Lelaki itu gembira menerima paket dari desa. Isinya jendela kayu dari rumahnya di desa.
Ia meminta adiknya mengirimkannya ke kota. Lalu dipasangnya jendela itu di kamarnya.
Jendela itu menentramkannya ketika hidupnya masih sederhana. Di depan jendela itu waktu kecil ibunya sering menyanyikan lagu-lagu untuk menidurkannya. Ketika sudah dewasa ia biasa duduk di depan jendela, menyeruput kopi di kala pagi sambil menikmati gemericik  air sungai dan kicauan burung pipit.
Ketika bekerja dan ke kota bermigrasi dirindukannya suasana nan mengandung memori. Jarum jam memang tak bisa diputar kembali. Tetapi setidaknya ia bisa kembali ke desa dalam imaji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H