"Dont worry Pak Nugee, all of these halal...," imbuh Pak Bule mengerti apa yang melintas di benak saya melihat menu berdaging tersebut.
Sebagian besar bule, memang malahan sudah sangat akrab dengan terminologi makanan halal dan non-halal, sehingga mereka menyesuaikan dengan kolega ketika ada perjamuan.
Nah, acara dimulai. Ibu Bule tampak menuang gelas, mempersilakan minum dengan hidangan pembuka makanan ringan. Dengan luwes pula, Ibu Bule melayani kami (saya berdua dengan kawan dari Indonesia), dan Pak Bule juga dilayani menuangkan nasi ke piring.
Nah, makan-makan selesai. Lantas ketika mau menyingkirkan piring kotor habis makan, Ibu Bule mengedipkan mata ke Pak Bule. Pak Bule bergegas mengambil piring kotor tersebut, dibawa ke tempat cuci. Ibu Bule menyulut rokok. Smoker rupanya... (batin saya).
Pak Bule sibuk di belakang mencuci piring. Saya mau bantu, Ibu Bule melarang karena kami adalah tamu beliau.
"Dah biasa begini, saya yang masak, Pak Bule yang mencuci piring," kata Ibu Bule (kira-kira begitu terjemahannya, boso enggres-nya saya lupo.. hehehe...)
Dan adegan sama diulangi ketika minum kopi. Bule-bule biasanya minum teh, atau kopi panas, setelah makan. Tujuannya untuk menghilangkan bau amis daging atau ikan di mulut.
Saya terheran dan gumun. Ow begitu ya bertukar atau berbagi peran. Setidaknya, Pak dan Ibu Bule di Rotterdam tersebut.
Pak Bule ini, pada tahun 2020 masih intensif berkomunikasi dengan saya lewat WhatsApp, dan masih hilir mudik Belanda - Indonesia sebelum era pandemi covid-19.
Bayangkan kalau kita di tanah air. Belum terbiasa begini kan, Ibu mengajak ngobrol tamu, Ayah mencuci piring di belakang. Meskipun hanya sebentar, kayaknya gak sopan gitu ya....
Ya silakan, bisa ditiru, dimodifikasi, atau diadaptasi dengan nilai budaya kita.