Lagi-lagi menjadi sorotan. Berita yang tidak hanya menyorot kekejiannya saja, tapi tentang siapa pelakunya. Mereka sendiri yang membiarkan nama yang menaunginya tercoreng habis-habisan. Sayangnya, bukan hanya nama dirinya saja, tapi iman yang dianutnya seketika menjadi predator bagi pandangan masyarakat. Bagaimana pendapat kalian akan pernyataan: "Tokoh pemuka agama (islam) sliwar-sliwer melakukan tindak pelecehan di kawasan agama".
Tulisan ini bukan hanya untuk ajang melampiaskan suara kontra akan fenomena-fenomena yang sudah banyak diperbicangkan, tapi tentang bagaimana factor internal dan eksternal yang kian menjadi sebab atas dasar apa mereka memilih menjadi pelaku dengan membawa nama agamanya dan atas dasar apa masyarakat dianggap wajar untuk berfikir negative kepada agama yang dikotori oleh para tokoh mereka.
Kalian bisa setuju dengan kilas-kilas pernyataan yang akan penulis paparkan guna menjawab semua desak pernyataan dan pemikiran-pemikiran yang terjadi pasca mendengar kabar fenomena kasus-kasus pelecehan oleh tokoh-tokoh agama.
Siapa itu tokoh agama yang dimaksud oleh para jurnalis penulis berita pelecehan? Semua tulisannya mulai dari judul hingga isi bobot dari pelaku dan rangkaian peristiwa pada konten tulisan mereka bahkan sudah menarik perhatian masyarakat tentang arti dari tokoh agama yang seketika menjadi pelaku kotor yang mengkotori bukan lagi identitasnya, tapi saudaranya bahkan agamanya.
Menjadi sasaran ketimpangan social-agama-budaya, masuk pada factor pemikiran masyarakat yang berangkat dari menganggap bahwa agama dan tokohnya adalah satu kesatuan.Â
Influencer Sherly Annavita pernah menyuarakan pendapatnya pada salah satu unggahan videonya terkait permasalahan tersebut. Bahwa tanpa kita sadari, banyak diantara kita selama ini yang tidak bisa memisahkan mana agama dan mana tokohnya.Â
Karena seseorang yang berhadapan kita itu tokoh agama, bukan berarti setiap perkataan dan tindak tanduknya adalah bagian dari perwujudan serta akan selalu sesuai dengan agamanya juga. Bisa dipungkiri bahwa antara agama, penganut dan tokoh; tentu adalah tiga hal yang berbeda.
Yang perlu penulis garisbawahi pada alasan sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan demikian diluar sana ialah; tokoh masyarakat yang keji melakukan demikian bisa jadi benar faham akan agama. Iya, mereka faham agama, bukan takut pada Allah sebagai Tuhan agamanya.
Faktor eksternal yang bisa kita tilik ialah ada pada latar dari isi berita-berita tersebut. Baik ada pada Kawasan pesantren maupun budaya (Gerakan/pemikiran ) di Indonesia itu sendiri. Bukti bahwa negara Asia telah menunjukkan gerakan kultus yang mengkhawatirkan. Sikap penghurmatan yang berlebihan terhadap suatu pemimpin/golongan memang terjadi dengan sendirinya. Mungkin setiap individu masyarakat tidak terkecuali saya, sadar tidak sadar harus dengan sadar mengakui itu. Negera yang bermasyoritas penduduknya beragama muslim seperti Indonesia ini hanya perlu diingatkan akan kesadaran pengaruh kultus yang bisa sangat merugikan masyarakat.Â
Berbicara mengenai kultus, bukan hanya kita temukan pada persoalan politik saja, namun dimana secara ilmiah, salah satu dari pengaruh kultus pada gejala interaksi social atas penyimpangan keagaaman  seperti yang sedang kita bicarakan ini adalah mengimplementasikan definisi dari kultus yang dimana banyak masyarakat Indonesia yang sadar tidak sadar telah menggunakan kultus sebagai pegangan pandangannya terhadap agama khususnya. Â
Dimana masyarakat mengoperasikan pikirannya terhadap agama dengan pemujaan yang selalu berpusat pada otoritas pribadi sang pemimpin. Masyarakat sudah terlanjur menganggap pemuka agama adalah makhluk tanpa cela yang tak mungkin pula melakukan hal tercela. Sehingga disinilah titik permasalahannya: "Budaya kultus (fanatik) yang harus dihindari oleh pemikiran masyarakat atau kultus dijadikan pedoman tokoh agama untuk memberi rasa aman pada dirinya.Â
Sehingga dengan ruang yang terbuka bagi mereka (seperti terjadinya kasus serupa di pondok pesantren), menjadikan mereka pelaku akhirnya merasa mempunyai peluang untuk menuruti bisikan iblis untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan. Dan pada akhirnya mereka cenderung menggunakan kamuflase pada setiap permasalahan yang dibuatnya. Mereka kecewa oleh kekhawatiran tentang kerusakan pada prestise mereka."
