Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gigih Melakoni Kehidupan

11 Maret 2012   15:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas terinspirasi oleh kegigihan Sansan (Ketabahan dan Kesabaran Ibu, halaman 374). Semula anaknya terlahir normal, tapi kemudian terserang virus ganas.

Si buah hati tercinta mendadak menjadi tuli. Kendati demikian, Sansan tidak menyerah. Ia justru memboyong Gwen, nama anaknya, ke Australia. Sansan terpaksa berjauhan dengan suami dan menjadi ibu tunggal. Ia bertekad melanjutkan studi ke jenjang S2.

Sansan memilih jurusan Special Education. Sebuah fakultas yang mendalami masalah pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Sansan sangat disiplin dalam membagi waktu. Yakni antara berangkat kuliah, menggarap tugas makalah dari dosen, merampungkan pekerjaan rumah tangga, mengurus serta melatih Gwen.

Berbekal seluruh pengalamannya tersebut, ia menulis sebuah buku berjudul, “I Can (not) Hear.” Sansan berbagi ilmu pada khalayak ramai. Terutama ihwal bagaimana metode memfasilitasi proses belajar anak berkebutuhan khusus. Generasi masa depan dapat memperoleh kesempatan pendidikan yang setara.

Dari kisah nyata di atas, Sidik Nugroho mau mengatakan satu hal. Seyogianya, pengorbanan, usaha, ucapan syukur, dan kepasrahan musti dilakoni secara seimbang. Sebab, selama ini manusia cenderung pasif tatkala ditimpa kemalangan. Pun enggan bekerja keras dengan dalih (sok) moralis, “…semuanya sudah ada yang mengatur.” Padahal ini sekedar pembenaran untuk menutupi rasa malas.

Buku ini juga mengajak sidang pembaca menggeser sudut pandang (paradigm shift). Alkisah, seorang remaja merasa hidupnya sia-sia. Barangkali ia baru ditolak wanita idamannya ataupun (di)putus cinta. Di tengah keputusasaan tersebut, ia mendatangi seorang guru spiritual.

Sang guru menyimak keluh-kesah anak didiknya. Setelah si pemuda puas ber-curhat (curahan hati) ria, kini giliran guru yang berbicara, “Nak, tolong ambilkan sesendok garam, campurkan ke dalam segelas air, dan minumlah...” Si anak manut (menurut) saja. “Bagaimana rasanya?” tanya sang guru. “Piuuuh! Asin sekali!” jawab si murid sembari menyemburkan air tersebut.

Kemudian, sang guru mengajak si murid ke tepi telaga yang luas. Airnya begitu jernih dan segar. Guru itu kembali meminta murid melarutkan sesendok garam ke dalam telaga dan mengaduknya dengan sebilah bambu. “Sekarang rasakan bagaimana rasa air telaga tersebut!” perintah sang guru. “Air ini segar guru. Tak terasa asin sama sekali,” ujar si murid dengan mata berbinar.

Lewat kisah “Hati bak Telaga” (halaman 232) ini, Sidik Nugroho merayu sidang pembaca agar memiliki hati seluas telaga. Kenapa? Karena kalau kita memiliki hati sempit, niscaya setiap persoalan kecil akan membuat stres dan depresi.

Ketegaran warga Porong dapat menjadi teladan nyata. Walau sejak Mei 2006 hingga kini belum mendapat ganti rugi, toh mereka tetap bertahan (survive) dan kreatif. Bahkan bencana - raibnya 10.000 rumah, belasan pabrik, serta puluhan sekolah dari SD-SMA akibat lumpur Lapindo - diubah menjadi objek wisata. Turis dari seluruh penjuru Indonesia, bahkan mancanegara berduyun-duyun datang menonton "kawah" raksasa tersebut (halaman 281).

Sama halnya dengan masyarakat di lereng Merapi. Mereka menjadikan puing-puing rumah (almarhum) Mbah Maridjan di dusun Kinahrejo sebagai petilasan dan tempat ziarah. Tentu inisiatif rakyat di akar rumput (grassroot) tersebut tak boleh melenakan para pejabat yang pernah berjanji untuk memberi ganti rugi, membayar seluruh ternak warga yang mati, membangun hunian sementara (huntara), dan menyiapkan hunian tetap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun