Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Makan Hemat Makan Sehat

4 November 2020   05:02 Diperbarui: 5 November 2020   04:23 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Itu bukan sambel lho.. ini  Korea food di Mokpo. Makannya pake celemek kayak mau cukur.. (Dokpri-NDP)

Jajan Dalam Perjalanan, selalu mengingatkan saya ketika saya masih menjadi pasukan PJKA (pulang jumat kembali ahad). Ya sekitar tahun 1996/1997/1998, ketika Pak Jonan belum masuk membenahi perkereta apian di negara kita. Batalyon pjka, orang jogja dan sekitarnya, termasuk purwokerto, solo, dan sepanjang kereta api solo - jakarta. Setiap jumat, kami kembali ke rumah masing-masing. 

Ahad malam, atau malem senin, kami kembali ke Jakarta untuk kembali bekerja. 

Demikian seterusnya.

Itu bukan sambel lho.. ini  Korea food di Mokpo. Makannya pake celemek kayak mau cukur.. (Dokpri-NDP)
Itu bukan sambel lho.. ini  Korea food di Mokpo. Makannya pake celemek kayak mau cukur.. (Dokpri-NDP)

***

Pulang Jumat Kembali Ahad 

Waktu itu kereta api masih sangat longgar. Tidak seketat sekarang. Tidak ada pemeriksaan ktp di pintu masuk. Pedagang kaki lima atau asongan juga masih bebas naik turun kereta. Juga pengamen. 

Pasukan pulang jumat kembali ahad, rutin justru ditunggu sebagian petugas karena saking lamanya nebeng, akhirnya saling bersahabat. 

Kereta apa yang biasa dinaiki? 

Kereta bisnis, dan ekonomi. Kalau eksekutif, wahh.. waktu itu belum terjangkau. Bisnis dan Ekonomi pun, waktu itu, mengandalkan tiket khusus "bordes", alias menyelinap di pojok belakang gerbong kereta. Hehehe... maaf pak Jonan, dulu kami masih begitu.. dan disiplin kereta api belum secanggih sekarang ini. 

Bahkan, ketika itu badan bisa rebahan di antara kursi, atau lorong gerbong kereta api. Ya risiko badan bisa dilangkahi. Oleh penumpang lain, atau bahkan pedagang asongan.  Masih banyak pedagang asongan yang hilir mudik, ketika kereta transit di purwokerto, atau cirebon. Heboh dah pokoknya...

Saya masih ingat kata-kata pedagang kue lanting (lihat ini:https://www.theboxsceneproject.org/cara-membuat-lanting-singkong  )

Cara menjajakan dengan lengkingan yang lucu : kue lantinggggg..... lantinggg... lontanggg... lantungggg.... beli lantinggg... biar kami tidak lontanggg.. lantunggg.... 

Kue lanting sendiri dikemas dengan cara ditusuk  benang bambu seperti kalung, seperti gelang, sehingga cara makannya ya diambil satu-satu. Keras bangett... 

Jajan-jajan asongan, pasti murah dan meriah.  Meriah, murah, soalnya waktu bagi pedagang juga terbatas, sehingga harus segera terjual. Beda dengan pedagang resmi kereta api. 

"Mihilll...."keluh penumpang-penumpang ketika itu, termasuk saya. Kopi kita masih bisa beli 1000an, di sales resmi bisa 5 ribuan. Ketika itu lho... Dolar masih sekitar 3000 an. Maaf agak lupa juga, ya kira-kira sekitar itu perbandingannya. Jadi, jajan ke asongan adalah hal yang mengasyikkan.

"Asyik apa... padunya murah kan..., "ketus temen saya. Iya sih... hehe...

***

Naik kereta dari Mokpo ke Seoul

Saya ada program pada sekitar tahun 2010an, di Pelabuhan Mokpo, Korea Selatan. Orang Korea yang sangat berkelas, sugeh gitu, juga sangat sopan terhadap orang lain. Ketika kita dijamu di kafe, kalau kita bersama istri/keluarga, maka mereka juga akan mengajak istri/keluarga. Dan saling bercakap dalam bahasa Inggris yang saling terbatas. Mrs Ma, istri dari Mr Ma, demikian saya memanggil mitra saya dari Korea, sangat lembut dan santun.

Waktu itu saya dengan istri. Setiap istri berbincang, Mrs Ma tampak begitu memperhatikan. Juga gesture mengangguk-angguk. Seakan-akan mengerti. Setidaknya, berusaha mengerti. Lha wong sama-sama bahasa Inggrisnyaterbatas. hehehe...

Nah, sewaktu saya naik kereta dari Mokpo ke Seoul. Saya menjumpai situasi, yang kok sama ya dengan di Indonesia.

"Expensive? Your food... you bought coffee or food during travell? Expensive ?, "tanya Mr Ma kepada saya. Ya memang mahal, namun ternyata orang Korea yang sejatinya kaya-kaya itu, juga menganggap makanan di kereta juga mahal. Jajan dalam perjalanan, bagi mereka juga mahal untuk armada angkutan tertentu, khususnya kereta api. Lhoo. lak podho mbek awake dewe yes....

Jika naik pesawat, gak sempat bilang mahal murah karena biasanya paketan kan. 

Start awal dari Honam-dong, Mokpo-si, Jeollanam-do, Korea Selatan. Tujuannya  di Seoul, 405 Hangang-daero, Bongnaedong 2(i)-ga, Yongsan-gu, , Seoul, Korea Selatan. Berjarak 371 km, lumayan jauh sehingga jajan di perjalanan tidak terelakkan. Harga kopi kalau dikonversi ketika itu ya sekitar 50 an ribu dengan sedotan tipis, yang saat itu Indonesia belum banyak beredar. Kelihatannya kalau sekarang bisa kisaran 300 - 500an ribu untuk paket kopi di kereta dengan kue-kue kecil imut tidak bisa bikin kenyang. 

Kalau makan di resto-resto Korea, dijamin enak banget. Banyak menu ikan, termasuk jenis-jenis ikan laut dalam yang mungkin kita belum pernah melihatnya. Bahkan ada jenis ikan belut laut, ikan kerapu yang besar banget, ikan-ikan lain yang saya gak mudheng karena asal-usul saya bukan dari zona laut. Hehehe.. dasar orang daratan, lupa lautan. Bukannya lupa daratan.. 

Untuk menghindari menu non halal, memang menu ikan sangat disarankan jika kita ke Korea. Lebih aman. Sebab jika daging, meskipun daging sapi, masaknya jadi satu dengan masakan daging babi. Waduhh... ya ngeri kan....

Menu resto di Mokpo (Dokpri-NDP)
Menu resto di Mokpo (Dokpri-NDP)

Orang Korea itu lembut hati. Sopan dan respek kepada orang lain. Saya ketika diketahui muslim, mereka menghormati itu dan menghindarkan menu-menu babi.

"Mr Nugee..., don't worry, this is Miss Kim who will cook for you only halal food, "kata Mr Ma ketika saya ada acara makan di kantor Pelabuhan Mokpo. 

Aduh makk... maksudnya baik. Namun beliau gak tahu bahwa masak satu panci antara babi dan sapi, juga tidak dianjurkan dalam konteks halal food. Namun ya setidaknya mereka berusaha untuk itu... dan saya makan penuh istighfar memohon ampunan, karena daging halal, namun proses saya tidak tahu apakah jaminan halal atau tidak. 

***

Hemat Sehat Hemat Sehat...

Demikian sekilas kisah jajan di perjalanan, dan permakanan di negara orang lain.  Korea.  Bagaimana di Eropa...? Bersambung dah... karena sewaktu di Eropa, lebih banyak bawa makanan sangu dari rumah, ketimbang jajan di perjalanan. Jajan dalam perjalanan, selalu fokusnya ke harga, bukan rasa. Mihill... sehingga saya menghindarinya.

Sekarang? Ya jika ada dinas, ya makan sewajarnya. 

Namun sebelum covid19, makan nasi campur di bandara Juanda Surabaya, jatuhnya nas 75 ribu dan teh 35 ribu. Wah... mantan anak kost pasti menjerit karena warteg mungkin masih terbeli 20 an ribu, ini 5 x lipatnya. 

Namun, ya semua ada segmentasinya sendiri. Dengan niat menghidupkan ekonomi, saya kadang ya makan juga, jajan dalam perjalanan meskipun mihil. Kalau sedang percaya diri, sekali makan bisa di atas 1 juta ya biasa (pura-pura tidak mahal .. hehehe). 

Teriring doa semoga ekonomi semakin baik pasca covid19 ini. Ayo kita gerakkan ekonomi rakyat dengan jajan di perjalanan, biar hemat asal sehat. Sebagian makanan yang murah memang dituduh tidak higienis. Sehingga berisiko. Sehingga, seharusnya fokus jajan dalam perjalanan bukanlah pada harga, melainkan jaminan sehatnya. Syukur-syukur juga harga hemat. (NDP/04.11.2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun