Kenangan krisis moneter pasca tumbangnya pemerintahan Pak Harto, bagi sebagian orang masih sangat terasa. Sebagian aset hilang diambil orang, atau pihak yang kita pernah berhutang kepadanya. Nilai tukar dolar yang berubah dari kisaran Rp. 1.800,- menjadi bahkan sempat Rp. 17.000,- menyebabkan petaka bagi wirausaha dan swasta yang punya pinjaman dolar. Hutang mengalami revolusi total, naik otomatis secara lansgung sampai 10x lipat, atau lebih dari 1000%.
Pemerintahan transisi Habibie, sempat mengerem dolar di kisaran Rp. 6000 - Rp. 8000,-. Presiden setelahnya, baik Gus Dur, Mbak Mega, Pak SBY, hingga sekarang Pak Jokowi, terus berjuang sehingga saat ini ada di kisaran Rp. 14.ooo,- an. Naik turun di kisaran tersebut.
Harga emas, bahkan di mata awam seperti saya, luar biasa melonjak dari kisaran 200 an ribu per gram, menjadi sekitar 1 jutaan per gramnya. Ini artinya terjadi hiper inflasi di komoditas emas, naik sampai 5 kali lipat atau sekitar 500%. Saya bahkan mengalami transaksi pembelian emas dengan sebuah bank syariah, ketika transaksi masih di kisaran Rp. 518.000,- per gram, ketika hampir lunas - program nyicil emas -, jarak hanya sekitar 3 tahun, harga sudah mencapai 989 ribuan per gramnya. Antara ingin bersyukur karena saya mendapatkan harga murah, dan ketika jatuh tempo value saya naik 200-an %, namun juga lantas berpikir sebenarnya situasi ekonomi kita benarkah sudah pulih dari krisis ekonomi 1998 yang lalu?
Saya mencoba melihat di bursa saham, langsung dengan portofolio yang saya miliki, sebagian menghijau yang menunjukkan situasi yang membaik. Namun di saham unilever, kok masih merah, padahal ini perusahaan besar dengan investasi asing dan domestik yang sangat besar. Analis saham punya banyak teori, namun awam hanya mampu membaca apakah ini pertanda situasi masih belum pulih?
Hutang Baru di Kuartal 2021
Bu Menteri mengatakan bahwa ada target pinjaman baru di tahun 2021 ini sebesar 342 trilyun rupiah, dengan target total 1.200 trilyun. Hal ini berdasar rilis resmi dari pemerintah yang mengatakan bahwa ada 2021, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 1.743,6 triliun, sementara belanja negara Rp 2.750,0 triliun. Sehingga defisit APBN ditetapkan Rp 1.006,4 triliun atau setara 5,7 persen dari PDB.
Dengan demikian, defisit APBN ini, kalau di mata ekonom pasti ada banyak teori yang membenarkan untuk tidak bermasalah dengan itu. Hutang untuk melunasi hutang pun, lazim dan dianggap hal yang biasa. Namun bagi awam, ini masih mengkhawatirkan. Apalagi jika kita melihat di terminal bus, kereta api, bandara, sepi sunyi yang menimbulkan tanya sampai kapan situasi ini akan terjadi?
Apakah covid19 benar-benar tidak mampu kita tangani,atau kita sendiri yang benar sudah dihantui nyata virus mematikan yang sudah makan korban tersebut? Kuatkah negara kita menanggung situasi yang sangat tidak mudah ini?
Kampanye Hidup Sederhana
Kampanye ini kiranya menjadi salah satu hal yang bisa dilakukan. Namun, jika tidak diberikan contoh, maka akan sangat tidak efektif. Kita bisa belajar nyata, agak pedih, bisa ironis dan sedih, tentang yang terjadi pada Wapres Bung Hatta di masa itu.
Pasca mengundurkan diri dari Wakil Presiden Indonesia, hidup Bung Hatta bersama sangat sederhana. Sebagaimana diketahui, karena perbedaan pandangan politik, Bung Hatta "resign" sebagai wakil presiden, sehingga ada masanya ketika itu sebenarnya Bung Karno adalah single power sebagai Presiden tanpa wapres. Bung Hatta, dikabarkan bahkan sempat tak mampu membayar rekening listrik setelah mundur dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ibu Rahmi Hatta, istri beliau juga mengakui kalau hidup keluarganya sangat sederhana bahkan kritis. Uang tabungannya bahkan tak cukup untuk membeli mesin jahit yang diidam-idamkan karena kebijakan pengurangan nilai mata uang. Sanering, pemotongan nilai uang yang pernah terjadi di era Bung Karno, menyebabkan situasi ekonomi menggigit dan menderitakan sebagian besar rakyat kita.
Suatu saat, Hatta menerima rekening listrik yang jumlahnya cukup tinggi. "Bagaimana saya bisa membayarnya dengan uang pensiun saya?" kata Bung Hatta. Ia lalu meminta Gubernur Ali Sadikin lewat surat agar uang pensiunnya dipotong untuk membayar tagihan listrik. Situasi menyedihkan ini menunjukkan, bahkan di tengah kesulitan pun, Bung Hatta ingin menyeleseikan kesulitan tanpa merepotkan negara. Dengan mencicil potong langsung pada uang pensiuannya. Meskipun pada akhirnya, Pemprov DKI kemudian menanggung biaya listrik dan PAM Bung Hatta, namun ini contoh langsung dari pejabat negara yang hidupnya sederhana dan jujur lurus dalam keuangan selama menjabat.
Kampanye hidup sederhana juga pernah didengungkan oleh Pak Harto dengan program "kencangkan ikat pinggang", yang menimbulkan respon beragam. Sebagian menyindir bahwa rakyat sudah tidak punya pinggang untuk diikat, karena kekayaan hanya dinikmati elit kuasa di atas.
Solusinya, melibatan tokoh masyarakat yang dipandang dipercaya, misalnya ulama, pastur, pendeta, dan informal leader. Jika menggunakan influencer, ya bisa juga namun risiko perang urat syaraf by medsos akan terjadi, jika model yang ditampilkan tidak sesuai dengan selear rakyat.
Semoga Bangkit
Ekonomi yang kuat saat ini dipercaya justru tumbuh di sektor riil, khususnya di kalangan rakyat jelata. Kaki lima semakin semarak, an transaksi masih tinggi. Bahkan di banyak seminar ekonomi maritim, seperti yang sering digelar STIAMAK Barunawati Surabaya dan Pelindo Group, ekonomi yang eksis adalah ekonomi domestik, pelayaran antar pulau, yang melayani logistik rakyat sampai ke pedalaman.
Maka, kelebihan ini perlu dimanfaatkan untuk kebangkitan ekonomi kita. Hutang yang menggunung, sepertinya tidak perlu diblow up sehingga tidak menimbulkan kecemasan kepada rakyat, namun tonjolkan kepada kemampuan bayar pemerintah terhadap hutang kita.
Sisi lain, hutang yang masuk langsung ke badan usaha milik negara, kiranya juga perlu lebih dikendalikan, karena case to case uang yang besar dari global bond, berisiko terjadi sunk cost karena investasi ditanam, produksi belum bisa dipacu. Industri hinterland, zona belakang back up pertumbuhan ekonomi maritim, masih stagnan.
Semoga ekonomi kita terus bangkit dan pandemi berakhir. Hutang juga pelahan dilunasi meski berat nian karena memang berat. Mau apa dikata, negara berkembang akan terus dicekik riba riba modern ini karena setiap investasi dan pengembangan negeri, dipastikan harus ada investor atau hutang.
Tetap optimis kita akan semakin baik. Semoga krisis tidak berulang. (24.01.2021/Endepe)
Catatan:
saya ingin mencantumkan dalam artikel, namun bisa menimbulkan pertanyaan lebih rumit tentang rumor lockdown BI yang dibantah oleh link berikut, yang menyatakan "BI Baik-baik saja", jika demikian, kita mengaminkan agar "BI Baik-baik saja", semoga Tuhan melindungi kita semua :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H