Jagad Dewa Batara! Orang itu. Ya, orang itu adalah ayahnya!
Itu menjawab pertanyaan lain yang selama ini berkecamuk di batin Sang Maharaja. Kenapa orang itu sangat setia kepada ibunya, dan juga kepada dirinya. Padahal orang itu begitu besar pengaruhnya. Lebih berpengaruh dari Sang Maharaja sendiri.
Kalau mau, orang itu bisa saja mengambil kekuasaan. Seperti yang dahulu dilakukan Ken Arok. Seperti yang ingin dilakukan Ra Kuti. Tapi ternyata dia memilih setia. Bahkan lebih memilih menyingkir saat tidak lagi sejalan dengan raja.
Kenapa? Kenapa sampai dia begitu setia? Tentu saja jawabannya begitu sederhana. Ini bukan soal tunduk pada Maharaja, bakti pada negara, atau hal muluk-muluk lainnya.
Ini adalah masalah darah daging. Sesederhana itu.
Itu menjelaskan kenapa orang itu berani melanggar perintah. Berani mencegat rombongan calon permaisuri, dan memaksa mereka bersumpah setia. Tindakan seperti itu jelas tidak akan dilakukan seorang yang tunduk dan patuh pada Maharaja.
Itu tindakan orang tua yang terlalu ingin melindungi anaknya!
Dirasakannya jemari Tunggadewi yang kini meremas genggamannya. "Kami saling mencintai, Anakku. Bahkan sejak Jayanegara masih berkuasa. Kami sepakat untuk merahasiakan hubungan. Tidak boleh ada yang tahu kau adalah anaknya. Musuh-musuh akan menyadari itu sebagai titik lemahnya."
Hayam Wuruk terdiam. Tercekat. Tak tahu harus berkata apa. Tak tahu harus marah atau sedih. Tapi hatinya mungkin lebih tahu. Karena sekarang bukan ibunya seorang yang meneteskan air mata.
Siapa yang mengira? Siapa yang mengira Gajah Mada adalah ayah kandungnya?
.....