Cardenas (2004), ahli logistik lainnya menyebutkan bahwa adanya pengembangan sistem yang terintegrasi adalah ditujukan untuk mengontrol secara otomatis gerakan kontainer (peti kemas), sehingga Otoritas Pelabuhan akan dapat angka pasti jumlah waktu yang digunakan di pelabuhan, yang berarti efisiensi dan reliabilitas.
Sistem yang lazim dikenal sebagai Intelligent Crane atau derek cerdas ini menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligent) yakni derek otomatis, yang dapat dioperasikan secara efisien dan tidak terlalu menuntut kuantitas sumber daya manusia (sdm). Semua dikontrol oleh sistem dan teknologi, tidak selalu tergantung pada jumlah manusia.
Pada kasus ini, Cardenas percaya bahwa kecepatan bongkar muat barang yang tinggi dengan sistem yang terpadu, akan meningkatkan keutuhan barang (cargo care), mengurangi kesalahan manusia (human error), mengurangi total waktu kapal di pelabuhan (total time ships in port), yang juga berarti ship turn aorund time juga berkurang, efisiensi dalam konsep biaya total (total cost), dan juga ramah lingkungan dalam pengoperasiannya (environmental friendly).
Prof. Shuo Ma (2005), guru besar Manajemen Logistik di World Maritime University, Swedia menambahkan bahwa metode bongkar muat dan waktu pendistribusin barang menjadi sangat bermakna dalam menarik jalur perdagangan baru. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa sistem bongkar muat memiliki dampak dalam kualitas layanan (quality of services) kepada pelanggan yang memainkan peran utama sebagai alat pemasaran.
Sementara itu fakta lain menunjukkan bahwa untuk mendapatkan efisiensi dalam operasi kepelabuhanan, banyak operator pelabuhan menggunakan teknologi tinggi dalam peralatan bongkar muat, dan utamanya mereka mengoperasikan dengan kecepatan yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan peralatan lama.
Otomatisasi, pengurangan biaya (cost reduction), produktivitas tinggi, implementasi teknologi informatika, adalah kata-kata kunci yang merepresentasikan ambisi dari perusahaan manufaktur dalam memproduksi alat bongkar muat
Merujuk pada kenyataan bahwa tidak selalu operator pelabuhan mampu mengontrol peralatannya, maka tingginya angka produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan peralatan bongkar muat, juga dapat berarti adanya dampak lain misalnya polusi udara, kebisingan dan debu (untuk terminal General Cargo), kebisingan visual (terminal kontainer), barang kimia dan berbahaya (cargo curah cair), dan lain-lainnya.
Dalam kaitannya dengan masalah ini, kita jumpai adanya syarat mendasar pemilihan alat bongkar muat yang perlu mempertimbangkan paling tidak lima komponen yakni travelling gantry crane (derek besar), slewing dan luffing boom, transfer conveyor, kontrol debu, dan akuisisi data dan kontrol lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam seleksi atau pemilihan alat bongkar muat sebagaimana diuraikan di atas perlu diberikan perhatian yang serius terhadap kecepatan dari sistem alat bongkar muat, utamanya terkait dengan keutuhan barang (cargo care), waktu yang digunakan kapal di pelabuhan (ships turn around time ship in port), biaya dan dampak lingkungan adalah sangat penting.
PBM KUMAI
Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Cabang Kumai secara efektif dinyatakan berjalan sejak Januari 2008 yang baru lalu. Meski demikian, roda organisasi dalam konteks gerak aktivitas operasional, sebenarnya sudah dilaksanakan sejak lama sepanjang aktivitas operasional bongkar muat di Pelabuhan Kumai.