Mohon tunggu...
Rizki Nugraha
Rizki Nugraha Mohon Tunggu... Freelancer - Halo semuanya salam kenal

Penggemar Kopi di Pagi Hari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budayakan Debat Sehat dengan Analisa Argumen yang Baik

31 Desember 2019   16:37 Diperbarui: 2 Januari 2020   23:35 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: dok. WikiHow

Orang dapat diyakinkan dengan argumen. setiap kali kamu memberi tahu seseorang  untuk melakukan atau mempercayai sesuatu, atau saat menjelaskan kenapa kamu mempercayai sesuatu kamu sedang memberikan argumen. 

Masalahnya adalah kebanyakan orang tidak begitu pandai berargumen. Belajar tentang argumen dan pemikiran yang kuat tidak hanya membuatmu menjadi filsuf yang baik, kebiasan itu juga akan membentuk kamu menjadi pribadi yang lebih persuasif, pribadi yang ucapannya didengar orang, menjadi orang yang meyakinkan.

Plato dalam bukunya Republic, berpendapat bahwa jiwa manusia dibagi menjadi tiga bagian:

  • Rational | Logical, mencari kebenaran dan dapat dipengaruhi fakta dan argumen
  • Spirited | Emotional, bagaimana bagian emosi atau perasaan mempengaruhi tindakan
  • Nafsu, bagaimana mengendalikan untuk makan, melakukan seks, maupun melindungi diri dari ancaman bahaya

Menurut Plato manusia terbaik adalah yang dikuasai oleh bagian rasional dari jiwa mereka, untuk memastikan bagian emosional dan nafsu dalam keadaan baik. 

Argumen dan Opini

Sebuah argumen didasarkan evaluasi terhadap ide,bukti, atau fakta yang tersedia. sedangkan opini dibentuk berdasarkan pengalaman atau insting seseorang tanpa didukung oleh bukti. 

Opini adalah kumpulan ide tanpa bukti, sebaliknya argumen adalah kumpulan bukti pendukung. Bertukar opini adalah hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari, terkadang opini kita tidak sesuai satu dengan yang lain. Kemudian muncul pertanyaan: Opini manakah yang benar? untuk mengetahui hal tersebut dilakukan evaluasi dengan membuat sebuah argumen dan menguji kualitas suatu argumen yang dipaparkan.

Argumen yang Baik

Keyakinan harus didukung oleh pemikiran, yang biasa disebut premis. gabungan beberapa premis membentuk argumen, dalam premis terdapat bukti untuk mendukung kesimpulan. Menurut Edward Damer dalam bukunya Attacking Faulty Reasoning, terdapat 5 kriteria untuk membentuk argumen yang baik. 

Argumen yang terstruktur dengan baik (The Structural Principle), premisnya relevan terhadap kebenaran dari kesimpulan (The Relevance Principle), premis masuk akal dan dapat diterima orang (The Acceptability Principle), premis membentuk alasan yang cukup untuk kebenaran kesimpulan (The Sufficiency Principle), premis dapat dibantah secara efektif melalui kritik dari argumen (The Rebuttal Principle) . Sebuah argumen yang memenuhi kriteria tersebut termasuk argumen yang baik.

The Structural Principle

Argumen dengan struktur yang baik adalah argumen dimana premisnya tidak saling kontradiksi, tidak kontradiksi terhadap kesimpulan, atau secara eksplisit maupun implisit berasumsi terhadap kebenaran kesimpulan. Pembahasan isu kontroversial terjadi akibat adanya perbedaan pendapat satu dengan yang lain yang merujuk pada perbedaan kesimpulan. 

Penggunaan premis yang masuk akal serta mendukung penarikan kesimpulan memungkinkan kesimpulan tersebut dapat diterima. Premis yang baik adalah alasan independen untuk mendukung suatu kesimpulan, bukan premis yang sama dengan suatu kesimpulan.

Selain itu kesalahan struktur sebuah argumen yang fatal adalah premis yang bertentangan dengan kesimpulan salah satunya adalah hukum non-kontradiksi yaitu tidak ada pernyataan benar sekaligus salah. 

Sebagai contoh : "Hukuman mati dapat diterima secara moral karena hukuman mati secara moral tidak salah". Kesimpulannya tidak diambil dari premis yang diberikan, oleh sebab itu, pernyataan diatas tidak dapat diartikan sebagai sebuah argumen yang baik. 

Atau contoh lain yang membuat sebuah struktur dari argumen bermasalah adalah melakukan pertukaran antara subjek dan predikat yang melanggar hukum logika deduktif (semua X adalah Y) "Semua kentang adalah sayur" menjadi (semua Y adalah X) "Semua sayur adalah kentang".

The Relevance Principle

Seseorang yang mengajukan argumen harus mengemukakan alasan dimana kebenarannya memberikan bukti terhadap kebenaran suatu kesimpulan. Premis suatu argumen harus relevan terhadap kebenaran dan kepantasan sebuah argumen. 

Premis dikatakan relevan jika memiliki alasan untuk dipercayai, dapat diperhitungkan atau memiliki kebenaran terhadap kelayakan penarikan kesimpulan. Premis tidak relevan jika tidak berpengaruh, tidak memberikan bukti atau tidak memiliki koneksi terhadap manfaat atau kebenaran kesimpulan. Ada banyak hal yang membuat argumen tidak memenuhi prinsip ini.

untuk mengetahui sebuah argumen melanggar prinsip ini tanyakan pertanyaan berikut:

  1. Jika premis benar, apakah itu membuat anda percaya bahwa kesimpulannya benar?
  2. Walaupun premisnya benar, haruskah itu dijadikan sebuah pertimbangan untuk menerima kebenaran dari kesimpulannya?

The Acceptability Principle

Seseorang yang mengajukan argumen harus mengemukakan alasan yang dapat diterima oleh orang dewasa, yang berpikir rasional, dan memenuhi standar kriteria penerimaan ( criteria of acceptability).  

Alasan-alasan yang dikemukakan untuk mendukung suatu kesimpulan harus bisa diterima. Sebuah alasan dapat diterima jika itu adalah klaim yang terpikirkan secara rasional dan berdasarkan bukti relevan yang tersedia. 

Istilah "dapat diterima" (acceptable) lebih baik digunakan daripada istilah "benar" (true) karena beberapa alasan:

  1. Gagasan berasal dari pertukaran argumentatif antara berbagai pihak. Kunci agar kesimpulan dapat diterima oleh semua pihak adalah dengan menerima premis - premis yang diberikan walaupun skeptis. Setelah menerima premis dan memenuhi kriteria lain dari argumen  baik, secara logis akan mengarah pada penerimaan kesimpulan.
  2. Sangat sulit untuk menetapkan kebenaran absolut. Jika kebenaran absolut ditegakkan maka sulit untuk membentuk argumen yang baik. Yang dapat diharapkan adalah argumennya dapat diterima oleh orang berakal sehat(reasonable person).
  3. Yang dimaksud dengan "benar" (true) lebih tepat jika diungkapkan dengan frasa "diterima sebagai benar" (accepted as true). Sebagai contoh dalam persidangan, saksi - saksi memberikan kesaksian. Ada kemungkinan kesaksian yang diberikan kontradiksi satu dengan yang lain, dengan anggapan bahwa semua saksi memberikan pernyataan yang benar. Cara terbaik untuk menggambarkannya adalah tiap saksi mungkin mengatakan apa yang menurut dia benar.
  4. Bahkan jika suatu premis dianggap benar dalam arti absolut, ada kemungkinan tidak dapat diterima oleh audiens tertentu karena audiens tidak dalam posisi untuk menentukan kebenaran. Sebagai contoh, ada bukti untuk premis yang bersifat teknis yang sulit untuk dipahami oleh audiens.Oleh karena itu, premisnya tidak dapat menambah kekuatan praktis dari sebuah argumen.

Oleh karena alasan-alasan tersebut, frasa "dapat diterima" lebih baik digunakan dibandingkan dengan "benar/kebenaran" (true/truth). Sebuah klaim dapat diterima jika diterima oleh dewasa yang berpikir rasional menggunakan standar penerimaan yang telah disepakati secara umum. Apa yang rational bagi sebagian orang belum tentu rasional bagi orang lain. 

Maka dalam buku Attacking Faulty Reasoning, diberikan pedoman untuk menentukan sebuah klaim/pernyataan dapat diterima atau tidak. Pedoman untuk menentukan diterimanya sebuah pernyataan disebut Standar Penerimaan (Standards of Acceptability), dan pedoman yang membantu untuk menentukan tidak diterimanya suatu klaim/pernyataan disebut Kondisi yang tidak Diterima (conditions of unacceptability).

Standards of Premise Acceptability

Sebuah premis harus diterima oleh orang dewasa, yang berpikir rasional jika mengekspresikan salah satu berikut:

  1. Klaim tentang pengetahuan umum yang tidak perlu dipersoalkan. Sebagai contoh "Apel adalah buah" atau"Bendera Indonesia berwarna merah dan putih"
  2. Klaim yang dikonfirmasi oleh pengalaman atau pengamatan pribadi seseorang, walaupun orang tersebut tidak dapat memberikan bukti saat argumentasi langsung terjadi
  3. Klaim yang dapat dipertahankan dalam argumen, atau setidaknya mampu dipertahankan oleh sumber yang dapat diakses.
  4. Kesaksian yang jelas dari saksi mata. Kita bisa saja skeptikal, tapi jika laporan saksi mata tidak kontradiksi dengan laporan lain, atau tidak ada bukti yang bertentangan(counterevidence) maka seharusnya kita dapat menerima klaim ini.
  5. Klaim yang jelas dari otoritas yang relevan, kecuali ada bukti kredibel yang mampu menantang
  6. Kesimpulan dari argumen lain (yang diterima bersama)
  7. Klaim minor yang merupakan asumsi masuk akal dalam argumen. Jika tidak ada bukti atau alasan untuk menentang klaim tersebut, ada baiknya untuk diterima demi berjalannya diskusi.

Conditions of Premise Unacceptability

Sebuah premis tidak diterima oleh orang dewasa, yang berpikir rasional jika mengekspresikan salah satu berikut:

  1. Klaim yang bertentangan dengan bukti kredibel atau dari otoritas yang sah
  2. Klaim yang tidak konsisten terhadap pengalaman atau pengamatan seseorang
  3. Klaim yang tidak dapat dipertahankan dalam konteks argumen karena kekurangan bukti atau sumber yang tidak dapat diakses
  4. Klaim yang kontradiktif atau membingungkan secara bahasa.
  5. Klaim yang didasarkan pada asumsi yang tidak beralasan, karena asumsi tersebut secara implisit memberikan kepercayaan terhadap suatu premis. Sebagai contoh : "Dani pasti penyanyi yang baik karena dia adalah anggota paduan suara terkenal"

Berdasarkan Acceptability Principle, argumen dapat diterima jika masing - masing premisnya sesuai dengan setidaknya satu premise of acceptability dan jika tidak ada yang sesuai dengan Conditions and unacceptability. Untuk mengevaluasi suatu argumen melanggar prinsip ini, tanyakan pertanyaan berikut:

  1.  apakah premis yang disajikan akan diterima oleh dewasa, yang berpikir secara rasional?
  2. Bukti apa yang disediakan sebagai bagian dari klaim, apakah sesuai dengan standard of acceptability atau conditions of unacceptability?
  3. Apakah premis didasarkan pada asumsi dapat diterima oleh orang dewasa yang mampu berpikir rasional?

The Sufficiency Principle

Seseorang yang mengajukan argumen harus mengemukakan alasan yang relevan dan dapat diterima untuk membenarkan penarikan kesimpulannya. Prinsip ini sulit untuk diterapkan karena menyangkut bagaimana orang menilai suatu argumen. 

Tidak ada pedoman untuk memberikan jumlah premis yang dibutuhkan untuk menerima penarikan suatu kesimpulan. Untuk mengevaluasi apakah suatu argumen melanggar prinsip ini tanyakan pertanyaan berikut:

  1. Apakah alasan atau bukti yang diberikan sudah cukup untuk menarik suatu kesimpulan? Jika tidak maka argumen dapat dikatakan melanggar prinsip ini
  2. Apakah penggunaan premis berdasarkan bukti yang cukup atau dari kesalahan analisis? Beberapa premis menyediakan bukti dari sample yang kecil atau data yang tidak representatif. Atau premisnya berdasarkan kesalahan analisis - asumsi A menyebabkan B, walaupun A dan B tidak berhubungan.
  3. Apakah ada bukti krusial yang hilang dan harus ada dari sebuah argumen demi menerima argumen tersebut?

Rebuttal Principle

Seseorang yang mengajukan argumen atau ingin mempertahankan suatu posisi harus mampu menyangkal dengan efektif terhadap kritik dari argumen yang diajukan. Seringkali orang yang berdebat memberikan pengalihan argumen daripada menyangkal argumen dengan cara efektif. Hal ini bisa dikarenakan karena pendebat tidak bisa menyangkal atau menolak menerima suatu gagasan atau klaim. Sangkalan seharusnya menjadi kekuatan utama dalam pembentukan argumen. 

Faktanya perdebatan belum selesai sampai seseorang selesai menyampaikan kritik dan bantahannya. Prinsip ini sering diabaikan karena, pertama pendebat tidak dapat memikirkan jawaban yang efektif untuk tantangan terhadap posisi yang ingin dipertahankan. Kedua, tidak ingin memberikan bukti yang bertentangan dengan argumen yang diberikan, karena takut akan menarik perhatian lawan, sehingga melemahkan suatu posisi yang ingin dipertahankan. 

Argumen menjadi tidak baik saat prinsip ini tidak dipakai, karena untuk meyakinkan seseorang, kita harus melihat semua bukti yang tersedia, dan kita tidak bisa melihat semua bukti, sampai kita melihat bukti yang bertentangan(counterevidence). 

Untuk mengetahui apakah sebuah argumen memenuhi prinsip ini tanyakan hal berikut:

  1. Apa argumen terkuat terhadap posisi yang dipertahankan?
  2. Apakah pendebat mengantisipasi dan menyerang kelemahan dari argumen yang disediakan?
  3. Apa kelemahan argumen yang berpotensi dijadikan sebagai suatu posisi yang kemudian akan dikenali oleh lawan?
  4. Apakah argumen itu mengenali dan bisa mengatasi kelemahan tersebut?
  5. Apakah argumen menunjukkan alasan mengapa argumen lawan mempunyai kecacatan ?

Dari ke-5 prinsip diatas kita dapat mengetahui bagaimana membentuk suatu argumen yang baik, kiranya dengan pengetahuan ini dapat membantu menjadikan kegiatan debat lebih sehat. Masih banyak yang harus dipelajari, kiranya tulisan ini dapat dipakai sebijak - bijaknya dan jika ada kesalahan dalam penulisan kiranya dapat dibantu di kolom komentar. Terima Kasih

Sumber : 

  1. T.Edward Damer "Attacking Faulty Reasoning" 2008
  2. Youtube : CrashCourse diakses 31 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun