Mohon tunggu...
Nugraheni Ardiyani
Nugraheni Ardiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia

Tertarik dalam menganalisis fenomena kejahatan, termasuk di dalamnya terkait dengan HAM, lingkungan, anak, perempuan, serta kelompok marjinal

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pemenuhan HAM Masyarakat Adat atas Aktivitas Korporasi Melalui Mediasi dalam Perspektif Lingkungan

14 Januari 2023   15:24 Diperbarui: 14 Januari 2023   16:16 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia   terdiri   dari   berbagai   suku   bangsa,  agama,  etnis,  adat-istiadat.  Dalam setiap daerah di Indonesia, terdapat masyarakat yang tergabung ke dalam masyarakat adat. Pada dasarnya, setiap masyarakat adat mempunyai hak-hak baik hak asasi manusia maupun hak lainnya yang wajib dilindungi oleh negara. 

 

Dalam United Nations Declaration on The Rights of Indigenous People, dijelaskan bahwa masyarakat adat sejajar dengan semua masyarakat lainnya. Ditegaskan bahwa masyarakat adat, dalam melaksanakan hak-haknya, harus bebas dari segala bentuk diskriminasi, apa pun jenisnya. Selain itu, perlu juga menghormati dan memajukan hak-hak yang melekat pada masyarakat adat yang berasal dari politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya, tradisi keagamaan, sejarah dan filsafat, khususnya hak-hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam mereka. 

Namun saat ini, kelangsungan hidup masyarakat adat khususnya di Indonesia terus terancam oleh aktivitas korporasi. Aktivitas tersebut termasuk pertambangan, pengeboran minyak, pembendungan, penggundulan hutan, pestisida beracun, privatisasi dan perampasan air, dan berbagai kegiatan lain yang dilakukan di atau dekat tanah masyarakat adat tanpa persetujuan dan mereka. Seringkali, saat lahan mereka diambil oleh korporasi, masyarakat adat tidak mendapat ganti rugi sama sekali. 

Aktivitas korporasi yang merugikan masyarakat adat ini adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Hak yang telah dilanggar antara lain adalah: 1) hak atas kesejahteraan; 2) hak atas tanah; 3) hak atas tempat tinggal; 4) hak untuk memiliki; 5) hak atas rasa aman dan tentram; 6) hak untuk tidak dirampas miliknya secara sewenang-wenang; 7) hak atas lingkungan hidup yang layak dan sehat; 8) hak atas informasi publik dalam proses perencanaan proyek; 9) hak akses terhadap sumber daya alam. 

Aktivitas tersebut tentunya dapat menimbulkan konflik sosial yang seringkali berkaitan dengan sengketa lahan antara masyarakat adat terdampak dan pihak korporasi. Hal ini terjadi karena lahan yang dulunya dijadikan tempat tinggal untuk kelangsungan hidup mereka, kini dijadikan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas korporasi.

Melalui sudut pandang kriminologi, sengketa lahan yang terjadi akibat adanya dampak negatif aktivitas korporasi dapat dilihat melalui perspektif ekologis bahwa kejahatan lingkungan yang berkelanjutan seringkali menimbulkan kerugian sosial dan viktimisasi lingkungan yang seringkali berkontribusi terhadap kriminalitas. Kejahatan lingkungan tidak hanya sebagai suatu kejahatan, tetapi sebagai faktor penyumbang penting dalam asal-usul kejahatan. Perspektif ini mempertimbangkan bagaimana kejahatan lingkungan dapat menjadi faktor penyebab langsung atau tidak langsung suatu tindak kejahatan.

Terkait dengan dampak aktivitas korporasi, seringkali masyarakat adat yang tinggal di sekitar lokasi menjadi korban dari adanya kejahatan lingkungan, dimana mereka rentan mengalami kriminalisasi ketika mengajukan protes terhadap dampak kerusakan lingkungan atau kerugian yang dialami. Adanya penangkapan secara paksa atau adanya tindak kekerasan dalam merespon reaksi masyarakat adat juga semakin mengancam hak asasi yang mereka miliki. Kerugian bagi masyarakat adat ini merupakan bentuk dari viktimisasi lingkungan.  

Viktimisasi lingkungan bukan hanya bentuk dari perampasan dan pengucilan sosial, namun cenderung hidup berdampingan atau bahkan menyebabkan kerugian sosial lainnya. Dalam hal ini, salah satu cara mengetahui bagaimana kejahatan lingkungan berkontribusi pada peningkatan kejahatan adalah melalui kriminalisasi praktik-praktik yang merusak lingkungan. Hal ini akan semakin memperjelas bahwa kekuatan hubungan antara kerusakan lingkungan dan kejahatan tergantung pada isu-isu lingkungan tertentu.

Dalam Komnas HAM, kasus sengketa lahan antara masyarakat adat dan korporasi sering terjadi. Kasus-kasus ini kemudian seringkali diselesaikan melalui mediasi antara kedua belah pihak yang bersengketa.

Komnas HAM sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya diberikan mandat untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM serta meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Salah satu fungsi yang dimandatkan dalam undang-undang tersebut diatur dalam Pasal 89 Ayat (4) untuk melaksanakan mediasi HAM. Dalam hal ini, Komnas HAM RI memiliki tugas dan wewenang untuk:

  1. Perdamaian kedua belah pihak;

  2. Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;

  3. Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;

  4. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti; dan

  5. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk mencapai kesepakatan para pihak yang dibantu oleh Mediator. Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat informal, fleksibel, efisien, efektif, dan tertutup/rahasia. Mediasi berorientasi pada solusi menang-menang (win-win solution) dan hubungan baik para pihak di masa depan. 

Sedangkan Mediasi HAM adalah cara penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia terkait suatu sengketa dan/konflik antara dua pihak atau lebih melalui proses konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan/ penilaian ahli untuk mencapai kesepakatan perdamaian para pihak yang bersengketa. 

Walaupun kasus sengketa lahan antara masyarakat adat dan korporasi dapat diselesaikan melalui proses mediasi yang berujung kesepakatan antara kedua belah pihak, hal ini tidak selalu berjalan dengan lancar. Proses mediasi dapat berakhir dengan 2 kemungkinan yaitu: a) tercapai kesepakatan perdamaian para pihak; atau b) tidak tercapai kesepakatan perdamaian para pihak. 

Oleh karena itu, dalam mediasi, kedua belah pihak yang bersengketa (masyarakat adat dan korporasi) didorong untuk membangun komunikasi yang baik dan saling terbuka agar tercapai kesepakatan yang saling menguntungkan keduanya. Komnas HAM selalu berupaya untuk mendukung masyarakat adat yang haknya dirampas agar jangan sampai mereka tidak lebih sejahtera dari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun