Pernah mendengar Pulau Curiak ? Saya yakin kebanyakan belum. Padahal di pulau ini nasib bekantan akan ditentukan, gerak para pejuang lingkungan hidup untuk melestarikan binatang eksotik yang hanya ada di bumi Kalimantan.
Pulau di hamparan Sungai Barito Banjarmasin ini, sekarang semakin sibuk dengan upaya konservasi Bekantan. Alias monyet si hidung panjang, atau yang menamakannya Monyet Belanda. Ya karena bulunya blonde, hidungnya mancung banget sampai meleleh ke mulutnya, dan jika menua maka hidung akan memanjang yang berisiko menutup saluran pernafasan Bekantan, dan tewaslah monyet ini karena faktor usia. Tahun 1990 Bekantan ditetapkan sebagai ikon Kalsel, dan sampai sekarang hanya hidup di Kalimantan sehingga binatang ini sangat dilindungi dan berisiko punah jika tidak dilestarikan. Nah, tulisan 11 Januari 2021 ini didedikasikan untuk ikut membantu pelestarian lingkungan hidup, khususnya Bekantan yang eksotik ini.
Selain pulau Curiak, juga ada Pulau Bakut yang juga dikhususkan untuk konservasi bekantan ini.
Saya bertemu dengan Pak Fery Lens, spesialis dokumentator dan aktivitas pecinta Bekantan dengan Tim yang solid bernama Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Lumayan dekat karena saya sempat berada di Banjarmasin periode 2016 - 2018, dan tetap memelihara up date dengan para aktivis lingkungan hidup ini. Leader yang terkenal sampai sering diundang ke luar negeri adalah mBak Amalia Rezeki, SSi., MSi, biolog dari Universitas Lambang Mangkurat yang konsisten dalam memelihara keberlangsungan hidup Bekantan lewat SBI tersebut.
BAYI LAHIR
Ngomong-ngomong, ini ada kabar gembira di pertengahan Januari 2021, yakni tanggal 10 yang lalu telah lahir bayi Bekantan di Curiak. Nah, berikut info dari Mbak Amalia dan Pak Fery:
Berita gembira diawal tahun 2021, seekor bayi bekantan lahir dari kelompok Alpa di Stasiun Riset Bekantan & Ekosistem Lahan Basah di Pulau Curiak yang dikelola oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) bersama Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Seekor bekantan (Nasalis lavartus) betina dewasa bernama Julia, kembali melahirkan seekor bayi bekantan di dalam kawasan Stasiun Riset Bekantan, Pulau Curiak di Anjir Muara, Barito Kuala.
Menurut Ambar Pertiwi, kepala Stasiun Riset Bekantan – Pulau Curiak, ini adalah kelahiran pertama bayi bekantan di kawasan Stasiun Riset Bekantan diawal tahun 2021 ini. Jadi sekarang populasinya menjadi 28 ekor yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok Alpa dan kelompok Bravo. Berarti terjadi peningkatan populasi 100% selama kurun waktu 5 tahun yang sebelumnya hanya dihuni oleh 14 individu bekantan.
Kok hanya seekor? Ya begitulah Bekantan, kan tidak bertelur, sehingga proses perkembangbiakannya dengan melahirkan. Makanya agak sulit memelihara Bekantan, yakni tidak bisa ditangkarkan, namun dilepasliarkan, dan beranak pinak tidak dapat cepat banyak.
MENGAPA HARUS DIJAGA
Bekantan kalau kita di Jogja, paling bisa melihat di bonbin kan ya. Jakarta pun demikian, Bandung, Surabaya, ya paling di bonbin. Nah, kalau di Curiak ini, kita bisa melihat langsung di habitatnya. Pak Fery Lens menjelaskan mengapa kita perlu menjaga keberlangsungan hidup Bekantan ini:
"Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.
Satwa yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990.
Konservasi Bekantan. Bekantan (Nasalis larvatus) oleh IUCN Redlist sejak tahun 2000 dimasukkan dalam status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah sebelumnya masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada CITES sebagai Apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional).
Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat sekitar 260.000 Bekantan di Pulau Kalimantan saja tetapi pada tahun 2008 diperkirakan jumlah itu menurun drastis dan hanya tersisa sekitar 25.000. Hal ini disebabkan oleh banyaknya habitat yang mulai beralih fungsi dan kebakaran hutan yang sempat menggejala di mana-mana."
PEKERJAAN RUMAH BESAR
Pelestarian Bekantan adalah pekerjaan besar yang luar biasa. Riset juga masih sangat terbuka. Ada loh, daun makanan Bekantan yang diyakini menyebabkan, maaf, ereksi Bekantan menjadi sangat lama sekali, bisa sampai 5 - 7 jam bahkan setelah proses perkawinan bekantan. Belum diteliti, apakah ini juga berdampak sama ke manusia. Jika berhasil ditemukan, dan terbukti, waduhhh...... dahsyat pastinya kan... bisa kewalahan pabrik jamu kuat di Banjarmasin.
Demikian sekian liputan dari Banjarmasin Kota Seribu Sungai, Nan Bungas menawan hati. Meski demikian, tantangan tersendiri bagi aktivis lingkungan karena sedimentasi di mana-mana, sungai perlu kontinyu dikeruk untuk juga dipelihara kedalamannya. (11.01.2021/Endepe )