Apa yang bisa dipelajari kepada Taliban? Sampai saat ini masih banyak pihak yang meragukan bagaimana masa depan Afganistan selepas penguasaan Kabul oleh Taliban pada tanggl 15 Agustus 2021 yang lalu.
Saya akan kutipkan referensi yang membahas masalah ini satu demi satu.
Salah satu poin yang penting adalah bahwa "Kepemimpinan tidak dapat dibeli, dan kemauan tidak bisa dilatihkan".
Utamanya jika kepemimpinan punya ketergantungan kepada pihak asing, dan kemauan sangat tergantung kepada subsidi keuangan yang tidak terhitung namun moralitas diri belum teruji.
Itu terjadi di Afganistan, ketika Taliban yang jumlah personel serta amunisi jauh di bawah tentara pemerintah resmi Afganistan.
Namun setelah 20 tahun berjalan, pemerintahan yang didukung penuh oleh Amerika menjadi jatuh dan Taliban kembali berkuasa.
Taliban bahkan menjadi bukti di akhir jaman ini, keteguhan soliditas ketabahan dan kegigihan (grit) akan membuahkan hasil yang gemilang.
Meskipun pasti berdarah-darah dan penuh dengan perjuangan tanpa henti.
Memiliki grit berarti memiliki keberanian dan menunjukkan kekuatan karakter Anda. ... Seseorang dengan grit sejati memiliki semangat dan ketekunan.
Tujuan ditetapkan dan ditindaklanjuti. Seseorang yang bekerja sangat keras untuk menindaklanjuti komitmen memiliki ketabahan sejati.
Penelitian tentang Grit ini bahkan dilakukan oleh warga Amerika, Ibu Prof. Angela Duckworth pada taruna militer di Amerika.
Ironisnya, ternyata temuan spektakuler dengan bukti kehebatan Grit ini nyata terjadi di Afganistan; Grit para petarung Taliban mampu bertahan selama 20 tahun dan akhirnya menuai buah kemenangan.
Mungkinkah AS tahu lebih awal bahwa Taliban akan kembali?
Baru bulan lalu sekitar Juli 2021, pejabat senior di pemerintahan Biden percaya bahwa perlu waktu berbulan-bulan sebelum pemerintah sipil di Kabul jatuh. Namun prediksi ini sangat meleset karena hanya dengan tempo di bawah 1 minggu, Kabul telah jatuh.
Sekarang anggota parlemen mendesak pemerintah Biden untuk mendapatkan jawaban dan menuntut informasi tentang bagaimana intelijen AS bisa salah menilai situasi di lapangan.
Kesalahan yang menguntungkan Taliban.
Kesalahan yang sama pernah terjadi di Iraq, ketika rezim Sadam Husein dituduh punya senjata pemusnah massal, namun tidak terbukti sampai sekarang.
Bedanya dengan Taliban, pemerintah Sadam Husein juga punya banyak musuh di internal sehingga akhirnya jatuh di tangan serbuan Sekutu.
Sedangkan Taliban terbalik, yang jatuh justru pemerintahan dukungan Amerika, meskipun politik banyak kaki akhirnya terbukti Amerika juga punya deal-deal dengan pasukan Taliban.
Texas Rep. Michael McCaul, Republikan teratas di Komite Urusan Luar Negeri DPR-nya Amerika Serikat, telah menyebut situasi ini sebagai "bencana yang tidak dapat dikurangi dari proporsi epik,".
Sementara itu Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell mengatakan "semua orang melihat ini datang" kecuali Presiden, yang "secara terbuka dan dengan percaya diri menepis ancaman ini hanya beberapa minggu yang lalu."
Para pejabat Amerika telah menyatakan kekecewaannya atas ketidakmampuan pemerintah Afghanistan yang sekarang (non Taliban) didukung AS untuk melindungi kota-kota dan wilayah-wilayah utama dari Taliban, meskipun menyusun strategi untuk melakukannya selama komunikasinya dengan Biden dan para pemimpin senior AS lainnya.
Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengatakan "kurangnya perlawanan yang dihadapi Taliban dari pasukan Afghanistan sangat membingungkan."
