Mohon tunggu...
Nufi Asii Fairuziyyah
Nufi Asii Fairuziyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Tiada lagi duniawi selain dunia sastra || https://fayruzeenufi.blogspot.com/?m=1

Selanjutnya

Tutup

Politik

Temuan Kritik Fenomena Politik di Indonesia Pada Buku Pias Karya Aris Setyawan

21 Agustus 2024   02:41 Diperbarui: 21 Agustus 2024   07:07 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar buku terkait (dokpri)

"Pias" - Judul karya Aris Setyawan dengan ukuran mungil A5 memuat 21 esai dengan jumlah halaman 279 ini ditulis dalam gaya yang sederhana, cenderung reflektif, penuh makna dan kaya akan pengamatan sehingga membuat pembaca diajak berpikir lebih dalam. Setiap esai berdiri sendiri, namun semuanya saling berhubungan dalam nuansa refleksi pribadi penulis. Beberapa esai didalam mengeksplorasi pengalaman perjalanan penulis di berbagai tempat, mulai dari kota-kota besar hingga pelosok desa. Ada juga esai yang berfokus pada momen-momen sehari-hari yang diangkat menjadi refleksi filosofis yang lebih dalam.

Dalam buku "Pias - Kumpulan Tulisan Seni dan Budaya" karya Aris Setyawan, terdapat sejumlah kritik sosial terhadap fenomena-fenomena di Indonesia yang terselip di balik refleksi penulis terhadap kehidupan sehari-hari. Meskipun buku ini berfokus pada catatan perjalanan dan renungan pribadi, ada beberapa aspek yang secara implisit maupun eksplisit menyinggung situasi sosial, budaya dan lingkungan di Indonesia seperti krisis identitas budaya, perubahan sosial dan globalisasi, hilangnya nilai-nilai tradisional, perusakan alam dan ketidakpedulian terhadap lingkungan, komodifikasi pariwisata dan ketidakmerataan pembangunan.

Jadi yang akan menjadi pembahasan utama pada artikel ini ialah; walau buku "Pias" ini memang lebih berfokus pada refleksi personal, perjalanan, dan renungan filosofis daripada kritik politik yang eksplisit. Namun penulis tertarik untuk mendalami beberapa esai dalam buku ini yang dapat dilihat sebagai tanggapan halus terhadap fenomena politik di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan dampak politik terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan. 

Diantara bab kritik politik yang tersirat maupun tersurat ialah:


1. Politik Pembangunan yang Tidak Berkelanjutan

Salah satu kritik yang dapat diidentifikasi adalah pandangan penulis terhadap politik pembangunan yang seringkali mengabaikan keseimbangan antara kemajuan dan kelestarian lingkungan. Dalam konteks politik di Indonesia, pembangunan seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat adat. Penulis menyoroti bagaimana proyek-proyek pembangunan, baik yang didorong oleh pemerintah maupun swasta, seringkali lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek dan mengabaikan keberlanjutan alam.

2. Ketidakadilan Sosial Akibat Kebijakan Politik


Kritik terhadap politik di Indonesia juga dapat ditemukan dalam refleksi penulis tentang ketimpangan sosial yang semakin melebar. Aris Setyawan mengkritik kebijakan politik yang cenderung menguntungkan kelompok elite dan meninggalkan masyarakat kecil, terutama di daerah-daerah terpencil. Fenomena ini seringkali menjadi hasil dari kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil dan lebih condong kepada kepentingan kapitalis dan oligarki politik. Kritik ini muncul melalui deskripsi kehidupan di pedesaan dan daerah-daerah yang tidak tersentuh pembangunan, meskipun negara terus mengklaim telah melakukan pembangunan secara merata.

3. Politik Identitas dan Polarisasi Sosial


Meski tidak secara langsung menyinggung politik identitas, buku ini dapat ditafsirkan sebagai respon terhadap polarisasi sosial yang semakin meningkat di Indonesia. Politik identitas yang seringkali dieksploitasi oleh para elite politik dalam meraih kekuasaan telah menyebabkan perpecahan dalam masyarakat. Penulis menggambarkan bagaimana nilai-nilai tradisional dan kebersamaan yang dulu kuat kini mulai pudar karena pengaruh politik yang mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan identitas agama, etnis, atau kelas sosial.

4. Kritik terhadap Birokrasi dan Korupsi


Meski tidak digambarkan secara eksplisit, beberapa esai dalam buku ini menyinggung frustrasi masyarakat terhadap lambannya birokrasi dan tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Hal ini terlihat dari penuturan penulis tentang kesulitan yang dialami masyarakat kecil dalam mengakses layanan publik yang seharusnya menjadi hak mereka. Kritik terhadap ketidakadilan birokrasi dan korupsi muncul dalam refleksi penulis tentang ketimpangan akses terhadap kesejahteraan dan layanan dasar.

5. Minimnya Perhatian terhadap Kebudayaan Lokal


Kritik lain yang tersirat dalam buku ini adalah bagaimana kebijakan politik seringkali mengabaikan pelestarian budaya lokal. Dalam beberapa esai, Aris Setyawan mencatat bahwa kebudayaan lokal sering kali dipinggirkan atau bahkan dihilangkan demi kepentingan politik dan ekonomi. Fenomena ini mencerminkan bagaimana pemerintah sering gagal melindungi kekayaan budaya Indonesia yang beragam dan justru lebih memilih untuk mengeksploitasi kekayaan tersebut demi kepentingan pariwisata atau komersialisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun