Bertemu pak Ruben, seperti bertemu saudara sendiri. Kulit dan ciri fisik ya seperti kita di Indonsia. Perjalanan kurang lebih 2 jam-an (Kira-kira), kami isi dengan mengobrol menggunakan bahasa Jawa ngoko. Sebabnya, kalau menggunakan bahasa Kromo halus, bukan hanya Pak Ruben, saya juga kurang trampil.
Kalao menggunakan bahasa Belanda, Pak Ruben bisa, saya tidak bisa. Kalao menggunakan bahasa Inggris, Pak Ruben lancar, sedangkan saya harus mikir lama baru ngomong.
Nah, lebih enak menggunakan bahasa Jowo ngoko, meski sepotong-potong, Pak Ruben mengerti dan tahu maksud percakapan saya.
"Adoh juga ya Pak, Swalmen.., "kata saya. Tidak terasa, bahkan bahasa Jawa saya pun cambur bahasa Indonesia. Untungnya Pak Ruben tetap mengerti.
"Iyo, iki aku nyedaki kantorku, dadi adoh songko Amsterdam ugo Rtterdam, Nanging cedak karo kantorku, " jawab Pak Ruben sambil memperhatikan jalan.
Pak Ruben adalah seorang insinyur kimia, dan bekerja sebagai tenaga ahli di perusahaan plastik.
Kelahiran Suriname, generasi ke-4 dari leluhur Jawa, dan sudah mendapatkan kewarganegaraan sebagai orang Belanda.
"Aku sekolah nang kene, terus oleh gaweyan yo neng kene. Aku ora gelem nang politik, dadi tetap nang kene wae kerjo biasa, "kata Pak Ruben.
Memang Pak Ruben pernah ditawari sebagai politisi di Suriname, dimana Partai Jawa memiliki kekuatan yang lumayan kuat. Namun dengan berbagai pertimbangan, Pak Ruben tetap tinggal di Belanda, hingg memiliki 2 anak, laki-laki dan perempuan yang semuanya sudah seusia mahasiswa dan kuliah di Belanda.
Rumah Pak Ruben di Swalmen terbilang perumahan baru. Di sekitarnya adalah lahan pertanian yang menghampar luas.
(bersambung).