Rumah yang tidak begitu besar ini awalnya dihuni oleh Tjokroaminoto bersama istrinya, Soeharsikin, dan lima anaknya-Oetari, Oetarjo Anwar, Harsono, Islamiyah, dan Sujud Ahmad. Oetari ini kalau tidak salah, pernah menjadi istri Bung Karno meskipun akhirnya berpisah.
Selain dihuni oleh Tjokroaminoto beserta keluarganya, rumah yang berada di tengah-tengah perkampungan yang padat ini dihuni oleh Soekarno, Alimin, Musso, Soeherman Kartosuwiryo, Semaun, dan pemuda lainnya.
Sampai Februari 2021 ini, ya tetap di antara pemukiman padat penduduk. Saya menelusuri dengan sepeda gowes, walahhhh... gangnya sempit-sempit sampai orang masak di pintu menghadap gang.
Tembus sini sana, dekat juga dengan Makam Belanda, yang nisannya besar-besar masih utuh sampai sekarang.
Nah, kembali ke Eyang Tjokor jaman doeloe, pemuda-pemuda ini indekos di rumah Tjokroaminoto untuk menempuh pendidikan di sekolah Pemerintah Hindia Belanda yang berada di kota Surabaya.
<iframe width="506" height="285" src="//www.youtube.com/embed/A0WXPB2R538" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
Menurut buku Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa yang diterbitkan oleh Tempo Publishing "Rumah Tjokroaminoto merupakan rumah ideologi dialogis, tempat bertemunya tokoh-tokoh yang mempunyai ide0logis berbeda-beda.
Rumah tersebut juga menjadi tempat mengadu ideologi antara Tjokroaminoto dengan Semaoen, Alimin serta Darsono dan Tan Malaka yang berideologi Marxis-Komunis".
Bisa dibayangkan bagaimana debat zaman itu, ketika orang masih memikirkan perut yang lapar, embah-embah ini memikirkan bentuk negara dan macam ideologi.