Bahkan sejatinya kemenangan Taliban juga "didukung" oleh Amerika melalui kesepakatan damai dengan Trump.
"Mereka memiliki semua keuntungan, mereka memiliki 20 tahun pelatihan oleh pasukan koalisi kami, angkatan udara modern, peralatan dan senjata yang bagus," kata Llyod Austin, menurut sumber di telepon di mana dia membuat komentar.
"Tapi Anda tidak bisa membeli kemauan dan Anda tidak bisa membeli kepemimpinan. Dan itulah yang benar-benar hilang dalam situasi ini."
Mengapa Taliban begitu kuat melawan pasukan Afghanistan?
Selama dua dekade terakhir, AS menghabiskan lebih dari satu triliun dolar di Afghanistan. Ini melatih tentara dan polisi Afghanistan dan memberi mereka peralatan modern.
Pada Februari 2021, pasukan Afghanistan berjumlah 308.000 personel, menurut laporan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis pada Juni -- jauh di atas perkiraan jumlah pejuang Taliban bersenjata, yang berkisar antara 58.000 hingga 100.000.
Namun, pada akhirnya, pasukan Afghanistan terbukti bukan tandingan Taliban.
Carter Malkasian, mantan penasihat senior ketua Kepala Staf Gabungan AS, yang juga penulis "The American War in Afghanistan: A History," mengatakan pasukan Afghanistan terkadang kurang koordinasi dan memiliki moral yang buruk.
Semakin banyak kekalahan yang mereka alami, semakin buruk moral mereka, dan semakin berani Taliban.
"Pasukan Afghanistan, untuk jangka waktu yang lama, memiliki masalah dengan moral dan juga kesediaan mereka untuk memerangi Taliban," katanya.
"Taliban dapat menggambarkan diri mereka sebagai orang-orang yang melawan dan memerangi pendudukan, yang merupakan sesuatu yang dekat dan sayang dengan apa artinya menjadi orang Afghanistan.
Padahal itu adalah hal yang jauh lebih sulit bagi pemerintah untuk diklaim, atau pasukan militer yang berperang untuk pemerintah."
Juru bicara Taliban Shaheen mengatakan mereka tidak terkejut dengan keberhasilan serangan militer mereka.
"Karena kami memiliki akar di antara orang-orang, karena itu adalah pemberontakan rakyat, karena kami tahu bahwa kami telah mengatakan ini selama 20 tahun terakhir," katanya.
"Tapi tidak ada yang percaya kami. Dan sekarang ketika mereka melihat, dan mereka terkejut karena sebelumnya mereka tidak percaya."
Sebagian menuduh korupsi di pemerintah Afganistan non Taliban menjadi dugaan rendahnya moralitas tentara Afgani ketika bertemu lawan di lapangan dengan Taliban.
Dan bisa jadi bukti kecil ketika Presiden Ashraf Gani diberitakan kabur dengan helikopter dan sejumlah uang cash.
Meskipun ini akhirnya dibantah oleh pewartaan lainnya.
Taliban telah mencoba menampilkan diri mereka berbeda dari masa lalu -- mereka mengklaim berkomitmen pada proses perdamaian, pemerintahan yang inklusif, dan bersedia mempertahankan beberapa hak bagi perempuan.
Juru bicara Taliban Sohail Shaheen mengatakan perempuan masih akan diizinkan untuk melanjutkan pendidikan mereka dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi - sebuah terobosan dari aturan selama pemerintahan Taliban di masa lalu antara tahun 1996 dan 2001. Shaheen juga mengatakan diplomat, jurnalis, dan organisasi nirlaba dapat terus beroperasi di negara.
"Itulah komitmen kami, untuk memberikan lingkungan yang aman dan mereka dapat melakukan aktivitasnya untuk rakyat Afghanistan," katanya kepada banyak media mewartakan optimisme melihat masa depan Afganistan pasca jatuhnya Kabul ke Taliban.
Bagaimana buktinya, waktu yang akan bicara.
Di youtube, wawancara menarik perhatian karena interviewer tampak secara fisik dekat dan tanpa hijab, sesuatu yang dulu sangat tabu bagi Taliban. (28.08.2021-Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H