Sekeluarga memutuskan untuk periksa swab antigen sesuai dengan perintah Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tidak hanya sebagai gubernur, beliau juga Raja bagi rakyat Yogyakarta khususnya, dan Jawa pada umumnya. Satuhu melaksanakan sabdo pandito ratu. Selain itu, memang kami juga akan mengadakan perjalanan melintas tol utara ke arah Kuningan, Cirebon, Jakarta, dan Depok.
Alhamdulillah semua perjalanan aman. Relatif sepi dibandingkan dengan kendaraan ke arah Jawa Tengah, sehingga laju kami bisa lebih cepat dibandingkan perkiraan.
Memasuki Kuningan, suasana pedesaan lumayan terasa. Apalagi meeting point saya ada di pelosok, ada jalan mendaki dengan kemiringan yang agak tinggi, lantas ada juga menurun sehingga rem adalah kunci utama.
Saya silaturahim dengan sebuah keluarga di desa dengan nuansa pesantren. Orangnya baik-baik, suka senyum, ramah, dan ketika kami pulang juga diberi oleh-oleh tape ketan dengan kripik emping melinjo yang enak banget. Beneran enak, sampai gurihnya masih terasa di lidah sampai sekarang. Soalnya jumlahnya banyak.. saya ngemil berulang kali.. Hehehe..
Namun yang saya sedih, adalah realita lain bahwa kebanyakan dari warga desa itu tidak mengenakan masker. Protokol tidak dipatuhi, sehingga ketika kami memasuki kompleks itu, yang maskeran ya hanya kami berempat, saya istri, dan anak-anak kami.
Selidik punya selidik, menurut warga desa, Covid19 alias Corona itu adalah penyakit orang kota.
"Itu mah penyakit orang kota, kalau di sini teh tidak ada.. semua baik-baik saja," kata seorang warga.
Waduh, bagaimana saya menjelaskan kepada beliau-beliau ini ya?
Saya sedikit berkisah tentang beberapa kyai di pesantren di kawasan Jawa Timur, yang wafat di era pandemi ini. Sehingga di zona Jawa Timur, protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.
"Kalau sampai ada yang wafat teh, itu takdir ya... Kita sebagai manusia hanya menjalani," sahut seorang Bapak yang ikut menyimak perbincangan kami.
....
Lantas biasanya kami diskusikan dengan keluarga sepanjang perjalanan. Siapa pemimpin setempat, bagaimana jaringan birokrat menyampaikan informasi ke masyarakat, mengapa masih ada pendapat yang demikian, dan sebagainya.
Beberapa ambulan berseliweran dengan nguing-nguing sirinenya..., ketika kami makan di Cipondok, cape deh.... mbak yang menyaji makanan tidak bermasker, dan ngomong di atas gelas yang sedang dipegang untuk disaji, sementara gelas juga tidak ditutup.
Kami putuskan untuk ganti minum botolan tertutup, begitu melihat itu.
... Restoran juga tidak selalu paham terhadap protokol itu.
...
Lantas, begitu sliweran ambulan kelihatan membawa pasien Covid19, maka kami pun bergumam, "Sepertinya itu orang kota..."
..................
Wahai pemimpin di setiap sudut negeri, mbok iyao rakyat diedukasi tanpa henti untuk semakin disiplin diri. Jangan nantinya ketika ada sesuatu terjadi, akhirnya yang salah presiden lagi.
Kuningan yang menjadi bagian dari sejarah, perlu lebih intensif kampanye protokol kesehatan. Apalagi jika melihat sejarah Linggarjati, harusnya ramai dikunjungi dengan tetap disiplin protokol.
(27.12.2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H