MELAHIRKAN DIBAYAR 150 JUTA
Hidup yang berkualitas dan nyaman, juga perlu didukung dan proteksi oleh negara. Memang kemampuan negara berbeda-beda, namun kita bisa saling belajar bagaimana sebuah sistem didesain untuk mensejahterakan rakyatnya.
Di negara kita, kalau mau melahirkan maka para dokter - sebagian loh -, sibuk mendesain untuk bisa dibedah sesar. Biar biaya mahal, berarti revenue bagi pekerja di situ. Perusahaan besar, alhamdulillah jua ini, membayarkan 100% untuk biaya persalinan baik bedah sesar maupun alamiah.
Di Norwegia, melahirkan malah mendapatkan insentif senilai 150 jutaan. Tunjangan untuk mahasiswa juga diberikan sebagai bantuan iving cost, sehingga saya sendiri berpikir seandainya saya presiden Republik Gresik Raya atau Republik Surabaya (hehehe..becanda broo...),maka idealnya biaya minimum dalam angka UMR, akan saya bagi untuk semua warga negara saya.
Di Norwegia, tunjangan dari Pemerintah untuk mahasiswa di Norwegia itu 8000 kroner per bulan (sekitar Rp. 13 juta). Tapi pengeluaran mereka bisa mencapai -- 15.000 kroner per bulan. Biasanya mahasiswa kerja part time. Untuk keluarga ya paling tidak 15.000 per bulan. Ada beberapa tunjangan yang bisa kita terima kalau kita studi di Norwegia dan membawa keluarga, misalnya untuk bayar sewa apartemen, dan tunjangan anak-anak. Kalau istri hamil, itu gratis semuanya, termasuk biaya bersalin, dokter, rumah sakit, dll.
Kalau melahirkan itu dapat tunjangan yang cukup besar dari Pemerintah, - sebelum anaknya lahir. Kalau tidak salah, 10 tahun yang lalu setiap bayi yang lahir itu dapat uang cash sekitar Rp. 40 juta, update dari Dita, anak pa Vincent, sekarang tunjangan melahirkan udah jadi Rp. 150 juta per bayi). Nah,.... ada beberapa kawan yang jadi rajin punya anak di sini Bisa dimengerti kan,...Hehehe..
Kebijakan ini tidak pandang bulu, tidak membedakan ras, agama, suku, atau lain-lain. Yang penting terdaftar di Norwegia, resmi, termasuk mahasiswa mahasiswi.
TIDAK TAKUT MISKIN, PAJAK TINGGI, NEGARA NYAMAN
Ketidakseimbangan hidup di Indonesia, bisa jadi karena banyak di antara kita "takut miskin", sehingga bekerja sangat keras untuk menabung demi masa depan. Ya ada baiknya juga sih, namun jika "ketakutan" ini berlebihan, menyebabkan work life balance menjadi korban. Artinya ya gak balancae dunk...., hidup hanya kerja melulu, lupa berbahagia.
Kalau dokter Tirta malah menyarankan : mangan... mangan... mangannn... masker..... Saran nyang baek ya gaess..., meski diplesetkan dengan mengunyah masker dari para pelawak medsos. Heheh..
Nah, di Norwegia itu orangnya tidak takut miskin meskipun biaya hidup kalau menggunakan konversi angka rupiah, ya mahal juga. Fasilitas umum murah dan gratis, biaya personal bisa mahal. Kalau di kita terbalik, fasilitas umum masih mahal (biaya melahirkan, transport publik sebagian masih masih acakadut, sekolah mbayar mihil, dll), namun personal bisa murah (makan murah, kaki lima murah, dan sejenisnya)