Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kuliah Hukum, Penelitian Normatif dalam Hukum

3 April 2021   22:15 Diperbarui: 3 April 2021   22:48 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGANTAR. Dalam metode penelitian hukum menurut dosen dan peneliti hukum dari Universitas Narotama Surabaya, Dr WoroWinandi, SH, MH.,  (2021)  terdiri dari penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau empiris. Kedua jenis ini akan mempengaruhi bagaimana sarjana, pasca sarjana, atau ilmuwan hukum akan melaksanakan penelitian. 

Pemilihan atas metode yang digunakan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan penelitian di lapangan, baik lapangan dalam arti sebenarnya, atau lapangan dalam arti proses penelitian itu sendiri yang dapat dengan cara melakukan eksplorasi karya penelitian terdahulu di bidang hukum. 

Pengertian dari penelitian hukum normatif merujuk kepada beberapa objek studi terdiri dari penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum dan perbandingan hukum.

Sementara itu, berbeda dengan penelitian yang sifatnya normatif, penelitian hukum sosiologis atau empiris merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektifitas hukum dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Untuk itu hukum seringkali dihubungkan atau dicoba untuk dikaitkan, atau dilakukan penelitian secara nyata di lapangan, bagaimana hukum berkorelasi dengan dinamika kemasyarakatan yang sedang dan akan terjadi.


KAITANNYA DENGAN TEORI 

Kalau kita kaitkan dengan teori Hukum,  John Austin (1790-1859) mencoba menjelaskan hukum secara teoritik dengan dengan memberikan pengertian dan batasan tentang cakupan ilmu hukum. 

Pertama, hukum merupakan perintah penguasa,  artinya bahwa penguasa memiliki kewenangan penuh terhadap prinsip hukum dan praktik hukum yang berjalan di masyarakat. 

Kedua, hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup. Artinya bahwa hak tafsir atas hukum tidak ada bagi masyarakat awam, karena sifatnya tertutup dan memaksa untuk ditaati. Peguasa adalah sumber hukum. 

Ketiga, hukum positif terdiri dari unsur-unsur perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan, di luar itulah hanyalah moral positif (positive morality).

Sumber hukum dalam pandangan John Autin ini berasal dari aliran positivisme hukum adalah aturan-aturan tertulis, ketetapan-ketetapan, dan prinsip-prinsip yang telah ditulis dalam hukum itu sendiri. Positivisme Hukum memandang perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral. Dalam pandangan positivis, tidak ada hukum lain, kecuali perintah penguasa. Bahkan, bagian dari Aliran Hukum Positif yang dikenal dengan nama Legisme berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan Undang-Undang.

Menurut John Austin "Law is a command set, either directly or circuitously, by a sovereign individual or body, to a members of some independent political society in which his auhority is supreme".

Austin menegaskan bahwa hukum bukan setumpuk peraturan atau nasihat moral, hukum merupakan hal yang memaksa sehingga jika tidak diikuti maka akan diberikan sanksi.

Austin mulai belajar hukum pada tahun 1812 setelah lima tahun di ketentaraan dan dari tahun 1818 hingga 1825 tidak berhasil berlatih di bar kanselir. Kekuatan analisisnya yang teliti dan kejujuran intelektualnya yang tanpa kompromi sangat mengesankan orang-orang sezamannya, dan pada tahun 1826, ketika University College, London, didirikan, ia diangkat sebagai profesor yurisprudensi pertamanya, sebuah subjek yang sebelumnya menempati tempat yang tidak penting dalam studi hukum. 


Dia menghabiskan dua tahun berikutnya di Jerman mempelajari hukum Romawi dan pekerjaan para ahli Jerman tentang hukum sipil modern yang ide-ide klasifikasi dan analisis sistematis memberikan pengaruh pada dirinya nomor dua setelah Bentham. Baik Austin dan istrinya, Sarah, adalah Utilitarian yang bersemangat, teman dekat Bentham dan James dan John Stuart Mill, dan sangat peduli dengan reformasi hukum. Kuliah pertama Austin, pada tahun 1828, dihadiri oleh banyak orang terkemuka, tetapi ia gagal menarik mahasiswa dan mengundurkan diri dari kursinya pada tahun 1832. 