Setuju tidak setuju, factor eksternal yang telah dipaparkan akhirnya mampu menembus pengetahuan akan factor internal dari mereka para tokoh agama yang kian telah menjadi pelaku  iman adalah kunci dari segala yang terkunci. Iman mampu menjadi penangkal kultus. Cabang ilmu psikologi Islam boleh mengatakan bahwa iman adalah kebersihan jiwa. Yang tentunya-harus-dimiliki oleh para penganut agama hingga kalangan agamawan.
Kesehatan jiwa bagi seorang umat muslim adalah semata-mata untuk menjaga dirinya untuk tidak ternodai oleh kotoran jiwa seperti nafsu syaithon, riya', tamak dan penyakit hati-jiwa lainnya menuju kepada insan kamil.
Metode Imani yang dibicarakan oleh cabang psikologi Islam sebetulnya bertujuan untuk mengembalikan pribadi seseorang pada fitrahnya yang suci, seseorang dibimbing agar dapat menemukan hakikat dirinya, nememukan Tuhannya, dan menemukan rahasia Tuhan. Pada akhirnya, mengabdikan diri kepada iman dan al-Qur`an, menjaga keikhlasan, dan menjaga ukhuwwah dan jama'ah.
Nasehat terbaik kepada yang saya muliakan derajatnya diantara manusia-manusia lain ialah, janganlah sekali-kali menjadikan ilmu dan derajatmu menjadi sebuah kejumawaan yang seolah-olah, kau membiarkan ilmumu dijajah oleh permasalahan kotor yang kau buat sendiri.
Bahkan sebelum mempaparkan hablum min-annas, korelasi manusia akan hablu-min-Alloh dalam Al Qur'an surat An-Nisa ayat 43, dijelaskan bahwa janganlah kamu berdusta diantara agamamu. Sebab apa yang kau buat harus selaras dengan apa yang kau bawa. Dimana bunyi (arti) nya ialah:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. ( An-Nisa : 43) "
Selain pada amr ayat Allah azza wajalla, pernyataan  hablum-min-Annas terlihat pada pendapat Bediuzzaman Said Nursi-Cendekiawan muslim asal Turki, yang menurutnya,  zaman ini adalah zaman jama'ah. Tidak bernilai seseorang yang bergerak sendiri, demikian karena dengan jama'ah manusia lebih mudah untuk berbuat, beragama, dan menjalankan syariat. Jadi tidak hanya ukhuwwah Islamiyyah, tetapi juga ukhuwwah insaniyyah yang dibutuhkan di zaman ini, dengan dasar bahwa semua manusia adalah bersaudara.
Sehingga jika amr kau ma'rufkan dengan baik, maka ilmu dan imanmu akan menolongmu dari kejumawaan atau kesombongan.
Maka dengan sedikit ilmu yang sudah kita ketahui ini, alangkah baiknya jika kita tetap teguh untuk terus mencari hikmah atas segala permasalahan yang ada pada saudara-saudara kita. Perlunya terus berfikir kritis atas apa yang sebelumnya kita fahami kepada hal-hal yang membuat didalamnya (agama kita) turut terancam.Â
Artinya, gunakan sebaik-baiknya ilmu yang kita miliki untuk menjadi tameng dari segala ancaman fenomena luar ataupun ancaman penyakit hati yang membuat iman sangat dibutuhkan oleh keduanya. Iman untuk diri sendiri dan menolong saudara muslim, baik korban yang membutuhkan rangkulan ataupun pelaku yang membutuhkan kesadaran secara naluri dan hakekat.
Semoga Allah selalu melindungi kita semua dari godaan syaithon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H