Mohon tunggu...
Nugraheni Ardiyani
Nugraheni Ardiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia

Tertarik dalam menganalisis fenomena kejahatan, termasuk di dalamnya terkait dengan HAM, lingkungan, anak, perempuan, serta kelompok marjinal

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aplikasi Psikologi Forensik dalam Upaya Pengungkapan Kejahatan: Menguak Terjadinya Penembakan pada Kasus Duren Tiga

30 Desember 2022   17:18 Diperbarui: 30 Desember 2022   17:38 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Unplash.com

Bagaimana Psikolog Forensik menganalisis terjadinya penembakan yang terjadi?

Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Desember 2022 terkait kasus Penembakan Duren Tiga yang menyebabkan terbunuhnya Brigadir J., terdakwa RE  menghadirkan 3 orang saksi untuk meringankan, salah satunya adalah Reza Indragiri, seorang ahli Psikologi Forensik. Reza sebagai seorang Psikolog Forensik berupaya untuk memahami sebab-sebab terjadinya penembakan terjadi dan mengapa RE selaku terdakwa melakukan penembakan tersebut. 

Dalam hal ini, terkait dengan tanggungjawab akibat perbuatan penembakan yang dilakukan, Reza memberikan keterangan dalam persidangan bahwa penentuan seorang pelaku bertanggung jawab penuh dapat dilihat dan dipastikan apabila pelaku memiliki pemahaman sekaligus kehendak utuh atas perbuatannya, dan begitu sebaliknya. 

Sesuai dengan tahapan proses pada Psikologi Forensik yang telah disebutkan sebelumnya, kadar pemahaman sekaligus kehendak pelaku ini tentunya perlu ditelaah lebih dalam secara keseluruhan.

Ia juga menjelaskan bahwa untuk memahami mengenai perilaku atau perbuatan jahat terhadap individu yang dilakukan terdakwa, akan sangat baik apabila seorang Psikolog Forensik melakukan pemetaan secara komprehensif. 

Hal ini bukan tanpa alasan, sebab setiap manusia akan berinteraksi dan terpengaruh dengan lingkungan, sehingga hal tersebut menyebabkan pemahaman atas perbuatan jahat yang bersangkutan setidaknya harus menyentuh tiga dimensi, yaitu: makro (lingkungan sosial, organisasi, perusahaan, atau kelompok), mikro (sisi kepribadian yang lebih spesifik pada diri individu yang bersangkutan), dan meso (interaksi satu individu dengan individu lain). 

Sebagai seorang saksi ahli dalam bidang Psikologi Forensik, Reza hanya bisa memberikan penjelasan berdasarkan dimensi makro dan meso. Kedua dimensi tersebut saling berhubungan dalam menjelaskan tekanan yang dihadapi oleh terdakwa agar melakukan penembakan tersebut kepada korban atas perintah dari FS yang merupakan atasan RE dalam organisasi pekerjaan yang dijalani. Dimana tekanan tersebut harus ditelaah lebih dalam melalui 3 tahapan proses analisis forensik untuk memastikan apakah klaim tersebut dapat diterima atau tidak.

Sedangkan untuk dimensi mikro, dikarenakan Reza sebagai saksi ahli tidak mengenal RE selaku terdakwa, ia kemudian mengesampingkan dimensi mikro tersebut. Meskipun begitu, sebagai seorang Psikolog Forensik tentunya ia tetap memberikan keterangan berdasarkan pengamatan faktual dari bukti yang ada.

Lalu, apa saja tantangan yang dihadapi Psikologi Forensik?

Seorang Psikolog Forensik tentunya memiliki tantangan dalam menguak kasus yang ditangani seperti waktu yang terbatas dalam hukum acara, adanya berbagai kepentingan yang memicu tekanan dari para pihak lain seperti penegak hukum, kolega, media; adanya masalah personal dan expert bias.

Tidak hanya itu, putusan yang diberikan seorang Psikolog Forensik juga dapat keliru karena beberapa hal, seperti: Kesalahan atau kekeliruan tidak disengaja dari saksi mata (eyewitness errors); Kesalahan pengujian forensik (forensic science testing errors); Kesalahan dari pihak kepolisian (police misconduct); Kesalahan penuntutan (prosecutorial misconduct); Ahli forensik yang memberikan kesaksian palsu atau menyesatkan (false or misleading testimony by forensic scientist); Informan yang tidak mengungkapkan kenyataan sebagaimana aslinya (dishonest informants); Keterwakilan pembela yang tidak kompeten (incompetent defense representations); Saksi awam berbohong (false testimony by lay witness); maupun Pengakuan palsu (false confession).

Meskipun begitu, tentunya dalam penanganan kasus Penembakan Duren Tiga ini, Psikolog Forensik yang dihadirkan dalam sidang lanjutan sebagai saksi ahli harus tetap bersikap objektif, kritis, dan independen dalam mengungkap kebenaran yang terjadi, sehingga keadilan bagi korban dan keluarganya pun dapat terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun