Pertama, berhasil menolong seseorang yang kita kasihi ternyata memberi perasaan menyenangkan. Jadi Mama tak usah khawatir merepotkan aku. Aku sayang Mama. Aku akan senang merawat Mama, seperti apapun kondisi Mama nanti. Kedua...."
"Awas," tiba-tiba Sarah berteriak. Beberapa sosok zombie terlihat muncul di puncak tangga ke atap. Dia baru menyadari kebakaran di lantai dasar ternyata sudah padam, dan mayat-mayat hidup itu mulai merangsek naik. Dengan sigap didorongnya Kartini ke belakang dan memberobot mereka tanpa ampun. "Tak ada waktu lagi," serunya tegas. "Aku akan menahan mereka. Pergilah, Anakku. Aku mohon padamu!"
Kartini ragu sejenak, memperhatikan ibunya, memperhatikan tekadnya untuk berkorban. Akhirnya dia pun mengalah. Gadis itu pun meninggalkan ibunya dan berlari menuju gyrocopter. Sambil menembak para zombie yang terus bermunculan, Sarah merasa lega melihat Kartini menuruti perintahnya. Dia memperhatikan putrinya itu menghampiri pesawat dan.....Sarah tertegun! Dia melihat Kartini melakukan sesuatu yang di luar dugaan. Bukannya naik ke kabin pilot, gadis itu malah membuka pintu kabin penumpang dan mengeluarkan backpack besar yang disimpan di sana. Perasaan tertegun itu berubah menjadi kekagetan ketika dilihatnya Kartini menyeret backpack itu ke pinggir atap dan mendorongnya jatuh ke jalanan jauh di bawah sana. "Apa yang kau lakukan!" teriak Sarah.
"Inilah pelajaran kedua yang kudapat dari pengalaman itu, Ma," kata Kartini, tak kalah tegas dari ibunya. "Aku mengalahkan zombie itu hanya dengan kemucing dan tongkat pengepel lantai. Kepedulian dan rasa sayang pada bonekaku memberi semangat untuk berjuang. Jadi bukan senjata dan semua tetek-bengek itu yang kubutuhkan untuk bertahan di luar sana. Yang kubutuhkan hanya sesuatu - atau seseorang - yang kuperdulikan dan kusayangi. Yang kubutuhkan di luar sana adalah dirimu, Mama."
Sarah tidak tahu harus marah atau makin terharu melihat ketegasan Kartini. Untuk sesaat dia hanya memandang putrinya tanpa berkata apa-apa, lalu kembali mengawasi gerombolan zombie yang terus bermunculan di atap. Pelurunya sudah habis. Tangannya bergeser ke tabung pelontar granat di bawah moncong senapannya. THUNK! THUNK! dan ledakan dahsyat meruntuhkan tangga beserta zombie-zombie di atasnya. Selesai sudah! Dibuangnya senapan itu, lalu berlari menghampiri Kartini. Dipeluknya erar-erat. "Ada satu hal tentangmu yang belum kusebutkan tadi, Anakku," ujarnya. "Kau ternyata juga kepala batu!"
Kartini tersenyum, "Siapa dulu dong mama-nya!"
......
Catatan: kisah ini adalah sekuel ketiga dan terakhir dari cerpen berjudul 'Mama'. Sekuel pertama berjudul 'Penyintas', sekuel kedua berjudul 'The Girl, The Doll, and The Zombie'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H