Mohon tunggu...
Rizki Nugraha
Rizki Nugraha Mohon Tunggu... Freelancer - Halo semuanya salam kenal

Penggemar Kopi di Pagi Hari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budayakan Debat Sehat dengan Analisa Argumen yang Baik

31 Desember 2019   16:37 Diperbarui: 2 Januari 2020   23:35 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: dok. WikiHow

Sebuah premis tidak diterima oleh orang dewasa, yang berpikir rasional jika mengekspresikan salah satu berikut:

  1. Klaim yang bertentangan dengan bukti kredibel atau dari otoritas yang sah
  2. Klaim yang tidak konsisten terhadap pengalaman atau pengamatan seseorang
  3. Klaim yang tidak dapat dipertahankan dalam konteks argumen karena kekurangan bukti atau sumber yang tidak dapat diakses
  4. Klaim yang kontradiktif atau membingungkan secara bahasa.
  5. Klaim yang didasarkan pada asumsi yang tidak beralasan, karena asumsi tersebut secara implisit memberikan kepercayaan terhadap suatu premis. Sebagai contoh : "Dani pasti penyanyi yang baik karena dia adalah anggota paduan suara terkenal"

Berdasarkan Acceptability Principle, argumen dapat diterima jika masing - masing premisnya sesuai dengan setidaknya satu premise of acceptability dan jika tidak ada yang sesuai dengan Conditions and unacceptability. Untuk mengevaluasi suatu argumen melanggar prinsip ini, tanyakan pertanyaan berikut:

  1.  apakah premis yang disajikan akan diterima oleh dewasa, yang berpikir secara rasional?
  2. Bukti apa yang disediakan sebagai bagian dari klaim, apakah sesuai dengan standard of acceptability atau conditions of unacceptability?
  3. Apakah premis didasarkan pada asumsi dapat diterima oleh orang dewasa yang mampu berpikir rasional?

The Sufficiency Principle

Seseorang yang mengajukan argumen harus mengemukakan alasan yang relevan dan dapat diterima untuk membenarkan penarikan kesimpulannya. Prinsip ini sulit untuk diterapkan karena menyangkut bagaimana orang menilai suatu argumen. 

Tidak ada pedoman untuk memberikan jumlah premis yang dibutuhkan untuk menerima penarikan suatu kesimpulan. Untuk mengevaluasi apakah suatu argumen melanggar prinsip ini tanyakan pertanyaan berikut:

  1. Apakah alasan atau bukti yang diberikan sudah cukup untuk menarik suatu kesimpulan? Jika tidak maka argumen dapat dikatakan melanggar prinsip ini
  2. Apakah penggunaan premis berdasarkan bukti yang cukup atau dari kesalahan analisis? Beberapa premis menyediakan bukti dari sample yang kecil atau data yang tidak representatif. Atau premisnya berdasarkan kesalahan analisis - asumsi A menyebabkan B, walaupun A dan B tidak berhubungan.
  3. Apakah ada bukti krusial yang hilang dan harus ada dari sebuah argumen demi menerima argumen tersebut?

Rebuttal Principle

Seseorang yang mengajukan argumen atau ingin mempertahankan suatu posisi harus mampu menyangkal dengan efektif terhadap kritik dari argumen yang diajukan. Seringkali orang yang berdebat memberikan pengalihan argumen daripada menyangkal argumen dengan cara efektif. Hal ini bisa dikarenakan karena pendebat tidak bisa menyangkal atau menolak menerima suatu gagasan atau klaim. Sangkalan seharusnya menjadi kekuatan utama dalam pembentukan argumen. 

Faktanya perdebatan belum selesai sampai seseorang selesai menyampaikan kritik dan bantahannya. Prinsip ini sering diabaikan karena, pertama pendebat tidak dapat memikirkan jawaban yang efektif untuk tantangan terhadap posisi yang ingin dipertahankan. Kedua, tidak ingin memberikan bukti yang bertentangan dengan argumen yang diberikan, karena takut akan menarik perhatian lawan, sehingga melemahkan suatu posisi yang ingin dipertahankan. 

Argumen menjadi tidak baik saat prinsip ini tidak dipakai, karena untuk meyakinkan seseorang, kita harus melihat semua bukti yang tersedia, dan kita tidak bisa melihat semua bukti, sampai kita melihat bukti yang bertentangan(counterevidence). 

Untuk mengetahui apakah sebuah argumen memenuhi prinsip ini tanyakan hal berikut:

  1. Apa argumen terkuat terhadap posisi yang dipertahankan?
  2. Apakah pendebat mengantisipasi dan menyerang kelemahan dari argumen yang disediakan?
  3. Apa kelemahan argumen yang berpotensi dijadikan sebagai suatu posisi yang kemudian akan dikenali oleh lawan?
  4. Apakah argumen itu mengenali dan bisa mengatasi kelemahan tersebut?
  5. Apakah argumen menunjukkan alasan mengapa argumen lawan mempunyai kecacatan ?

Dari ke-5 prinsip diatas kita dapat mengetahui bagaimana membentuk suatu argumen yang baik, kiranya dengan pengetahuan ini dapat membantu menjadikan kegiatan debat lebih sehat. Masih banyak yang harus dipelajari, kiranya tulisan ini dapat dipakai sebijak - bijaknya dan jika ada kesalahan dalam penulisan kiranya dapat dibantu di kolom komentar. Terima Kasih

Sumber : 

  1. T.Edward Damer "Attacking Faulty Reasoning" 2008
  2. Youtube : CrashCourse diakses 31 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun