Mohon tunggu...
Nugraheni Nurainii
Nugraheni Nurainii Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Artikel Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri

6 Maret 2024   22:19 Diperbarui: 6 Maret 2024   22:30 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nugraheni Nuraini 222121050

Nusyaiba 'Ainun 222121074

Wahyu samiaji 222121065

Hamdan Aminus 222121047

1 . Menurut penuturan Haryadi faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka

perceraian di Wonogiri antara lain (Wawancara dengan Haryadi, S. Ag., M. Si, 26 Juli 2011):

 alasan terbesar pernikahan dibawah umur yang menikah pada usia kurang dari

16 tahun, pasangan pernikahan ini labil dalam menjalani kehidupan ekonomi, menjalar kepada masalah ekonomi keluarga, orang cenderung ke arah konsumtif, produktifitas untuk konsumtif bertambah, pola berpikirnya labil, apalagi masalah pemahaman dan pengamalan agama cenderung sangat rendah sekali. Sehingga mempengaruhi pola pemikirannya dalam

membangun keluarga.

Rendah tanggung jawabnya keluarga, motivasi yang paling kuat dalam keluarga adalah merasa diuji oleh Allah, motivasi kepada Allah Swt, di sana ada pahala, kalau tidak ada mentalitas agama kalau seneng dipakai, kalau tidak senang yang sudah ditinggalkan. 

Pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan

perkembangan rumah tangga. Seperti banyaknya tontonan, internet, lingkungan permisif, tidak adanya kontrol dari masyarakat, orang tua tidak melarang ketika generasi muda masuk dalam pergaulan bebas.

Kalau perkawinan terjadi karena kecelakaan, tidak adanya rasa tanggung jawab

terhadap keluarga, pergaulan bebas, lingkungan permisif, orang tua tidak memberikan

teguran ketika anak muda melakukan pergaulan bebas, sehingga menikah yang dipaksakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rumah tangga, karena pernikahan yang dipaksakan, maka akan rentan terhadap terjadinya perceraian, hubungan keluarga tidak akur, hubungan dengan mertua tidak akur, orang tua campur tangan dalam urusan rumah tangga anaknya.

Alasan semuanya bermuara pada masalah ekonomi akhirnya, karena tidak mungkin mengirit, belum punya bekerja saja sudah ada pengeluaran terus menerus. Apalagi tidak ada pekerjaan tetap. Hal ini akan menjadi beban keluarga. 

Pengaruh lingkungan terhadap keutuhan lembaga perkawinan. Sedangkan alasan perceraian yang terjadi antara lain: berdasarkan Daftar Cerai Gugat KUA Selogiri Tahun 2013 dari bulan Januari hingga September 2013 jumlah cerai gugat di KUA Selogiri sebanyak 19 kasus (Buku Pendaftaran Cerai Gugat KUA Selogiri Tahun 2013).

Adapun alasan perceraiannya sebagai berikut: Tidak tanggung jawab, Tidak memberi nafkah, Perselingkuhan, Perselisihan dan pertengkaran, Tinggal wajib, Belum dikarunia anak, Perselisihan dan pertengakaran, Meninggalkan kewajiban. 

Selain itu juga tradisi boro di Wonogiri juga mempengaruhi angka perceraian yang

cukup tinggi, tingginya angka perceraian dari pihak perempuan memiliki korelasi geografis dan sifat masyarakat Wonogiri yang boro. Boro adalah pergi merantau ke daerah lain, seperti ke Jakarta atau kota-kota besar selama berbulan-bulan dan jarang pulang ke kampung halaman, atau merantau ke Luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau bagi perempuan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).

2 . Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan perceraian, dan ini bisa bervariasi tergantung pada situasi dan hubungan masing-masing pasangan. Berikut adalah beberapa faktor umum yang sering menjadi penyebab perceraian:

1. Komunikasi yang Buruk: Ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan ketegangan dalam hubungan. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman, pertengkaran, dan akhirnya memperburuk hubungan.

2. Ketidakcocokan dan Perbedaan Nilai : Ketidakcocokan antara pasangan dalam hal nilai-nilai, tujuan hidup, kebiasaan, atau harapan di masa depan dapat menyebabkan ketegangan yang berkelanjutan. Jika perbedaan ini tidak dapat diatasi atau diterima, maka hubungan bisa menjadi tegang dan akhirnya berujung pada perceraian.

3. Ketidaksetiaan dan Perselingkuhan: Perselingkuhan atau ketidaksetiaan dari salah satu pasangan sering kali menjadi penyebab perceraian. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi, ketidakpuasan dalam hubungan, atau masalah pribadi yang belum terselesaikan.

4. Ketidakharmonisan Finansial: Masalah keuangan dalam rumah tangga, seperti utang yang besar, perbedaan dalam gaya pengeluaran, atau masalah pengangguran, dapat menimbulkan stres dan ketegangan yang signifikan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perceraian.

5. Ketidaksetujuan tentang Peran dan Tanggung Jawab: Perbedaan pandangan tentang peran dan tanggung jawab dalam rumah tangga, seperti pembagian tugas rumah tangga, peran sebagai orang tua, atau peran dalam karier, dapat menyebabkan ketidakpuasan dan konflik yang berujung pada perceraian.

6. Ketidakstabilan Emosional dan Mental : Masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau masalah emosional lainnya, baik dari satu pasangan atau keduanya, dapat memengaruhi kualitas hubungan dan menyebabkan perceraian.

7. Ketidakmampuan Menyelesaikan Konflik: Kurangnya keterampilan atau kemauan untuk menyelesaikan konflik dengan baik dapat menyebabkan ketegangan yang berkelanjutan dan memperburuk hubungan.

8. Perbedaan dalam Tingkat Kematangan atau Pengembangan Pribadi: Perbedaan dalam tingkat kematangan atau tingkat pengembangan pribadi antara pasangan dapat menyebabkan kesenjangan yang sulit diatasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perceraian.

9. Tekanan Eksternal: Tekanan dari faktor eksternal seperti masalah pekerjaan, keluarga, atau lingkungan sosial juga dapat memengaruhi hubungan dan memperburuk situasi rumah tangga.

10. Ketidakharmonisan Seksual: Perbedaan dalam kebutuhan dan keinginan seksual antara pasangan juga dapat menjadi sumber konflik dan ketidakpuasan yang menyebabkan perceraian.

Penting untuk diingat bahwa setiap hubungan memiliki dinamika dan tantangannya sendiri, dan faktor-faktor di atas tidak selalu berlaku untuk setiap pasangan. Namun, memahami potensi penyebab perceraian dapat membantu pasangan untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin muncul dalam hubungan mereka dan mengatasi mereka sebelum menjadi tidak dapat diperbaiki.

3 . Perceraian bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan bervariasi untuk setiap pasangan. Beberapa alasan umum untuk perceraian antara lain:

1. Ketidakcocokan atau perbedaan yang tidak dapat diatasi antara pasangan.

2. Ketidaksetiaan atau perselingkuhan.

3. Masalah komunikasi yang buruk atau kurangnya komunikasi.

4. Perbedaan dalam keinginan atau harapan tentang masa depan, seperti memiliki anak atau tempat tinggal.

5. Masalah keuangan, seperti utang yang tidak teratasi atau ketidakmampuan untuk mengelola keuangan keluarga.

6. Konflik keluarga atau tekanan dari keluarga eksternal.

7. Masalah emosional atau psikologis, seperti kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.

8. Ketidaksetaraan dalam tanggung jawab dan pembagian tugas rumah tangga.

9. Kecemburuan yang berlebihan atau masalah kepercayaan.

10. Perubahan kepribadian atau prioritas seiring berjalannya waktu.

11. Kecanduan atau perilaku merusak seperti alkoholisme, narkoba, atau kecanduan judi.

12. Kekerasan domestik atau pelecehan.

4 . Dampak dan akibat dari perceraian dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi pernikahan sebelumnya, kesiapan individu, dan dukungan sosial yang tersedia. Berikut adalah beberapa dampak dan akibat umum dari perceraian:

Dampak Emosional:

- Stres dan kecemasan: Perceraian seringkali menyebabkan stres dan kecemasan bagi kedua pasangan, terutama jika prosesnya berlangsung lama atau konfliknya tinggi.

- Depresi: Kedua pasangan atau salah satunya dapat mengalami periode depresi sebagai respons terhadap kehilangan hubungan dan perubahan hidup yang signifikan.

- Perasaan bersalah dan malu: Beberapa individu mungkin merasa bersalah atau malu atas kegagalan pernikahan, terutama jika perceraian itu terjadi di lingkungan yang menilai tinggi stabilitas keluarga.

Dampak Sosial:

- Perubahan dalam lingkungan sosial: Perceraian dapat mempengaruhi lingkungan sosial, termasuk hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.

- Dukungan sosial yang berubah: Dukungan dari keluarga dan teman mungkin berubah setelah perceraian, baik karena perubahan dalam hubungan interpersonal atau karena perubahan lokasi geografis.

Dampak Finansial:

- Pembagian aset dan hutang: Perceraian seringkali melibatkan pembagian aset dan hutang yang dapat mempengaruhi stabilitas finansial kedua pihak.

- Biaya hukum: Proses perceraian bisa sangat mahal, terutama jika melibatkan pertempuran hukum yang panjang dan kompleks.

- Perubahan dalam pendapatan: Perceraian dapat mempengaruhi pendapatan kedua pasangan, terutama jika salah satu pasangan bergantung pada pendapatan pasangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

5. Untuk mengatasi masalah perceraian dan dampaknya, penting untuk mengadopsi pendekatan yang komprehensif. Hal ini mencakup berbagai strategi yang dapat membantu pasangan menghadapi tantangan mereka dengan lebih baik. Pertama, penting untuk membangun komunikasi yang baik antara pasangan, dengan mendorong mereka untuk berbicara terbuka dan jujur mengenai masalah yang mereka hadapi. 

Konseling perkawinan juga dapat menjadi langkah penting, membantu pasangan memahami masalah yang mendasari hubungan mereka dan memperkuat ikatan emosional serta komitmen terhadap pernikahan mereka. Selain itu, mediasi bisa membantu dalam mencapai kesepakatan yang adil mengenai pembagian aset, dukungan anak, dan rencana masa depan, sambil mengurangi konflik dan ketegangan di antara kedua belah pihak. 

Dukungan psikologis juga sangat penting, tidak hanya untuk pasangan yang bercerai tetapi juga untuk anggota keluarga lainnya, membantu mereka mengelola stres, kecemasan, dan perasaan yang timbul akibat perceraian. Selanjutnya, memberikan pendidikan dan sumber daya tentang manajemen konflik, komunikasi yang sehat, dan perencanaan keuangan dapat membantu pasangan membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan di masa depan. 

Perlindungan anak harus menjadi prioritas utama, dengan memastikan bahwa lingkungan yang stabil, aman, dan penuh perhatian disediakan untuk kesejahteraan mereka. Terakhir, penting juga untuk membantu pasangan dan anggota keluarga menyesuaikan diri dengan perubahan dan menyembuhkan luka emosional yang mungkin terjadi, dengan mendorong penerimaan, pengampunan, dan pertumbuhan pribadi yang positif. 

Dengan mengadopsi pendekatan ini, diharapkan pasangan yang mengalami perceraian dapat mengatasi masalah mereka dengan lebih baik dan meminimalkan dampak negatifnya, sambil membuka pintu bagi pertumbuhan dan transformasi yang positif dalam kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun