Begitulah bunyi yang saya dengar ketika melewati tikungan di gang tersebut. Asalnya dari satu sosok yang tiba-tiba meloncat ke samping kami. Seperti sengaja ngagetin.Â
Teman saya langsung kabur ketakutan. Saya? Saya masih bingung harus berbuat apa. Tentu saja karena tidak bisa melihatnya dengan jelas.Â
Di penglihatan saya, sosok itu kelihatan seperti orang yang berselubung sarung. Dari ubun-ubun sampai kaki. Makanya saya spontan berpikir, "Waduh, ada orang gila kumat nih!"
Lho kenapa kok mikirnya orang gila? Karena jaman kuliah dulu sering ketemu orang gila. Berkeliaran bebas merdeka di jalan-jalan. Masing-masing punya tempat hangout favorit. Sehingga kesannya seperti maskot.Â
Dalam kondisi normal, penampilan mereka tak ubahnya aktivis anti perang Vietnam di Amerika dulu. Bersahaja dan menginspirasi lingkungan sekitarnya.
Seperti dekat samsat, misalnya. Di situ ada orang gila yang bernama Slamet. Tiap jam sembilan pagi pasti sudah konser tunggal di bahu jalan. Menari-nari sambil melambaikan tangan.Â
Lalu dekat perempatan W ada Suyar The Legend, orang gila mirip Bob Marley yang cuma bercelana cekak. Di tempat wisata M juga ada satu, dengan rambut gondrong dan jubah panjang seperti guru silat kekurangan murid.Â
Terus kalau beruntung, kita juga bisa melihat yang mirip manusia purba. Soalnya bertubuh besar, dekil, dan telanjang bulat. Yang satu ini tidak punya spot favorit. Tapi sepertinya hilir-mudik ke mana-mana.
Lha kok malah membahas orang gila!
Tapi itulah persoalannya. Karena terlalu 'akrab' dengan orang gila, pikiran saya langsung ke sana saat melihat sosok ganjil berkelakuan aneh itu. Makanya saya tidak lari.Â
Sekumat-kumatnya orang gila, mereka tidak akan mengejar kalau kita bersikap tenang. Justru kalau lari, bisa-bisa kita dikejar sampai ketangkep. Jangan tanya dari mana saya bisa tahu ya.