Lantas, apa kaitannya dengan deskripsi masalah teknologi bongkar muat di atas?
Relevansinya adalah sebagai berikut;
Pertama, dari sisi teknologi bongkar muat. Sejauh ini, teknologi bongkar muat di pelabuhan Kumai, bahkan untuk operasi peti kemas pun, masih terbilang sederhana. Selain menggunakan ship crane (kran kapal), juga menggunakan mobile harbour crane (kran darat) yang hanya melakukan manuver di container yard (CY) peti kemas.
Mobile harbour crane yang ada tidak dapat menjangkau sisi dermaga, mengingat kekuatan dermaga sangat terbatas, sementara bobot mati MBC dalam posisi kosong saja mencapai 60 ton. Kekuatan dermaga tidak sampai 20 ton.
Fasilitas fisik lapangan yang sangat sempit, mustahil bisa dilebarluaskan, menyebabkan alat-alat bongkar muat semacam container crane (CC) sulit untuk ditempatkan. Dampak lain dari keterbatasan ini adalah pelabuhan tidak dapat melayani secara optimal untuk kontainer berukuran 40 Feet, dan sangat sulit melayani reefer container (kontainer berpendingin). Akibatnya, kualitas layanan menjadi tidak optimal.
Kedua, dari sisi ketersediaan sumber daya manusia. SDM ini menyangkut jajaran manajerial mau pun operasional. Disiplin ilmu yang relevan sejauh ini adalah Ilmu Ketatalaksanaan, Kemaritimen, Kepelabuhanan, atau Ilmu Pelayaran, namun dengan mengoptimalkan SDM yang ada, ternyata tetap tidak dapat optimal dalam menghasilkan produktivitas tinggi. Perlu dipikirkan dengan lebih seksama.
Ketiga, dari sisi tantangan ke depan. Dengan makin intensifnya lalu lintas logistik yang keluar masuk di Kabupaten Kotawaringin Barat, maka perlu dipikirkan masalah-masalah di atas. Siapkah kita dengan teknologi tinggi, suplai SDM yang kompeten, sistem yang terintegrasi dengan kebutuhan masa depan, dan roda organisasi yang berjalan dengan proporsional dan profesional? Mampukan kita semua duduk bersama membahas masalah dimaksud, merumuskan alternatif solusi yang ada, dan melakukan langkah-langkah kongkret untuk memajukan dunia logistik di Kobar?
Hal ini bukan saja menjadi tanggung jawab seganap PBM di Kumai, melainkan juga seluruh instansi pemerintah yang berkaitan dengan dunia logistik, perhubungan laut, pemerintah daerah, dan stakeholder pelabuhan. Contoh sederhana adalah bahwa intensitas logistik meningkatkan aktivitas trucking company, beban jalan/infrastruktur makin berat, masyarakat juga tidak perlu hilir mudik di pelabuhan hanya untuk melihat kapal karena berisiko adanya kecelakaan, penerapan ISPS (International Standard for Port Security ) Code yang menjadikan pelabuhan sebagai restristict area (wilayah eksklusif bisnis), penataan pedagang kaki lima dengan tampilan yang lebih indah cantik menawan (dapat kah kita melakukannya), kepatuhan rambu-rambu lalu lintas dan keselamatan, kelengkapan alat keselamatan, dan lain-lain.
PROYEKSI MASA DEPAN
Dapatkah kita membandingkan PBM Kumai dengan Pelabuhan Patimban ? Pasti tidak, sebab sangat tidak apple to apple. Namun moralitas cerita bahwa pelabuhan semakin dituntut adanya teknologi bongkar muat yang canggih. Alat bongkar muat yang memenuhi aspek speed (kecepatan), safety (keselamatan), dan cargo care (keutuhan barang) sehingga barang dibongkar/muat dapat utuh tidak rusak.
Hal ini nanti bisa mengundang pertanyaan menarik, khususnya bagi yang sangat senang dengan aspek pengadaan barang dan jasa. Siapa yang mampu menyediakan alat modern tersebut, proses pengadaannya apakah dengan lelang atau penunjukan langsung, apakah memenuhi kaidah e-procurement, apakah ini itu dan sebagainya?