Pemahaman work life balance, sebagian menterjemahkan secara personal. Artinya bahwa keseimbangan hidup dan kualitas di dalamnya. Dikaji berdasarkan bagaimana seseorang membelanjakan waktunya dalam keseharian. Apakah ia terlalu berorientasi kepada pekerjaan, dan melupakan kehidupan pribadi atau keluarga? Atau ia sudah menerapkan keseimbangan di dalamnya?
Mencari worklife balance, bagaimana perspektif komunal dibanding personal, ini hanya opini saya.
Seimbang secara personal, bisa jadi kalau ditanya ke para eksekutif baik BUMN maupun swasta, akan mengatakan, "Kami baik-baik saja, saya seimbang dan saya bahagia".
Namun lihatlah, sebagian dari mereka dijerat kasus menistakan secara kemanusiaan misalnya kasus korupsi atau penyelundupan barang padahal tanpa menyelundupkan saja penghasilannya jauh dari kurang, sangat besar, sebagian lagi harus berpulang karena kondisi fisik ngedrop terlalu over loaded dalam bekerja, sehingga imunitas turun, lantas virus masuk, dan lain sebagainya.
Work life balance didapatkan selain personal, juga komunal. Artinya kualitas hidup bisa diperoleh jika negara juga menjamin keseimbangan itu. Apakah Indonesia sudah mencapainya? Ya sudah kita katakan sudah saja, karena yok opo yok opo pemerintah sudah berusaha maksimal untuk kesejahteraan rakyatnya.
Dan saya ingin berbagi tulisan ini sebagai compare and contrast, benchmarking, ehhh... siapa tahu ada yang bisa kita tiru ilai positifnya. Baik untuk tingkatan personal, maupun komunal. Nah, saya akan kembali berkomunikasi dengan mentor saya tercinta, Pak Vincent yang berada di Norwegia bersama keluarga terkasih. Beberapa aitem disampaikan supaya ada gambaran kongkret, bagaimana work life balance dalam perspektif komunal ternyata mampu mensejahterakan rakyatnya.
BIAYA MAKAN MURAH
Pernah kita hitung berapa galon dalam keluarga selama sebulan? Negara kita ada ironisnya, kaya sumber air, namun air minum diperjualbelikan, tepatnya "terpaksa" membeli. Seperti saya yang hidup di Gresik, air tanah dan pdam yang kandungan kapurnya tinggi, menyebabkan saya harus pakai aqua galonan untuk masak minum dan membuat kopi. Air tanah hanya digunakan untuk mandi cuci dan sejenisnya. Sampai mesin cuci pun bisa tersumbat karena berkerak kelamaan dipakai.
Di Norwegia, minum langsung dari kran. Ini juga saya alami ketika di Swedia, bahkan di taman terbuka, di sekolah, semua menyediakan kran air minum gratis. Di negara kita sebagian bandara sudah menyediakan, dan ini sebenarnya perlu diperluas ke semua penjuru tanah air.
Bagaimana dengan biaya hidup? Seringkah Pak Vincent di Norway jajan makan di warung kayak kita di tanah air?
Wah ini pertanyaan tidak mudah dijawab. Hampir tidak pernah kami, Pak Vincent dan keluarga, makan di luar. Kalau makan di luar, mahal. Paling tidak 100 kroner per orang (Rp. 160 ribu). Kami makan keluar ke restaurant, mungkin cuma 5 kali setahun. Lima tahun pertama kami hidup di Norwegia, hampir tidak pernah makan di restaurant. Kita harus masak sendiri di sini. Kalau masak sendiri, bisa 20 -- 50 kroner per orang per setiap kali makan.
Sekali-sekali "jajan" kebab (max sebulan sekali), - itu harganya 60 (kebab i pita) - 70 kroner (kebab i rull); tanpa minum ya. Minum air putih dari keran aja supaya hemat.
Bandingkan kalau di negara kita, kebabnya 10 ribu rupiah alias 3 kroner, minumnya jus jusan senilai 30 ribu alias 10 kroner, masih murah di kita, namun saya as di Swedia juga makan kebab, beda dengan kebab yang ada di depan Indomaret Suroboyo.. hehe...
Belanja per orang per minggu, sekitar 300-500 kroner kalau berhemat, untuk keluarga 1000-2500 kroner. Daging mahal sekali di sini. Makan daging seminggu sekali . Ikan dan ayam relatif murah, sehingga pilihan asupan protein tetap ada. Sebagai catatan, nilai tukar 1 Kroner Norwegia posisi 28 Januari 2021 adalah sekitar Rp. 1.635, - dengan standar di www.xe.com.
Dapat dikatakan biaya hidup murah, orang cenderung makan bersama di rumah, notabene ada sosialiasi bersama anggota keluarga. Justru kalau makan di luar mahal, bandingkan dengan negara kita yang sebenarnya restauran mahal, namun banyak juga restauran yang murah yakni kaki lima.
Hehehe... Alhamdulillah, dalam hal ini negara kita Indonesia masih lebih banyak pilihan dalam makanan, bakso 10 Kroner masih banyak atau 116 an ribu, yang di jalan malah bisa 7000 an atau 3 Kroner. Sedangkan di Norway, minimal sekali makan per orang jika di luar rumah adalah Rp. 160 ribuan.
PUBLIC TRANSPORTATION NYAMAN
Indonesia negara dengan penduduk yang lebih banyak berorientasi pribadi, sehingga level rakyat kebanyakan adalah bepergian dengan sepeda motor ke sana kemari. Ke luar kota, kalau tidak nyewa mobil rentalan, ya naik bis namun kesusu-susu mengejar di terminal. Atau kereta api meskipun risiko harus booking jauh hari.
Di Norway, sarana transport harian bahkan nyaman dengan bis kota. Warga Norway juga secara pasti melakukan rutin traveling jalan-jalan di luar Norway dengan biaya yang terjangkau, meskipun kalau mau naik taksi ya mihil bingitss..
Kayak Pak Vincent ini, langganan bis/public transport per bulan sekitar 800 -- 2000 kroner tergantung seberapa jauh tempat tinggal kita dari sentrum.
Naik taxi sekeluarga hampir tidak pernah, karena mahal sekali. Selama hampir 15 tahun tinggal di sini, mungkin hanya 2 x Pak Vincent sekeluarga naik taxi. Saya naik taxi, kalau dibayarin kantor. Untuk liburan musim panas, biasanya ada "pengembalian pajak" yang kami terima.
Itu digunakan untuk berlibur. Bisa dibilang berlibur itu lebih murah ke Eropa daratan, daripada di Norwegia sendiri, kecuali benar-benar "jalan" di alam, hiking, itu gratis. Kebanyakan orang Norwegia akan melakukan perjalanan keluar Norwegia. Budgetnya, bisa dari yang superhemat, 5000 kroner (total), sampai tidak terbatas.
Nah, kelihatan bahwa bus umum itu dengan kartu langganan, murah, dan nyaman. Dalam hal ini, negara kita perlu meningkatkan kenyamanan meskipun usaha itu sudah ada, seperti Bu Risma walikota Surabaya yang sekarang jadi Menteri Sosial, menyediakan Bus SUROBOYO besar nyaman, yang kenyataannya juga bus tersebut didatangkan dari Skania, bus di Sweden yang terkenal nyaman besar enak.
Fasilitas transport umum yang nyaman, pembayaran yang terjangkau dan mudah, itu juga bagian dari work life balance yang tidak saja personal, namun juga secara sengaja didesain oleh negara untuk rakyatnya.
PDAM NORWEGIA TIDAK MUNGKIN TAGIHAN MELONJAK
Pernah dengar pdam di negara kita menimbulkan pertengkaran antara ibu-ibu atau bapak bapak dengan petugas penagihan PDAM? Nah lohhhh... itu disebabkan meteran tidak pernah dicek oleh petugas, pas mau disesuaikan, tagihan yang biasanya hanya dibebani tagihan tetap (abodemen), langsung dihajar dengan akumulasi meteran yang belum terhitung selama ini. Modyarrr hora kowee...., biasanya biaya pdam hanya 70 ribu, tiba-tiba 3 juta rupiah.
Makanya lebih baik bertengkar ketimbang mbayar... hehehe.. ya akhirnya tetap harus bayar kan, namun ini menunjukkan betapa fasilitas umum untuk rakyat, dalam hal ini ketersediaan air, menjadi salah satu sumber stress warga rakyat. PDAM melonjak tagihannya, menderita warganya. Tobaittttt.....
Bagaimana di Norwegia? Lohh... ternyata kalau di sana meteran itu sendiri yang bikin laporan tagihan secara osstosssmassstisss..
Listrik dibayar berkisar 1500 kroner sampai 6000 kroner per bulan, tergantung musim dan konsumsi. Air PDAM Norwegia bayar bersamaan dengan iuran lingkungan, sekitar 1000 kroner per bulan. Meteran air dan listrik sekarang otomatis, jadi kita tidak perlu lapor, tapi meterannya yang laporan sendiri ke pusat adminsitrasi pemerintahan.
So, listrik dan air bukan masalah di Norwegia ya gaess.... kalau ente di Nggresik suroboyo jogjes semarank dan lain masih bermangsalah, ya itulah pertanda work life balance pada bagian tanggung jawab negara, masih perlu ditingkatkan.
MELAHIRKAN DIBAYAR 150 JUTA
Hidup yang berkualitas dan nyaman, juga perlu didukung dan proteksi oleh negara. Memang kemampuan negara berbeda-beda, namun kita bisa saling belajar bagaimana sebuah sistem didesain untuk mensejahterakan rakyatnya.
Di negara kita, kalau mau melahirkan maka para dokter - sebagian loh -, sibuk mendesain untuk bisa dibedah sesar. Biar biaya mahal, berarti revenue bagi pekerja di situ. Perusahaan besar, alhamdulillah jua ini, membayarkan 100% untuk biaya persalinan baik bedah sesar maupun alamiah.
Di Norwegia, melahirkan malah mendapatkan insentif senilai 150 jutaan. Tunjangan untuk mahasiswa juga diberikan sebagai bantuan iving cost, sehingga saya sendiri berpikir seandainya saya presiden Republik Gresik Raya atau Republik Surabaya (hehehe..becanda broo...),maka idealnya biaya minimum dalam angka UMR, akan saya bagi untuk semua warga negara saya.
Di Norwegia, tunjangan dari Pemerintah untuk mahasiswa di Norwegia itu 8000 kroner per bulan (sekitar Rp. 13 juta). Tapi pengeluaran mereka bisa mencapai -- 15.000 kroner per bulan. Biasanya mahasiswa kerja part time. Untuk keluarga ya paling tidak 15.000 per bulan. Ada beberapa tunjangan yang bisa kita terima kalau kita studi di Norwegia dan membawa keluarga, misalnya untuk bayar sewa apartemen, dan tunjangan anak-anak. Kalau istri hamil, itu gratis semuanya, termasuk biaya bersalin, dokter, rumah sakit, dll.
Kalau melahirkan itu dapat tunjangan yang cukup besar dari Pemerintah, - sebelum anaknya lahir. Kalau tidak salah, 10 tahun yang lalu setiap bayi yang lahir itu dapat uang cash sekitar Rp. 40 juta, update dari Dita, anak pa Vincent, sekarang tunjangan melahirkan udah jadi Rp. 150 juta per bayi). Nah,.... ada beberapa kawan yang jadi rajin punya anak di sini Bisa dimengerti kan,...Hehehe..
Kebijakan ini tidak pandang bulu, tidak membedakan ras, agama, suku, atau lain-lain. Yang penting terdaftar di Norwegia, resmi, termasuk mahasiswa mahasiswi.
TIDAK TAKUT MISKIN, PAJAK TINGGI, NEGARA NYAMAN
Ketidakseimbangan hidup di Indonesia, bisa jadi karena banyak di antara kita "takut miskin", sehingga bekerja sangat keras untuk menabung demi masa depan. Ya ada baiknya juga sih, namun jika "ketakutan" ini berlebihan, menyebabkan work life balance menjadi korban. Artinya ya gak balancae dunk...., hidup hanya kerja melulu, lupa berbahagia.
Kalau dokter Tirta malah menyarankan : mangan... mangan... mangannn... masker..... Saran nyang baek ya gaess..., meski diplesetkan dengan mengunyah masker dari para pelawak medsos. Heheh..
Nah, di Norwegia itu orangnya tidak takut miskin meskipun biaya hidup kalau menggunakan konversi angka rupiah, ya mahal juga. Fasilitas umum murah dan gratis, biaya personal bisa mahal. Kalau di kita terbalik, fasilitas umum masih mahal (biaya melahirkan, transport publik sebagian masih masih acakadut, sekolah mbayar mihil, dll), namun personal bisa murah (makan murah, kaki lima murah, dan sejenisnya)
Kalau terkait biaya hidup berapa nilainya, ini biaya hidup di Oslo dan sekitarnya: https://www.numbeo.com/cost-of-living/in/Oslo
Penghasilan rata-rata (netto) di Norwegia sekitar 30.000 kroner per bulan.
Pajak tinggi, sekitar 35% yang dibayar oleh Pak Vincent. Tapi pendidikan anak-anak gratis. Fasilitas kesehatan gratis.
Hanya playgroup/TK kita harus bayar, itupun tidak seberapa, sekitar 3000 kr per bulan. International school kebanyakan disubsidi pemerintah, jadi kita sebagai orang tua bayar "sedikit" -- sekitar 1500 -- 2000 kroner per bulan.
Singkat kata urusan biaya hidup di Norwegia, - kebanyakan orang tidak bisa menabung di sini. Yang didapat, ya habis, uang itu istilahnya ya numpang lewat. Tapi orang tidak perlu khawatir kekurangan, atau jatuh miskin sampai harus terlunta-lunta.
Sebaliknya, tidak banyak, (hampir tidak ada setahu saya) orang yang hidup dng gaya hidup super mewah seperti di Indonesia, pamer cincin atau tas seharga milyaran. Hal spt itu relatif tabu - itu yang saya pelajari di sini (setidaknya dari orang2 yg saya temui dan saya tanyakan). Orang yang naik mobil super mewah pun hampir tidak ada. Jadi kebanyakan orang mengeluarkan uang sesuai dengan kebutuhannya.
Yang menarik, menurut Pak Vincent pribadi, - negara ini merupakan salah satu negara yang paling baik di dunia, Pemerintahnya baik, sistemnya baik, orangnya baik, berbudaya dan beradab (walaupun tidak banyak yang mengaku beragama), menghormati orang lain dan menghormati alam, bergaya hidup sehat, suka olah raga, makanannya sehat (walaupun rasanya tidak jelas).
Banyak orang dari negara lain datang, mengkritisi banyak hal di sini, tapi kebanyakan dari mereka tidak pernah meninggalkan negeri ini.
So gimana gaessss.... pingin ke Norwegia ?
Kalau saya teh sudah pernah di Swedia dan jalan-jalan di Skandinavia, jadi ya kelak juga pingin ke Norwegia ...hehehe... Pingin jalan-jalan keliling dunia lagi...(WIhhhh.. sumbung yess....). Ya enggak lah, saya kan punya sedulur travel di Kalimantan namanya Gus Iskandar Zulkarnaen, entar kita desain jalan-jalan ke Yurop, biar imunitas meningkat dan keseimbangan hidup semakin baik.
So, work life balance bukan semata mendesain kerja dan keluarga seimbang, atau kerja dan kehidupan pribadi seimbang, namun juga antara rakyat dan negara juga seimbang. Rakyat membayar pajak, negara memberikan fasilitas umum yang memadai.
Ini bisa dicapai kalau kita semua, bersama, kolektif kolegial, mau berpikir positif menatap masa depan, optimis, growth thinking, growth mindset, dan jujur disiplin gotong royong membangun bangsa dan negara. Merdekkaaaaa....
Work life balance tidak saja kita cari, namun kita ciptakan.
Ayo berlomba dalam kebaikan, menciptakan work life balance di semua lini. Aparatur negara semakin baik, rakyat semakin sejahtera. Negara tertitb pemerintahannya, bahagia sejahtera rakyatnya.
Aamiin... (28.01.2021/Endepe)
salam penuh cinta untuk negeriku Indonesia Raya, salam persahabatan untuk saudaraku semua di Skandivania Raya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H