Pada tahun 1834, setelah menyampaikan versi ceramahnya yang lebih pendek tetapi sama-sama tidak berhasil, ia meninggalkan pengajaran yurisprudensi. Ia diangkat ke Komisi Hukum Pidana pada tahun 1833 tetapi, karena menemukan sedikit dukungan untuk pendapatnya, mengundurkan diri karena frustrasi setelah menandatangani dua laporan pertamanya. Pada tahun 1836 ia diangkat menjadi komisaris urusan Malta. Orang Austin kemudian tinggal di luar negeri, terutama di Paris, hingga tahun 1848, ketika mereka menetap di Surrey, tempat Austin meninggal pada tahun 1859.

HANS KELSEN 

Pendapat lain lain datang dari Hans Kelsen, filsuf dan ahli huku dari Austria (1881-1973) yang menyatakan "hukum haruslah dibersihkan dari anasir-anasir bukan hukum, seperti anasir etika, sosiologi, politik dan sebagainya".

Hans Kelsen ( 11 Oktober 1881 - 19 April 1973) adalah seorang ahli hukum Austria, filsuf hukum dan filsuf politik. Dia adalah penulis Konstitusi Austria 1920, yang sebagian besar masih berlaku sampai sekarang. Karena kebangkitan totalitarianisme di Austria (dan perubahan konstitusional tahun 1929), Kelsen berangkat ke Jerman pada tahun 1930 tetapi terpaksa meninggalkan jabatan universitas ini setelah perebutan kekuasaan Hitler pada tahun 1933 karena keturunan Yahudinya. 

Tahun itu dia pergi ke Jenewa dan kemudian pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1940. Pada tahun 1934, Roscoe Pound memuji Kelsen sebagai "yang tidak diragukan lagi adalah ahli hukum terkemuka saat itu". Selama di Wina, Kelsen bertemu dengan Sigmund Freud dan lingkarannya, dan menulis tentang psikologi sosial dan sosiologi.

Pada 1940-an, reputasi Kelsen sudah mapan di Amerika Serikat untuk pembelaannya terhadap demokrasi dan untuk Teori Hukum Murni. Kedudukan akademis Kelsen melampaui teori hukum saja dan meluas ke filsafat politik dan teori sosial juga. Pengaruhnya meliputi bidang filsafat, ilmu hukum, sosiologi, teori demokrasi, dan hubungan internasional.

Di akhir karirnya di University of California, Berkeley, meskipun secara resmi pensiun pada tahun 1952, Kelsen menulis ulang buku pendeknya tahun 1934, Reine Rechtslehre (Pure Theory of Law), menjadi "edisi kedua" yang jauh lebih besar yang diterbitkan pada tahun 1960 (terbit dalam terjemahan bahasa Inggris tahun 1967). Kelsen sepanjang karir aktifnya juga merupakan kontributor yang signifikan untuk teori judicial review, teori hirarkis dan dinamis dari hukum positif, dan ilmu hukum. Dalam filsafat politik ia adalah pembela teori identitas hukum negara dan pembela kontras eksplisit dari tema sentralisasi dan desentralisasi dalam teori pemerintahan. Kelsen juga menjadi pendukung posisi pemisahan konsep negara dan masyarakat dalam hubungannya dengan studi ilmu hukum.

Penerimaan dan kritik terhadap pekerjaan dan kontribusi Kelsen telah meluas baik dari pendukung maupun pencela yang bersemangat. Kontribusi Kelsen terhadap teori hukum pengadilan Nuremberg didukung dan digugat oleh berbagai penulis termasuk Dinstein di Universitas Ibrani di Yerusalem. Pembelaan Kelsen neo-Kantian atas positivisme hukum kontinental didukung oleh H. L. A. Hart dalam bentuk kontras positivisme hukum Anglo-Amerika, yang diperdebatkan dalam bentuk Anglo-Amerika oleh para sarjana seperti Ronald Dworkin dan Jeremy Waldron.

