Menurut dr. Sayoga, acara semacam ini rutin diadakan setiap tahun. Tepat 7 tahun silam (2005), tanggal 1 September dicanangkan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Republik Indonesia (RI) saat itu, Prof. Juwono Sudarsono, Ph.D sebagai Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi. Tepatnya di Aula Dwi Warna, Gedung Lemhanas, Jakarta. Hadir pula Gubernur Lemhanas saat itu, Bapak Muladi; Gubernur DKI Jakarta saat itu, Bapak Sutiyoso; dan almarhum Gus Dur.
Ketua Yayasan Anand Ashram tersebut menjelaskan latar belakangnya. Yakni untuk membangkitkan bhakti dan cinta segenap anak bangsa. Dokter yang berdomisili di Bali ini menandaskan, “Kebersamaan lahir dari hati yang damai dan cintai kemanusiaan. Mereka yang berjiwa pengecut tak bisa melakukannya.”
Menurutnya, negara kita pun dibangun di atas fondasi kebersamaan. “Mari teguhkan lagi komitmen para founding fathers. Apapun agama, suku, dan keyakinanmu, kita semua orang Indonesia,” ujarnya dari atas podium.
Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga mengajak 400 peserta yang hadir pagi itu untuk menguatkan terus-menerus semangat kebersamaan, “Mari kita sebarkan ke seluruh tanah air Indonesia dan juga dunia,” imbuhnya.
Pria kelahiran Gianyar, Bali tersebut kemudian membacakan surat dari Bapak Anand Krishna tidak bisa hadir. Berikut ini petikannya, “Kepada Yang Mulia Sri Sultan Hamengku Buwono X, Yang Mulia Sri Baginda Sultan…Mohon terima penghormatan saya dan mohon maaf sebesar-besarnya, saya yakin Wayan, Sayoga sudah menjelaskan alasannya karena terkait kasasi dalam kasus saya.
Saya menolak keputusan yang tidak konstitusional tersebut, mereka tak akan bisa memaksa saya. Oleh Bunda Ilahi, saya tidak boleh meninggalkan tempat ini (Ubud, Bali-penulis), karena harus lebih menggiatkan diri dalam doa dan meditasi. Terimakasih sebesar-besarnya kepada Sri Baginda yang telah mendukung dan membuka simposium ini. Mohon doa bagi gerakan dan visi misi kita. Salam hormat. Anand Krishna.”
Mendamaikan Kultur dan Struktur
Prof. Dr. Irwan Abdullah hadir mewakili Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA. Guru Besar di Center for Religious and Cultural Studies (CRCS) UGM tersebut mengatakan bahwa sebenarnya Gubernur Lemhanas sangat ingin hadir. Tapi karena ada tugas lain harus mengutusnya.
Doktor alumnus Fakultas Antropologi Sosial, Universitas Amsterdam itu mengapresiasi Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi yang dirayakan dengan simposium Road to Global Interfaith Harmony. Prof. Irwan mengatakan, “Ini memang menjadi isu sentral bagi Lemhanas. Sehingga lewat acara ini kita dapat memberi masukan kepada pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia. Yakni demi membangun ketahanan nasional.”
Kemudian, dipaparkan pula tentang generalitas. Bangsa Indonesia harus bertumpu pada prinsip-prinsip general. Salah satu yang penting ialah harmoni. Kenapa? Karena kepulauaan Nusantara terdiri atas 17.500 pulau dan 512 bahasa lebih. Kita pun memiliki beragam agama, keyakinan, dan kepercayaan. “Sehingga apa yang hari ini bersifap lokal harus ditempatkan dalam konteks global harmoni,” imbuhnya.