Penulis mencontohkan akan jatuhnya kasus perbudakan berujung pembunuhan yang tidak jarang ialah hasil dari sikap senioritas didalam sebuah kelompok/organisasi. Menilik banyaknya kasus dari imbasnya korban dari sang senioritas. Dikatakan hasil dari pengakuan klien yang turut menjadi oberservee penulis, bahwa menurutnya senioritas adalah penyakit turun temurun dalam suatu kelompok, baik berupa tindak "merasa-senior" . maupun "terjun penyelewengan atas penyalahgunaan kekuasaannya". Â
Tindakan penyelewengan yang mengingatkan pada pokok-pokok pemikiran yang dianut kaum anarkis ekstrim dalam penggambaran cara alur berlogikanya, kira-kira begini bunyinya ;"Karena perbudakan adalah pembunuhan melalui fraud (Persuasi agar kita setuju dengan pemikiran bahwa kelas kelompok tertentu memiliki hak-hak istimewa. Yang kemudian jika kita menerima prinsip-prinsip keanggotaan sosial serta menghapus hak-hak istimewa siapapun, maka suatu kelompok tidak diperlukan". Kira-kira setelah mendengar bunyinya, pembaca akan memahami bagaimana peran lain disamping dari buruknya pandangan masyarakat mengenai senioritas.
Menurut hasil penelitian data maupun wawancara ilmiah yang penulis lakukan terhadap salah dua korban dari perilaku senioritas, jelas bisa penulis simpulkan bahwa senioritas adalah bukan lagi soal pro atau kontra. Tapi tepatnya, senioritas adalah (hanya) sebuah istilah untuk manusia biasa, atau pelabelan senior yang mempergunakan loyalitasnya sebagai kebanggaan, memanfaatkan angka usia sebagai kekuasaan, dan atau mendewakan jabatan dan perannnya dengan cara yang keliru-atau belum benar.Â
Meskipun begitu, sejatinya perilaku senioritas bukanlah suatu tindak kriminal yang bisa kita saling bunuh karakter (antara pelaku dan korban) nya dengan menolak keberadaannya secara mentah-mentah dari suatu kelompok. Karena disamping itu, jika ditilik dari betapa pentingnya perilaku senioritas pada keberadaan lingkungan kelompok pengembangan ialah justru akan digunakan sebagai acuan dalam jangka jabatan yang didalamnya memiliki jaminan lebih besar akan loyalitas yang mereka banggakan pada layanan pelayanan suatu kelompok.Â
Sepertihalnya contoh dari mereka senior yang menggunakan tindak senioritasnya sebagai ketegasan yang sehat, hal tersebut tidak akan membuat korban trauma, tapi justru dengan rasa takut nya akan membuatnya semakin semangat untuk bisa lebih baik jika memilih untuk memenuhi perintahnya yakni aturan pada suatu kelompok, misalnya.
Selain dari sudut pandang saya; penulis, dalam konteks teori ini, Wrihotlono & Riant (2007: 101-102) menjelaskan bahwa kekuasaan sendiri dilihat sebagai tingkat biaya potensial yang diterima seseorang aktor dalam suatu relasi. Yang artinya dengan adanya parah atau tidaknya suatu tindak senioritas ;tetap mempunyai potensi untuk bisa diarahkan oleh suatu kerjasama sistem kelompok yang saling mempunyai pemahaman yang sama.Â
Salah satunya ialah dengan menerapkan sistem pemberdayaan sebagai pemimpin wadah atau pihak netral (dari anggotanya) dalam menumbuhkan kesadaran mulai dari non verbal maupun verbal dengan membangun wadah dan konsisten pada sistem penindaklanjutan tujuan khusus dari suatu kelompok.
Sejauh yang saya ketahui, tujuan dasar pemberdayaan itu sendiri adalah keadilan sosial dengan memberikan ketenteraman kepada masyarakat yang lebih besar serta persamaan politik dan sosial melalui upaya saling membantu dan belajar melalui pengembangan langkah kecil guna tercapainya tujuan yang lebih besar, begitu kira-kira gambaran yang disebutkan oleh "Payne" dalam bukunya ;Modern social work theory (1997; 268).Â
Lalu artinya bagaimana sebuah sistem harus berani memulai atau mengembangkan sistem pemberdayaan tersebut diantata anggota antara peran senior dan junior yang bersemayam dalam kelompoknya? Secara psikologis, kebanyakan dari senior yang mempunyai jiwa senioritas timbul karena adanya rasa kurang puas terhadap apa yang sudah dimiliki-nya, baik ;jabatan, derajat maupun kebutuhan usia.Â
Begitujuga dari sudut pandang junior, yang biasanya salah satu titik tengah dari penyelesaian kasus ini ialah dilihat dari tingkat ketergantungannya terhadap orang-orang yang disekitar pelaku senioritas yakni anggota lain maupun lingkungan kelompoknya sendiri .Â
Kekuasaan  yang tidak dan ketergantungannya terhadap orang lain, menyebabkan ketidakseimbangan dalam hubungan, tetapi melalui perjalanan waktu, ketimpangan ini akan bergerak menuju hubungan kekuasaan-ketergantungan yang semakin seimbang. Yakni dengan cara membuat serta mengembangkan sistem kerja pemberdayaan bagi suatu kelompok yang ber-output pada berhasilnya mereka-semua anggota- untuk bisa lebih meningkatkan  kesadaran bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok yang didalamnya mempunyai kualitas, nasib dan, kepentingan, ideologi dan visi-masa yang sama.