'Tidak,' sahutnya cepat. 'Kau satu-satunya lelaki yang kucintai, Andra. Adalah tidak mungkin bagiku untuk menikah dengan pria lain...'
'Lalu kenapa, Rianti?' aku terus bersikeras. 'Dengar, aku tahu aku telah mengkhianati cinta kita. Aku tidak menyalahkanmu kalau kau sakit hati padaku. Tapi aku telah mendapat pelajaran pahit. Dan, yang terpenting, aku telah kembali sekarang. Tidakkah kau lihat, Rianti? Aku datang ke sini hanya untukmu. Kumohon, aku tahu kau masih mencintaiku.'
Rianti membiarkan aku menyelesaikan ocehanku. Tak memotong sama-sekali. Namun, bukannya terpengaruh, raut wajahnya malah nampak dingin. Matanya menatapku dengan sorot yang berubah tajam.
'Kau benar, Andra. Aku masih mencintaimu,' mendadak suaranya berubah tenang. 'Tapi percuma saja semua itu. Kau seharusnya sudah melihat sendiri alasannya jika tidak dibutakan oleh kegalauanmu sendiri.'
Aku terpekur. Bingung. Melihat sendiri? Apa maksudnya? Apanya yang dibutakan?
Sekali lagi kuperhatikan Rianti lebih teliti. Seperti yang kubilang, dia tetap cantik, walau sedikit awut-awutan. Ya, berat badannya memang merosot. Tubuhnya menipis. Jari-jarinya hampir seperti cakar karena kurusnya. Dan kakinya..
Kakinya !
Mataku terbelalak ketika perasaan terguncang melalap kesadaranku. Sekarang aku tahu maksud perkataannya. Lebih dari itu, aku tahu kenapa dia bilang tidak bisa lagi bersamaku. Dan kenapa dia bisa berada di sini malam-malam.
Rianti tidak punya kaki di bawah gaunnya. Dia mengawang seperti...seperti....
'Ya, Andra,' ujarnya dengan nada yang sedikit menakutkan. 'Kita tak bisa bersama karena aku bukan bagian dari dunia ini lagi. Aku bunuh diri hanya sehari setelah kau pergi. Sekarang arwahku menetap di sini, tempat favorit kita. Jadi kau masih ingin kembali padaku, Andra?'
Lalu dia mulai tertawa cekikikan. Layaknya kebiasaan umum kuntilanak dan arwah penasaran lainnya. Lebih gawat, mukanya mulai berubah. Menjadi tengkorak dengan mata dan hidung yang bolong. Rahangnya yang penuh gigi telanjang menganga lebar.