***
Demikian sekilas kisah jajan di perjalanan, dan permakanan di negara orang lain. Korea. Bagaimana di Eropa...? Bersambung dah... karena sewaktu di Eropa, lebih banyak bawa makanan sangu dari rumah, ketimbang jajan di perjalanan. Jajan dalam perjalanan, selalu fokusnya ke harga, bukan rasa. Mihill... sehingga saya menghindarinya.
Sekarang? Ya jika ada dinas, ya makan sewajarnya.
Namun sebelum covid19, makan nasi campur di bandara Juanda Surabaya, jatuhnya nas 75 ribu dan teh 35 ribu. Wah... mantan anak kost pasti menjerit karena warteg mungkin masih terbeli 20 an ribu, ini 5 x lipatnya.
Namun, ya semua ada segmentasinya sendiri. Dengan niat menghidupkan ekonomi, saya kadang ya makan juga, jajan dalam perjalanan meskipun mihil. Kalau sedang percaya diri, sekali makan bisa di atas 1 juta ya biasa (pura-pura tidak mahal .. hehehe).
Teriring doa semoga ekonomi semakin baik pasca covid19 ini. Ayo kita gerakkan ekonomi rakyat dengan jajan di perjalanan, biar hemat asal sehat. Sebagian makanan yang murah memang dituduh tidak higienis. Sehingga berisiko. Sehingga, seharusnya fokus jajan dalam perjalanan bukanlah pada harga, melainkan jaminan sehatnya. Syukur-syukur juga harga hemat. (NDP/04.11.2020)