Sebab keduanya adalah suami dan istri yang sah. Dalam perspektif dunia gemerlap (dugem), bukankah terserah mereka untuk bersenang-senang karena secara hukum adalah pasangan resmi dan sah diakui negara.
Namun pada Pasal 127 ayat 3 UU Narkotika No. 35 Tahun 2009, menyebutkan setiap orang penyalah guna narkotika Golongan I (ganja, sabu-sabu, kokain, opium, heroin, dll) bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Kemudian, pengguna narkotika Golongan II (morfin, pertidin dll) bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Terakhir, pengguna narkotika Golongan III (kodein, dll) bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.
Sedangkan pada Pasal 127 ayat 3 menyebutkan jika penyalah guna narkoba terbukti hanya menjadi korban, maka individu terkait wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sesuai isi dari undang-undang tersebut.
Hanya saja, saat ini korban lebih banyak dijerat dengan Pasal 112 tentang penyalahgunaan narkoba karena lebih mudah dalam hal pembuktian.
KORBAN DAN 'KORBAN'
Kita masih menunggu bagaimana kelanjutan kasus ini. Jika memang mereka adalah korban, maka sebenarnya tidak ada jerat pidana dan dapat langsung menjalani rehabilitasi.
Namun jika memang "korban", maka pasal berlapis dapat saja diterapkan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Di balik itu, hal yang lebih fundamental adalah dari mana dan bagaimana barang bukti narkoba tersebut dapat dibeli atau ditemukan.
Sampai saat ini masih sering misterius bahwa barang dagangan (baca: narkoba) dapat berlalu lalang, namun penjualnya tidak diketahui.
Kasus ini adalah ujian bagi seluruh aparat peradilan untuk menegakkan hukum secara adil. Terutama, mencari sumber narkoba yang sejatinya adalah juga tidak kalah penting dibandingkan dengan penangkapan pengguna. (***)