Dia sering mengangguk-angguk, namun hanya sedikit merespon apa yang kami sampaikan. Semoga saja dia mengerti ya...
Kompas dan Sajadah Batik
Karena perjalanan di Korea relative banyak dalam arti di banyak tempat, maka fungsi kompas yang kami miliki sangatlah bermanfaat. Setiap kami memasuki motel di kota tujuan, kami survey dulu arah kiblat agar tidak kebingungan menentukan arah shalat. Kebetulan, saya selalu membawa kompas yang asal-usulnya hadiah dari sebuah perusahaan pelayaran ketika di Indonesia.
Selain itu, kami juga membawa sajadah batik yang enak untuk dilipat dan tidak makan tempat di tas. Mobilitas yang sangat intensif, mengharuskan saya untuk senantiasa membawa sajadah yang disesuaikan dengan situasinya. Sajadah biasa akan makan tempat, bisa-bisa tas kita kepenuhan. Maka, sajadah batik yang tipis dan enak dilipat itu, sangat bermanfaat.
Dijaga oleh Pasukan Budhism
Orang Korea secara umum penganut agama Budha.
Namun demikian, sebagian generasi mudanya menyatakan, "Kami beragama Budha karna orang tua saja, selebihnya bagi kami agama apa pun baik-baik saja."
Memang, bisa dikatakan sebaran "agama" Budha pernah jauh meliputi Indonesia, China, Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Jepang, dan Korea. Dan di Korea, sebagaimana di Jepang dan China, agama "resmi" yang dianut masyarakat adalah Budha.
Semangat Buhdism yang dalam implementasi kemasyarakatannya mirip-mirip dengan kebaikan hati komunitas sufi Muslim, menyebabkan orang Korea juga selalu menampakkan keramahan dan kebaikhatian.
Mereka justru agak mempertanyakan sikap agak deskriminasi sementara penganut Kristen di Korea yang dikatakan sebagai "agak memusuhi" penganut agama lain di Korea. Tentu saja ini bukan realitas yang bisa dipercaya begitu saja, mungkin hanya oknum tertentu.
Juga, mungkin ini prasangka rasialisme, namun sejauh ini kehidupan beragama di Korea sangat baik dan penuh toleran.