Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ternyata Bahagia itu Lebih Sederhana dari Dugaan Saya

11 Februari 2021   11:31 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:18 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari tribunnews.com

Jika sedang di Jogya, transportasi umum yang saya andalkan buat ke mana-mana adalah Trans-Jogya. Itu semacam busway, tapi lebih mungil dan tanpa jalur terpisah. Adem, aman, dan para awaknya cukup njawani. Asal kita mau bertanya, tak usah takut kesasar atau salah jalan.

Karena saya bisa cukup lama di kota sejuta angkringan itu (sekarang lebih mudah menemukan angkringan daripada penjual gudeg di sana), maka cukup sering saya naik mode transportasi ini. Sampai lumayan hafal jalur-jalurnya.

Nah, di tengah kebiasaan ini, saya sering melihat seorang ibu di atas bus tersebut. Mungkin sekitar lima puluhan usianya. Penampilannya cukup berada. Rambutnya dipotong pendek sekali. Gayanya bossy. Dia pasti duduk di kursi dekat pramugara. Atau di kursi depan dekat pak sopir yang sedang bekerja.

Dugaan awal saya, dia adalah semacam supervisor atau field-manager dari perusahaan transportasi itu. Pertama, warna bajunya sering senada dengan para awak bus. Kedua, dia akrab sekali dengan mereka. Bahkan gaya bicaranya lebih dominan. Seolah posisinya lebih tinggi.

Dia tidak cuma ngumpul dengan awak bus. Beberapa kali saya melihat ibu tersebut juga nongkrong di halte dan mengobrol dengan awak halte. Pemandangan seperti itu tentu saja makin meneguhkan keyakinan saya, bahwa yang bersangkutan adalah semacam mandor yang bertugas mengawasi kinerja awak perusahaan.

Tentu saja saya keliru!

Siapa ibu itu sebenarnya baru saya ketahui beberapa waktu kemudian. Kebetulan saya ketemu dia di satu halte. Setelah ngobrol dengan awak di sana, dia naik duluan ke bus jalur tertentu. Saya masih harus menunggu jalur lainnya. Tanpa diduga dan tanpa ditanya, salah satu awak bus itu bercerita pada saya tentang ibu tersebut.

Ceritanya cukup mengherankan.

Si ibu itu sama-sekali bukan supervising-officer. Apalagi road-manager. Dia bahkan tidak ada hubungan sama-sekali dengan perusahaan mereka. Dia hanya penumpang biasa - tapi dengan satu keunikan yang tidak biasa.

Si ibu itu tidak punya tujuan. Dia menghabiskan hari-harinya dengan naik bus Trans-Jogya. Sesekali mampir dari satu halte ke halte lain. Lalu berputar-putar lagi. Dari pagi sampai sore. Dan itu dilakukan setiap hari.

Dari penjelasan awak halte itu, si ibu sudah cukup 'terkenal' di kalangan mereka. Tapi tak ada yang tahu latar-belakangnya. Yang jelas, tak ada indikasi mencopet, menipu, atau tindakan kriminal lainnya. Dia tampaknya cuma senang naik bus kota seharian, dan berbincang dengan awaknya.

Saya jadi terdorong untuk merenung. Bayangkan, yang lain pada kepingin jadi anggota dewan, ketua partai, menteri, atau bahkan presiden. Sementara ibu itu sudah cukup bahagia bisa tiap hari naik bus kota, dan berbincang dengan awaknya. Sangat sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun