Kampanye ini kiranya menjadi salah satu hal yang bisa dilakukan. Namun, jika tidak diberikan contoh, maka akan sangat tidak efektif. Kita bisa belajar nyata, agak pedih, bisa ironis dan sedih, tentang yang terjadi pada Wapres Bung Hatta di masa itu.
Pasca mengundurkan diri dari Wakil Presiden Indonesia, hidup Bung Hatta bersama sangat sederhana. Sebagaimana diketahui, karena perbedaan pandangan politik, Bung Hatta "resign" sebagai wakil presiden, sehingga ada masanya ketika itu sebenarnya Bung Karno adalah single power sebagai Presiden tanpa wapres. Bung Hatta, dikabarkan bahkan sempat tak mampu membayar rekening listrik setelah mundur dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ibu Rahmi Hatta, istri beliau juga mengakui kalau hidup keluarganya sangat sederhana bahkan kritis. Uang tabungannya bahkan tak cukup untuk membeli mesin jahit yang diidam-idamkan karena kebijakan pengurangan nilai mata uang. Sanering, pemotongan nilai uang yang pernah terjadi di era Bung Karno, menyebabkan situasi ekonomi menggigit dan menderitakan sebagian besar rakyat kita.
Suatu saat, Hatta menerima rekening listrik yang jumlahnya cukup tinggi. "Bagaimana saya bisa membayarnya dengan uang pensiun saya?" kata Bung Hatta. Ia lalu meminta Gubernur Ali Sadikin lewat surat agar uang pensiunnya dipotong untuk membayar tagihan listrik. Situasi menyedihkan ini menunjukkan, bahkan di tengah kesulitan pun, Bung Hatta ingin menyeleseikan kesulitan tanpa merepotkan negara. Dengan mencicil potong langsung pada uang pensiuannya. Meskipun pada akhirnya, Pemprov DKI kemudian menanggung biaya listrik dan PAM Bung Hatta, namun ini contoh langsung dari pejabat negara yang hidupnya sederhana dan jujur lurus dalam keuangan selama menjabat.
Kampanye hidup sederhana juga pernah didengungkan oleh Pak Harto dengan program "kencangkan ikat pinggang", yang menimbulkan respon beragam. Sebagian menyindir bahwa rakyat sudah tidak punya pinggang untuk diikat, karena kekayaan hanya dinikmati elit kuasa di atas.
Solusinya, melibatan tokoh masyarakat yang dipandang dipercaya, misalnya ulama, pastur, pendeta, dan informal leader. Jika menggunakan influencer, ya bisa juga namun risiko perang urat syaraf by medsos akan terjadi, jika model yang ditampilkan tidak sesuai dengan selear rakyat.
Semoga Bangkit
Ekonomi yang kuat saat ini dipercaya justru tumbuh di sektor riil, khususnya di kalangan rakyat jelata. Kaki lima semakin semarak, an transaksi masih tinggi. Bahkan di banyak seminar ekonomi maritim, seperti yang sering digelar STIAMAK Barunawati Surabaya dan Pelindo Group, ekonomi yang eksis adalah ekonomi domestik, pelayaran antar pulau, yang melayani logistik rakyat sampai ke pedalaman.
Maka, kelebihan ini perlu dimanfaatkan untuk kebangkitan ekonomi kita. Hutang yang menggunung, sepertinya tidak perlu diblow up sehingga tidak menimbulkan kecemasan kepada rakyat, namun tonjolkan kepada kemampuan bayar pemerintah terhadap hutang kita.
Sisi lain, hutang yang masuk langsung ke badan usaha milik negara, kiranya juga perlu lebih dikendalikan, karena case to case uang yang besar dari global bond, berisiko terjadi sunk cost karena investasi ditanam, produksi belum bisa dipacu. Industri hinterland, zona belakang back up pertumbuhan ekonomi maritim, masih stagnan.