Hans Kelsen berusaha mengoreksi pendapat dari John Austin, yang seakan-akan mengkerdilkan nalar hukum hanya dalam konteks pidana yang penuh dengan sanksi dan penjara. Padahal, ada juga nalar hukum yang sifatnya perdata, yang di luar pidana dan lebih banyak terkait dengan permasalahan sipil kemasyarakatan. 

Kelsen juga menerangkan bahwa hukum sebagai (sollenskatagori), yaitu hukum sebagai keharusan bukan sebagai (seinskategori) yakni sebagai kenyataan, yakni orang menaati hukum karena sudah perintah negara, untuk itu pelalaian terhadap itu maka akan dikenakan sanksi.

Sedangkan ajaran yang juga terkenal dari Hans Kelsen dan sering dijadikan rujukan dalam teori hierarki (tingkatan) norma hukum adalah ajaran "stufentheory", yakni sistem hukum  pada haikatnya merupakan sistem hierarkis yang tersusun dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi.

Maka Diskusi dalam hal ini adalah sedikit akan menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :

  • Arti penting penelitian normative dalam ilmu hukum
  • Fungsi dari pendekatan normative dalam penelitian hukum

DISKUSI

Sebagaimana diuraikan di Pengantar, bahwa penelitian normative adalah salah datu pendekatan dalam penelitian bidang ilmu hokum.

Fokus dari pendekatan ini adalah riset atas azas-azas hukum, sistematika hokum, sinkronisasi hokum dan perbandingan hokum. Maka penelitian ini menjadi penting karena akan mengungkap hal yang sifatnya fundamental dalam bidang ilmu hokum. Objek studi penelitian normative sendiri adalah ilmu atau hukum itu sendiri, sehingga ia akan mengungkap bagaimana penting azas-azas, sistematika, sinkronisasi dan perbandingan antara hokum satu dengan yang lainnya.

Contoh sederhana dalam penelitian oratif adalah studi banding atas azas hukum (benchmarking).

Lantas bagaimana dengan fungsi dari pendekatan normatif ini?

Fungsi utamanya adalah melakukan pendalaman atas objek studi yang telah disebutkan tadi yakni azas-azas hokum, sistematika, sinkronisasi, dan perbandingan. Manfaatnya akan ada pemahaman yang  sifatnya integral  komprehensif atas objek.

Pendekatan ini  sudah mulai diterapkan dalam pengkajian hukum (metode normatif/doktriner), namun  dalam perkembangannya akan memperoleh "partner baru" semakin berkembangnya kebutuhan pemahaman baru terhadap konsep hukum dari kacamata sosial.

Artinya bahwa penelitian normatif tetap memerlukan penelitian empiris untuk menguji bagaimana hukum diterapkan di masyarakat sehingga ada konteks sosioantropologis dan psikologi kemasyarakatan lainnya. 

Stiamak Barunawati Surabaya yang mendalami administrasi bisnis dan manajemen kepelabuhan juga mengkaji ilmu hukum, utamanya dalam kaitannya dengan hukum bisnis maupun hubungan industrial. Hukum bisnis akan terkait dengan hukum empirik dalam kaitannya dengan kontrak dan dokumen hukum, sedangkan hubungan industrial akan berkaitan erat dengan UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja, dan Manajemen Sumber Daya Manusia. 

Penelitian di bidang hukum dengan pendekatan normatif maupun empirik diperlukan untuk menguji penerapan hukum di lapangan maupun diskursus hukum dikaitan dengan regulasi lain sehingga akan ditemukan benang merah, atau dinamika antar regulasi. 

Fungsi dari pendekatan normatif preskriptif yang terarah untuk meningkatkan profesionalisme dalam bidang hukum, memang dalam kenyataannya akan lebih banyak bergerak di bidang konstrak teoritis hukum. Sementara itu, dalam perkembangannya, ternyata memang tetap  harus pula memberi   tempat untuk ikut berperansertanya dalam penelaahan kajian-kajian hukum dengan  pendekatan nondoktrinal atau pendekatan sosiologis terhadap hukum. (03.04.2021/Endepe) 

Nugroho Dwi Priyohadi, 2021, Kuliah Hukum Penelitian Normatif dalam Hukum, diterbitkan-publikasikan  di Kompasiana, 3 April 2021. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun