yang juga diterimakan pada bulan Mei 2022.
Senyampang momentum yang indah ini, disamping warta musibah di Semarang terkait banjir rob, , maka sosialisasi gerakan cinta lingkungan hidup perlu terus digencarkan, sekaligus sosialisasi arti penting data sungai sehingga semua warga dapat melakukan pencegahan dan penanganan sedimentasi sungai.
Ketiga, tindakan aksi berbasis teknologi masa depan. Mau tidak mau, sudah selayaknya Pemda baik Tingkat I maupun II, mengalokasikan anggaran untuk pengerukan kedalaman sungai secara kontinyu. Bukan musiman dan bukan incidental. Di sebagian sudut Sungai Martapura memang sudah ada kapal keruk (dredging vessel) skala kecil untuk pemeliharaan dan pembersihan sampah sungai.
Namun sudah saatnya dikembangkan dengan ketersediaan kapal keruk yang beroperasi rutin, tidak hanya yang sudah ada di alur pelayaran Sungai Barito untuk moda angkutan batubara, melainkan juga untuk menjamin kedalaman sungai yang mengalir membelah kota desa sampai hutan di pedalaman Kalimantan Selatan.
Dengan demikian, kita berharap kedalaman sungai akan semakin terpelihara, dan Kota Banjarmasin akan tercegah dari risiko tenggelam akibat rob dan banjir. (***)
------------
Dr. Nugroho Dwi Priyohadi, MSc., alumnus Port Management WMU Swedia dan Doktor Psikologi Industri dari Universitas Airlangga, Dosen STIAMAK Barunawati Surabaya.
artikel ini telah tayang di Banjarmasin Post Edisi Cetak tanggal 11 Juni 2022.
Silakan dikutip dengan sitasi.