Para auditor sangat mudah melihat dan mencermati, pemda mana yang mengalokasikan dana untuk pengerukan sungai, mana pula yang lupa - bahasa yang mudah dipahami - , sehingga kelihatan kota kabupatan mana yang sudah peka terhadap dredging mana pula yang belum.
Peta jaman Belanda menunjukkan bahwa Kalsel adalah memang urat nadi sungai, sudah sepantasnya insan terdidik di semua lini paham masalah derdging ini.
Banjir Banjarmasin adalah sebuah pekerjaan besar bagi pecinta peradaban Sungai, karena pengendapan sungai tidak dapat dihadapi dengan bernegkar dan bersilat kata, melainkan menggunakan tindakan pencegahan (evaluasi terhadap sumber banjir dan pengendapan, apakah dari pertambangan atau perilaku budaya), pengerukan rutin dengan teknologi dredging yang memadai dan dibiayai beneran bukan saling melempar bola sampai pusing kepala siapa yang seharusnya bertanggung jawab, dan sosialisasi tanpa henti untuk sebuah peradaban sungai.
Seorang aktivis pernah mengimajinasikan Banjarmasin seperti Venesia, kota sungai yang eksotik dengan bangunan yang river friendly. Di jaman Belanda, disebut sebagai mini Amsterdam. Dua nama populer ini sudah seharusnya membawa kelompok menengah terdidik untuk paham bahwa mau tidak mau Kalsel harus memiliki teknologi dredging, di samping pasti pengendalian deforestasi juga penting, pengawasan pertambangan juga penting, dan langkah lain yang menunjukkan semua lini masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap kota yang sudah bungas sejak doeloe ini.
Selamat berjuang untuk kawan-kawan di Banjarmasin, semoga banjir reda dan tidak berhenti di situ, terus berjuang untuk menegakkan perdaban sungai yang akan meneruslestarikan Banjarmasin Kota Seribu Sungai Ganal nan Bungas , sungai yang besar dan cantik elok citra Kalimantan yang menjadi harapan paru-paru dunia. (23.01.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H