Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bocah Merapi dan Masa Depan

20 November 2010   18:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:26 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lebih lanjut, kemampuan otak anak pada masa keemasan ibarat spons (busa). Secara prima mampu menyerap aneka pengetahuan dan pengalaman baru. Perbendaharaan kosakata mereka bisa mencapai 12.000 kata. Ironisnya, situasi di barak-barak pengungsian serba terbatas. Privasi tidak ada sama sekali. Faktor eksternal ini niscaya menghambat pemekaran potensi dalam diri si anak. Bahkan masa ceria untuk bermain dan berkumpul dengan teman sebaya terlewatkan begitu saja.

 

Rentetan erupsi Merapi  jelas menginterupsi kehidupan bocah-bocah lereng Merapi. Akibat insiden post majeur ini, kegiatan belajar di sekolah mereka terpaksa diliburkan. Selain itu, akses ekonomi keluarga dalam mencari nafkah juga terganggu. Hal ini niscaya berimbas pada tersendatnya pemenuhan kebutuhan dasar anak. Bagaimana hendak membeli buku dan mendapat uang jajan bila para orangtua tak bisa berangkat kerja? Karena status gunung Merapi masih Awas.

 

 

 

Rentan Trauma

 

Berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi relawan Pusat Pemuliahan Stres dan Trauma Keliling (PPSTK) Joglosemar yang digagas oleh Anand Krishna pascabencana gempa bumi tektonik Yogyakarta (27 Mei 2006), memang anak-anaklah yang paling rentan mengalami trauma psikis. Karena kondisi kejiwaan yang masih relatif labil. Pada 31 Oktober 2010 dan setiap pekan berikutnya PPSTK juga mengadakan terapi bagi para pengungsi Merapi.

 

Ratusan warga hadir dan mempraktikkan latihan nafas dan teknik katarsis untuk mengatasi stres dan trauma. Sehingga mereka dapat merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang bersumber dari dalam diri. Saat itu kami juga mengajak anak-anak  untuk bermain, bernyanyi, menari, menggambar, menulis puisi, dan bercerita. Intinya agar energi stres yang terakumulasi bisa tersalurkan secara memadai, konstruktif, dan kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun